Tahun 1961 menjadi momen penting dalam hidup seorang visioner bernama Ciputra. Bukan hanya karena kelahiran putri keduanya, Junita, tetapi juga karena munculnya panggilan hidup yang menggetarkan jiwa.
Sebuah artikel sederhana di majalah Star Weekly menjadi titik balik hidupnya. Ditulis oleh Haryoko, artikel itu memuat pernyataan Gubernur DKI Jakarta saat itu, dr. Soemarno Sosroatmodjo, yang menyatakan keinginannya membangun Jakarta menjadi ibu kota yang modern dan layak sebagai wajah Republik Indonesia.
Ciputra membaca artikel itu dengan hati berdebar. Menurutnya, ini adalah panggilan untuknya. Di balik tulisan itu, ia menangkap peluang, misi, dan semangat untuk ikut membangun bangsa. Ia tahu, inilah waktunya. Namun, keputusan besar seperti ini tak bisa diambil sendirian. Ia berbicara pada istrinya, Dee, yang tengah menyusui Junita.
Tanpa ragu, Dee setuju dan tidak masalah hidup susah di Jakarta. Dee ingin berjuang bersama sang suami dan itulah yang membuat Ciputra makin mantap melangkah.
Dari Nol di Jakarta
Dengan tekad baja dan nyaris tanpa bekal yang cukup, Ciputra memboyong istri dan dua anaknya ke Jakarta. Tak ada rumah, tak ada kerabat, bahkan tempat menumpang pun tak tersedia. Solusinya? Menginap di Hotel Des Indes, sebuah hotel di Jalan Hayam Wuruk (kini kompleks Duta Merlin), dengan kondisi serba pas-pasan.
Baca Juga: The Power of Dream! Cerita Ciputra saat Putuskan ‘Hijrah’ Jadi Pengembang di Ibu Kota
Dee tak hanya mendampingi, tapi juga berjuang dalam kesunyian, memasak nasi dan air di kamar hotel demi menghemat pengeluaran. Meski berada di hotel, Ciputra sadar bahwa uang tabungannya tak akan bertahan lama. Ia tahu, langkah pertama harus segera dilakukan adalah bertemu sang gubernur.
Bertekad Menemui Gubernur
Gubernur Soemarno bukan orang mudah ditemui. Tapi Ciputra yakin kalau terus berusaha, pasti bisa. Ia nekat mengetuk pintu-pintu, menyusun strategi, dan menahan rasa lelah demi satu tujuan: mendapat proyek yang bisa menjadi batu loncatan.
Semangatnya bukan soal uang semata, tapi tentang visi membangun negeri. Ciputra percaya bahwa membangun Jakarta berarti ikut menata masa depan Indonesia.
Perjuangan yang dimulai dari kamar sempit di hotel akhirnya menuntunnya menjadi salah satu tokoh paling berpengaruh dalam dunia properti dan pembangunan kota di Indonesia. Tapi semua itu bermula dari sebuah tekad nekat, keberanian untuk melangkah, dan dukungan tanpa syarat dari sang istri.