Investasi real estate komersial di Asia Pasifik naik 2% secara tahunan (yoy) pada Q2 2024 menjadi US$27,3 miliar, menandai pertumbuhan kuartalan ketiga kalinya secara berturut-turut di kawasan tersebut. Menurut data dan analisis dari perusahaan konsultan real estat global JLL (NYSE: JLL), volume investasi pada semester I/2024 mencapai US$57,5 miliar, meningkat 7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sektor perkantoran masih menjadi yang paling aktif dengan volume investasi mencapai US$10,7 miliar pada kuartal kedua. Pertumbuhan ini didukung oleh sektor ritel dan hotel yang juga mencatat pertumbuhan dibandingkan tahun lalu. Volume ritel Asia Pasifik naik 12% secara tahunan menjadi US$4,6 miliar dan sektor hotel tumbuh 19% secara tahunan menjadi US$5,7 miliar untuk semester I/2024.
Baca Juga: Dari Aguan hingga Bos Djarum, Ini Daftar 20 Konglomerat Indonesia yang Investasi di IKN
Jepang merupakan pasar paling aktif di wilayah tersebut dengan transaksi sebesar US$5,8 miliar pada kuartal kedua, didorong oleh lonjakan pemesanan hotel seiring pelemahan nilai tukar yen dan kedatangan turis yang meningkat pesat.
"Suku bunga pinjaman masih menjadi pemberat sentimen di seluruh Asia Pasifik. Meskipun demikian, aktivitas transaksi di sektor perkantoran mulai menggeliat dan momentum peningkatan transaksi terlihat menguat," kata Stuart Crow, CEO Asia Pacific Capital Markets, JLL, dikutip Senin (19/8/2024).
Volume investasi lintas negara di Asia Pasifik mencapai US$7 miliar pada semester pertama 2024 (kuartal kedua: US$3,6 miliar), turun 38% secara tahunan (yoy) karena sebagian besar pasar didominasi oleh investor domestik. Namun, modal lintas negara cenderung mengarah ke investasi hotel dengan semua aktivitas lintas negara di Jepang pada kuartal kedua merupakan investasi hotel.
Pada kuartal kedua, China dan Hong Kong menjadi pasar yang didominasi oleh investor domestik, hampir tidak ada investasi dari luar negeri karena penurunan ekonomi China dan situasi geopolitik membuat investor asing mengambil pendekatan wait and see. Singapura (US$1,9 miliar) dan Australia (US$5,4 miliar) mencatat pertumbuhan investasi tahunan, masing-masing sebesar 31% dan 73%.
Di Singapura, penjualan strata mendominasi transaksi kantor dengan penyewa dan kantor keluarga aktif mencari peluang investasi. Namun, aktivitas investasi institusional di Singapura tetap relatif lesu karena kurangnya likuiditas pasar. Di Australia, alokasi modal untuk aset kantor dan industri mengalami rebound, didorong oleh sejumlah penjualan institusional besar dengan volume industri mencapai level kuartalan tertinggi sejak Q4 2021, dan sektor kantor pada level tertinggi sejak Q3 2022.
Sementara itu, Korea Selatan mencatat penurunan 5% pada volume investasi di semester I 2024, setelah volume investasi di kuartal II hanya mencapai US$3,5 miliar. Volume investasi di sektor perkantoran dan logistik masih terlihat lesu karena para investor mengambil sikap hati-hati meskipun jumlah properti yang terdaftar di pasar makin meningkat.
Pusat data juga menjadi sektor yang menonjol, khususnya di Asia Tenggara, di mana investasi pada sektor ini di Asia Tenggara menyumbang 52% dari total investasi di Asia Pasifik. Malaysia dan Vietnam telah menjadi lokasi utama untuk investasi pusat data karena harga tanah, tenaga kerja, dan listrik yang lebih rendah dibandingkan Singapura. Hal ini meningkatkan efisiensi operasional dan daya saing bagi penyedia pusat data.
"Dengan harapan bahwa US Federal Reserve akan menurunkan suku bunga pada bulan September, kami memprediksi bahwa biaya pinjaman di beberapa pasar di kawasan ini akan ikut turun," ujar Pamela Ambler, Head of Investor Intelligence, Asia Pacific, JLL.
"Ditambah dengan perkembangan pesat di sektor pusat data Asia Tenggara dan kebijakan moneter yang lebih mendukung, kami makin optimis melihat prospek investasi real estate komersial di kawasan ini," pungkasnya.