Seniman kolektif Tololartha Tramtoxs Kareraatola L ai la uh bersama Laboratorium Seni dan Teknologi IKJ serta Laboratorium Tubuh ISBI Bandung menampilkan pertunjukan eksplorasi tubuh, bunyi, dan teknologi dalam Program Transit 3: PAIr Meet Up dalam Pekan Komponis Indonesia. 

Pertunjukan yang digelar di Teater Wahyu Sihombing, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat Jumat (13/09/2024) itu untuk merespons kepercayaan masyarakat terhadap mitos dan hal-hal gaib serta takhayul yang nyatanya hingga kini masih bertahan di tengah masyarakat modern. 

Baca Juga: Andanu Prasetyo: Tuku Membesar Karena Tetangga

“Kolaborasi ini didasarkan pada kepercayaan atau belief di masyarakat yang masih melekat soal hal-hal berbau horor, gaib, dan mitos,” kata Yola Yulfianti, penggagas pertunjukan Laboratorium Bunyi, Tubuh, dan Teknologi dilansir Olenka.id Minggu (15/9/2024). 

Pertunjukan eksplorasi tubuh, bunyi, dan teknologi adalah bentuk keresahan para penggagasnya atas berbagai kepercayaan takhayul yang  masih diyakini masyarakat yang hidup di era serba canggih. Di mana kepercayaan-kepercayaan terhadap tradisi lisan yang sukar dinalar dan tak terbukti kebenarannya itu acap kali dipakai sebagai senjata untuk meneror dan menakut-nakuti orang lain. 

“Pertunjukan ini merupakan refleksi kritis terhadap kondisi masyarakat saat ini, dimana kepercayaan terhadap mitos, ilmu gaib, dan informasi yang belum terbukti kebenarannya masih bertahan, bahkan berkembang di tengah kemajuan teknologi dan digitalisasi,” ujarnya. 

Di tengah pesatnya kemajuan teknologi sekarang ini, masyarakat seharusnya bisa berfikir rasional dengan menggunakan akal sehatnya, sayangnya kemajuan di era modern ini diabaikan begitu saja, masyarakat yang kadung percaya takhayul lebih memilih menaruh kepercayaan terhadap hal-hal yang berbau mitos ketimbang mencari kebenaran di tengah tsunami informasi di era digital seperti sekarang ini.  

Pertunjukan eksplorasi tubuh, bunyi, dan teknologi secara gamblang menyandingkan dunia modern yang serba digital dengan dunia mistis yang dibentuk oleh mitos-mitos kuno, pertunjukan ini mengajak audiens untuk merenungkan bagaimana mitos dan ilmu gaib terus mempengaruhi keputusan, perilaku, dan persepsi masyarakat. 

“Di era yang diwarnai dengan rasionalitas dan sains, masyarakat masih sering terjebak dalam kabut misteri, takhayul, dan narasi yang dipertanyakan kebenarannya,” tuturnya. 

Sementara itu, seniman visual, Deden Jalaludin Bulqini, mengatakan pertunjukan bukan sebuah karya seni temporer yang dibikin asal-asalan.  eksplorasi tubuh, bunyi, dan teknologi adalah sebuah pertunjukan yang diadaptasi dari berbagai kenyataan yang tengah terjadi masyarakat. 

Baca Juga: Solid Dukung Ridwan Kamil, PKS Pastikan Sudah Move On dari Anies Baswedan

“Ini sebenarnya adalah sebuah cerita sederhana yang kemudian di kamuflase-kamuflase kan menjadi sebuah proyeksi visual. Selama pertunjukan narasi dan dialog yang dihadirkan berasal dari kisah-kisah nyata tentang hoax yang tersebar di media sosial dan memengaruhi banyak orang,” ucapnya. 

“Dialog-dialog antara para karakter akan menggali perdebatan antara kepercayaan yang tidak rasional dengan kebutuhan akan bukti konkret dan ilmu pengetahuan,”tambahnya memungkasi.