Akademisi Rhenald Kasali mengatakan orang tua yang selalu membantu anak dalam mengerjakan Pekerjaan Rumah yang ditugaskan sekolah demi mendapatkan nilai bagus membuat anak tumbuh dengan mindset yang keliru.
Menurutnya orang tua yang selalu membantu anaknya menuntaskan semua pekerjaan rumah hanya membuat si anak gagal menjadi orang hebat di masa mendatang. Campur tangan orang tua yang terlampau berlebihan dalam mengerjakan PR anak dampaknya sangat buruk untuk anak di masa mendatang.
Baca Juga: Tentang TWNC, Harimau Sumatera, dan Asa Merawat Bumi
"Karena orientasi orang tua itu adalah anaknya jadi juara kelas. Anaknya dapat nilai yang bagus. Dan anak-anak seperti ini secara teori ditemukan, ini secara empiris ya, hasil penelitian ditemukan, tidak menjadi orang hebat," kata Rhenald Kasali dilansir Olenka.id Jumat (22/8/2025).
Rhenald Kasali mengatakan orang hebat tak melulu lahir dari mereka yang berprestasi dan selalu mendapat nilai mentereng di sekolah, kadang ia datang dari orang-orang dengan prestasi pas-pasan yang rela berjuang berdarah-darah. Jadi membiarkan anak mengerjakan tugas sekolahnya sendiri adalah salah satu cara paling ampuh mengajarkan anak tentang arti dari perjuangan.
"Karena orang hebat itu bisa jadi orang yang sekolahnya tidak begitu bagus. Tetapi mereka terbiasa berjuang. Jadi kalau dapat nilai 6 ya, nilai 6 itu karena memang berjuang. Jadi mereka sudah biasa susah," ujarnya.
Kegagalan anak menjadi orang hebat di masa depan, lanjut Rhenald Kasali lantaran mereka tumbuh dewasa dengan fixed mindset, mereka bakal sukar bersaing dengan anak-anak yang diajarkan mandiri dan perjuangan sejak dini. Mereka yang tumbuh dengan fixed mindset selalu percaya bahwa kecerdasan mereka bersifat absolut, itu bakal abadi selama masih hidup, celakanya kecerdasan yang mereka miliki adalah palsu.
" Jadi kalau orang IQ-nya tinggi dia akan merasa sampai mati dia cerdas. Padahal tidak begitu. Ada orang yang tidak cerdas tapi akan menjadi semakin cerdas. Itu yang saya lihat ketika saya menjadi ketua program doktor di UI, saya kadang-kadang terkejut lihat, ini orang-orang yang dulunya sekolahnya tidak bagus ngambil program doktor apa bisa, saya bilang. Driver pintar sekali," ujarnya.
"Padahal dulu waktu S1-nya itu tidak bagus. Karena mereka berjuang. Tapi sebaliknya, yang jadi dosen karena dulunya bagus dan diterima karena indeks prestasi tinggi, kenapa tidak lulus banyak? Kenapa bisa begitu? Jawabnya karena mereka sudah puas. Merasa dirinya berhak dan merasa dirinya sudah pandai. Nah orang yang sudah merasa pandai, selesai dan tidak akan bisa jadi lebih baik lagi," imbuhnya.