Indonesia diperkirakan akan menghadapi era bonus demografi pada 2030-2040 mendatang. Bahkan, Presiden Joko Widodo telah mengingatkan bahwa Indonesia akan mencapai puncak demografi pada tahun 2030-an. Di mana, turut menjadi peluang besar bagi Tanah Air untuk mencapai Indonesia Emas 2045.

Bonus demografi adalah masa di mana penduduk usia produktif (15-64 tahun) akan lebih besar dibanding usia nonproduktif (65 tahun ke atas), dengan proporsi sekira lebih dari 60% dari total jumlah penduduk di Tanah Air.

Dengan kata lain, saat itu merupakan era di mana generasi milenial akan menjadi penduduk terbesar dan memiliki peran dominan di dalamnya. Saat itulah, generasi milenial yang akan menentukan arah roda pembangunan negara yang lebih maju dan dinamis.

Untuk menciptakan generasi milenial yang unggul, pemerintah melakukan strategi agar dapat terwujudnya bonus demografi yang berkualitas. Di antaranya adalah dengan meningkatkan kualitas penduduk melalui intervensi kesehatan dan pendidikan. 

Dalam intervensi pendidikan, pemerintah memprioritaskan program pendidikan pada anak usia dini dan pendidikan karakter. Pemerintah juga mewajibkan anak-anak menjalani pendidikan selama 12 tahun, yang turut didukung dengan program Kartu Indonesia Pintar (KIP), BOS sekolah, revitalisasi kurikulum, serta akreditasi SMK.

Langkah lain yang perlu dilakukan untuk menciptakan generasi emas dan terwujudnya bonus demografi yang berkualitas, yakni dengan meningkatkan literasi yang turut berperan penting dalam kemajuan bangsa. Sebab itu, pemerintah perlu terus menggenjot literasi demi mewujudkan generasi yang mumpuni. 

Baca Juga: Pentingnya Memperkenalkan Literasi Digital pada Anak Usia Dini, Kapan Waktu yang Tepat?

Baca Juga: Bangun Budaya Literasi Anak di Rumah, Ini 3 Kegiatan Membaca yang Bisa Orang Tua Coba, Cuss Simak!

Seperti yang diketahui, literasi Indonesia masih tergolong sangat rendah. Merujuk pada hasil PISA (Programme for International Student Assessment) 2022, Indonesia meraih skor 359 untuk kemampuan literasi membaca dan berada di peringkat 71 dari 81 negara. 

Bahkan, Central Connecticut State University dalam publikasinya tentang The World’s Most Literate Nation 2016, menempatkan literasi Indonesia pada urutan ke-60 dari 61 negara yang diteliti.

Melihat literasi Indonesia yang rendah, pemerintah tidak diam begitu saja. Demi meningkatkan kualitas literasi masyarakat, pemerintah sudah menggiatkan Gerakan Literasi Nasional sejak 2016, sebagai implementasi dari Permendikbud No.23 tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti.

Bukan hanya itu, sudah sejak lama pula pemerintah menggiatkan Gerakan Literasi Keluarga dan Gerakan Literasi Bangsa. Bahkan, kini turut bermunculan berbagai komunitas penggerak literasi yang turut didukung pemerintah untuk menumbuhkan minat baca masyarakat setempat.

Mengutip dari laman Portal Informasi Indonesia, belum lama ini Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemenristek mengalokasikan dana bantuan untuk 340 komunitas penggerak literasi terpilih, masing-masing senilai Rp50 juta.

Program ini bertujuan meningkatkan peran komunitas penggerak literasi sebagai wadah yang bisa menumbuhkan minat baca-tulis dan menggiatkan literasi di tengah masyarakat. Diharapkan pula, komunitas penggerak literasi penerima dana hibah dapat semakin berkembang dan membantu pelaksanaan serta optimalisasi Gerakan Literasi Nasional.

Meningkatkan literasi masyarakat Tanah Air, bukan menjadi ‘PR’ pemerintah semata. Namun, turut menjadi tugas seluruh elemen terkait pun dengan masyarakat itu sendiri, khususnya generasi muda yang akan mendominasi di era bonus demografi mendatang.

Perlu ditanamkan dalam diri akan kesadaran betapa tidak ruginya untuk melek literasi. Literasi bukan lagi sekadar menuntaskan buta aksara, lebih dari itu, negara dengan kemampuan literasi masyarakat yang tinggi menunjukkan kemampuan bangsa itu dalam memenangkan persaingan global.