Hal ini selaras dengan kebijakan baru yang telah ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, terkait peningkatan alokasi pupuk subsidi dari 4,7 juta ton menjadi 9,55 juta ton sepanjang tahun 2024. Penetapan kebijakan tersebut dapat menjadi salah satu langkah penting dalam mendukung produktivitas para petani.
Baca Juga: Social Ecopreneur, Solusi Bisnis Tingkatkan Ecoliteracy dan Tetap Potensial
Petani, sebagai ujung tombak produksi pangan, sangat rentan terhadap fluktuasi harga dan ketersediaan pupuk. Bila harga pupuk melonjak, petani bisa terdorong untuk mengurangi penggunaan pupuk yang bisa berdampak pada produktivitas panen atau bahkan memilih untuk tidak menanam yang pada akhirnya akan berdampak pada produksi pangan nasional. Diketahui, kebijakan HGBT akan berakhir di tahun 2024.
"Bagi kami di industri pupuk, yang menjadi kekhawatiran terkait ketahanan pangan adalah setelah tahun 2024 karena agroinput sumbernya adalah gas. Seperti yang diketahui, kebijakan harga gas bumi tertentu terhadap industri pupuk akan berakhir di 2024. Bila kebijakan HGBT tidak dilanjutkan, dari sisi ketersediaan mungkin tetap ada, tetapi dari sisi keterjangkauan bagi petani akan menjadi pertanyaan," tutup Rahmad.