Selama satu dekade memimpin Indonesia, rerata pencapaian pertumbuhan ekonomi di era Presiden Joko Widodo (Joko Widodo) sebesar 5% pada 2015-2019. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mencapai 5,7% pada 2005-2014.
Hal itu disampaikan Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Prof. Didin S Damanhuri, saat Seminar Nasional 'Evaluasi 1 Dekade Pemerintahan Jokowi', yang bertempat di Hotel Millenium, Jakarta, Kamis (3/10/2024).
Prof. Didin menyebut, angka tersebut terbilng lebih rendah dibandingkan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mencapai 5,7% pada 2005-2014. Bahkan, tertinggal dibandingkan di era Presiden Soeharto yang rata-rata tumbuh sebesar 7% pada 1969-1997.
“Jadi, saya simpulkan di era Jokowi pertumbuhan ekonomi lebih rendah dibandingkan Park SBY, bahkan jauh dibandingkan zaman Soeharto," tukas Prof.Didin.
Prof. Didin juga menyebut, dari sisi pertumbuhan industri pengolahan atau manufaktur di era Jokowi juga masih kalah dibandingkan era SBY dan Soeharto. Menurutnya, di 2019-2023, rata-rata industri pengolahan tumbuh hanya 4,89%, masih dibawah rata-rata ekonomi nasional. Secara keseluruhan pertumbuhan industri manufaktur dari 2015-2023 sebesar 3,44%.
"Pertumbuhan industri manufaktur di era SBY lebih tinggi, apalagi di era Soeharto yang mencapai 12%-14%," ujarnya.
Kemudian, Prof Didin juga menyebut memang investasi di era Jokowi naik signifikan. Hanya saja, pertumbuhannya rata-rata pada 2015-2022 sebesar 3,8 persen. Sementara, pada era pemerintahan SBY sebesar 9 persen.
"Dampak GDP oriented, kesenjangan antar golongan pendapatan, kesenjangan antar wilayah, serta kesenjangan antar sektor," jelasnya.
Baca Juga: Evaluasi Satu Dekade Pemerintahan Jokowi, Indef Sebut Masih Banyak yang Perlu Dibenahi
Di kesempatan yang sama, Deputi III Kantor Staf Presiden (KSP) Bidang Perekonomian, Edy Priyono, menilai, selama 10 tahun kepemimpinan Presiden Jokowi, kinerja pertumbuhan perekonomian Indonesia justru terjaga positif.
Namun, Edy mengakui, masih banyak kritikan terkait belum tercapainya target pertumbuhan ekonomi 7 persen per tahun yang pernah dicanangkan Jokowi.
Edy bilang, Presiden Jokowi memang cenderung menetapkan target ambisius untuk mendorong kinerja yang lebih maksimal.
"Pak Jokowi memang begitu. Beliau itu kan orang yang selalu set arget tinggi. Karena beliau mungkin merasa kira terlalu santai. Jadi kalau targetnya 5 persen mungkin yang 3. Sehingga beliau pasang saja target 7 persen," tutur Edi.
Meski target awal Jokowi tampak tinggi, Edy bilang, dalam konteks global, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tergolong baik.
Menurutnya, Indonesia berhasil naik ke kategori negara berpenghasilan menengah ke atas (upper middle income country) berkat peningkatan PDB yang signifikan.
"Poin saya adalah kalau dibandingkan target awal Pak Jokowi 7 persen per tahun ini mungkin kelihatan rendah, tapi kalau dibandingkan dengan negara-negara lain dalam situasi yang sama sulitnya dan sebagainya, pertumbuhan kita oke-oke saja," jelas Edi.
Di satu sisi, Edy pun menyinggung soal Presiden RI terpilih, yakni Prabowo Subianto, yang memasang target pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, yakni 8 persen.
“Pak Prabowo malah targetnya lebih tinggi lagi, 8 persen. Nah mungkin beliau juga berpikir gitu, saya enggak tahu,” kata Edy.
Baca Juga: Dana Bansos Terus Naik, INDEF: Kok Angka Kemiskinannya Tidak Turun Signifikan?