Mengacu pada hasil riset di Amerika Serikat yang menyebutkan adanya pengaruh pelaksanaan Pemilu bagi kesehatan jiwan masyarakat, Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa melakukan riset serupa ke masyarakat Indonesia usai gelaran Pemilu 2024. Hasil riset tersebut pun dipublikasikan pertama kali di Jakarta, pada Rabu, 28 Februari 2024.

Ketua Tim Peneliti dan Inisiator Kaukus, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH, menjelaskan, setelah gelaran Pemilu 2024 selesai di tanggal 14 Februari lalu, prevalensi kecemasan (anxiety) sedang-berat masyarakat Indonesia sebesar 16% dan depresi (depression) sebesar 17,1%. Temuan tersebut lebih tinggi dibandingkan data hasil Riskesdas 2018 dan Direktorat Keswa Kemenkes 2022 yang mencatat angka depresi sedang-berat sebesar 6% dan gangguan emosi termasuk ansietas sedang dan berat masyarakat sebesar 9,8%.

Baca Juga: Upaya Menggugurkan Hasil Pemilu dan Agenda di Balik Wacana Hak Angket

"Jadi, terlihat memang meningkat bila dibandingkan temuan kami yang dilakukan tepat sesaat setelah hari pencoblosan, yaitu antara 14 hingga 16 Februari 2024. Terlihat bahwa risikonya pun semua terkait dengan persepsi kesehatan jiwa yang berhubungan dengan proses partisipasi Pemilu," ungkap Ray yang merupakan Ketua Health Collaborative Center (HCC) ini.

Secara umum, ditemukan jika 76% responden memiliki persepsi nyaman dan sangat nyaman mengikuti seluruh rangkaian proses pemilu. Sementara itu, ada 12% responsden yang mengalami konflik diri serta 11% mengakui alami konflik luar. Konflik diri utamanya disebabkan saat membuat keputusan, sedangkan konflik luar disebabkan adanya perbedaan pilihan politik dengan orang sekitar, terutama keluarga.