Masyarakat Indonesia sedang dihadapkan pada fenomena Mantab alias makan tabungan untuk bertahan hidup. Hal itu menjadikan 70% orang Indonesia tidak memiliki tabungan, berdasarkan survei Globalstats pada Desember 2024 terhadap 1.000 responden yang tersebar di seluruh Indonesia.

Sementara itu, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat adanya penurunan signifikan rerata saldo tabungan masyarakat dari yang sempat mencapai Rp3 juta pada 2019, kini merosot menjadi Rp1,8 juta per April 2024. Artinya, aset tabungan masyarakat turun 40% dalam 5 tahun terakhir.

Baca Juga: Mengenal Kakeibo, Budaya Menabung ala Masyarakat Jepang

"Dari 70% orang Indonesia yang tidak memiliki tabungan itu juga bisa sebelumnya punya, tapi sekarang tidak punya. Faktornya tentu beragam, tapi Indonesia memang sedang menghadapi penurunan kelas menengah sejak tahun lalu. Artinya, penghasilan dan pengeluaran tidak seimbang," ujar Head of Deposit & Wealth Management UOB Indonesia, Vera Margaret, dalam diskusi bertema Strategi Finansial di Tengah Tantangan Ekonomi di Jakarta, Jumat (24/1/2025).

Oleh sebab itu, Vera kembali mengingatkan masyarakat untuk menumbuhkan kebiasaan menabung. Dia membagikan rumus perencanaan keuangan yang dibagi ke dalam tiga (3) hal. Pertama, alokasikan dana untuk menabung (SAVINGS) sebesar 10-20%. Selanjutnya adalah kebutuhan dasar (NEEDS) berkisar 70-85% serta keinginan (WANTS) sebesar 5-10%.

"Tabungan harus yang pertama karena konsepnya adalah sisihkan, bukan sisakan. Tabungan ini akan bertindak sebagai proteksi sehingga sebelum memulai investasi, harus punya tabungan dulu. Fungsi tabungan konsepnya ialah dana darurat, minimum 6-12 kali dari pengeluaran bulanan," tegasnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Samuel Ray yang dikenal sebagai konten kreator finansial yang menulis buku Lagi Probation dan Anak Kantoran. Sudah mencapai kondisi financial freedom di usia 30-an, Samuel membagikan pengalamannya menerapkan hidup frugal. Dia menekankan, hidup frugal berbeda dengan hidup serba susah.

"The beauty of frugal living sebenarnya adalah bahwa frugaling bukan berarti hidup serba susah, melainkan lebih ke mindfulness. Jadi dengan uang kita yang terbatas, di dalam kue kita itu, kita bisa dapatkan semua. Savings dapat, wants dapat, dan needs juga dapat," ujarnya.

Dia mencontohkan saat dia dan istrinya menikmati makan di restoran yang menyediakan diskon. Meski kadang mendapati pelayanan yang tidak memuaskan, dia dan istrinya sama-sama mengingatkan bahwa kemampuan mereka saat itu adalah di level tersebut. Tidak memaksakan WANTS atau keinginan di atas kemampuan merupakan salah satu kunci dalam menjalankan frugal living.

"Memang kadang-kadang kami tidak puas saat mengunjungi restoran-restoran tersebut, tapi kami belajar di saat itu untuk ikhlas dengan wants-nya kami. Masalahnya sekarang, orang melihat bahwa wants-nya ada di level yang lebih tinggi sehingga akhirnya utang, memaksakan gaya hidup. Yang harus kita jadikan standar dalam hidup ini adalah diri sendiri. Are we better than we are before?" pungkasnya.