Direktur Program INDEF, Eisha Maghfiruha Rachbini menilai produksi Kelapa Sawit Tanah Air perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus meningkat dari waktu ke waktu. 

Harus diakui produk kelapa sawit beserta seluruh produk turunan saat ini hampir masuk ke seluruh lini kehidupan masyarakat, mulai dari kosmetik, perlengkapan mandi hingga bumbu dan penyedap rasa. Produk-produk yang bersumber dari  Kelapa Sawit sudah sangat lekat dengan kebutuhan sehari-hari masyarakat pada umumnya. 

Baca Juga: INDEF: Hilirisasi Sawit Bisa Topang Pertumbuhan Ekonomi 8%

“Memang kalau kita lihat ya, tadi kan rantai nilai dari kelapa sawit  dan produk turunannya itu sangat besar. Sehingga kebutuhan akan produknya sendiri, produk bahan mentahnya sendiri kan sangat diperlukan. Jadi di sisi hulu ini memang perlu adanya peningkatan produksi,” kata Eisha saat wawancara bersama Olenka.id ditulis Rabu (19/3/2025). 

Eisha mengatakan permintaan yang terus meningkat setiap saat mesti dimbangi dengan suplay bahan baku yang memadai, apalagi saat ini banyak negara-negara luar yang ikut membeli produk-produk Kelapa Sawit Indonesia, satu-satunya cara paling realistis untuk menjawab tantangan ini adalah meningkatkan produktivitas sawit. 

“Ketika permintaan di sektor sisi intermediate atau permintaan di konsumen atau negara-negara pembeli produk ekspor sawit kita itu meningkat, kita bisa dari hulu, sektor hulu juga bisa memberikan supply. Sehingga memang kalau kita lihat dan arah ke depan ini kita harus perlu memperhatikan bagaimana perluasan ini sesuai dengan tata kelola yang baik dan sustainable,” ujarnya. 

Kendati demikian, Eisha juga mendorong agar upaya peningkatan produksi sawit tak dilakukan secara serampangan mentang-mentang punya nilai ekonomi yang menjanjikan. Peningkatan produksi lewat perluasan lahan sawit mesti dilakukan dengan pertimbangan yang saksama, dampak lingkungan harus dihitung masak-masak. 

Jangan sampai perluasan lahan sawit justru menerobos huta lindung dan merusak ekosistem lingkungan yang dampak jangka panjangnya sangat merugikan masyarakat. 

“Tapi kita tidak bisa menyampingkan dampak atau misalnya sisi lain, sisi negatif terhadap lingkungan. Karena overexploitasi ini juga kan bisa memberikan dampak secara lingkungan. Yang mana kita tahu dampak lingkungan ini bisa menyebabkan ketidaksustainan, tidak berkesinambungan dan berkelanjutan dari produksi,” ujarnya. 

Baca Juga: CEO Smart Batik Indonesia Dorong UMKM Berinovasi dengan Batik Sawit

“Yang justru mungkin nanti bisa akan memberikan dampak negatif terhadap perekonomian kita. Jadi agar produksinya sustain, berkelanjutan secara produksi dan secara lingkungan, tentunya perluasan dari lahan ini harus memperhatikan aspek-aspek lingkungan dan sustainability,” tambahnya memungkasi.