Rencana penggabungan Unit Usaha Syariah (UUS) Bank BTN dan Bank Muamalat Indonesia terus bergulir. Meski tak terlibat langsung dalam proses negosiasi bisnis, Kementerian BUMN memberikan lampu hijau kepada BTN untuk bernegosiasi dengan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). 

Menteri BUMN, Erick Thohir, menuturkan, merger dua perbankan syariah itu akan menambah portofolio BUMN dalam hal kepemilikan bank syariah, di mana sebelumnya sudah ada Bank Syariah Indonesia (BSI). Menurutnya, kehadiran merger BTN dan Bank Muamalat tersebut justru dapat menghindari BSI dari praktik monopoli bisnis perbankan syariah di dalam negeri.

Dia menilai, untuk mendorong ekonomi syariah berkembang lebih cepat di Indonesia, BSI harus memiliki lawan tanding. Hasil merger Muamalat dan BTN Syariah menurutnya akan menjadi bank ke-16 terbesar di Indonesia.

“Finansial syariah itu untuk saat ini sesuatu yang menarik. Kalau BTN sama Muamalat jadi kan dia masuk 16 besar, sehingga antara BSI dan market ada pesaing juga BSI. Kan kita gak boleh industri kita jadi monopolistik kan, kita harus ada balance," kata Erick, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Sebagaimana diketahui, persaingan industri perbankan syariah saat ini dinilai tidak sehat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), di mana BSI memiliki pangsa aset besar, sementara bank syariah lainnya memiliki aset tergolong kecil. 

BSI sendiri mencatatkan aset per September 2023 sebesar Rp319,85 triliun. Aset BSI sangat berbeda jauh dibandingkan bank umum syariah lainnya, seperti Bank Muamalat Indonesia (Rp66,2 triliun), Bank Riau Kepri Syariah (Rp28,24 triliun), Bank Aceh Syariah (Rp28,23 triliun), dan Bank BTPN Syariah (Rp21,95 triliun).

Rencana penggabungan antara UUS Bank BTN dan Bank Muamalat diperkirakan akan mampu menghasilkan aset sebesar Rp114,61 triliun. Sebab, UUS milik bank BTN mencatatkan aset sebesar Rp48,41 triliun. 

Apabila rencana konsolidasi ini berhasil, bank hasil konsolidasi akan mampu menjadi pesaing utama dari bank BSI. Terlebih lagi jika pemerintah kemudian menjadi bank hasil konsolidasi menjadi Bank BUMN, ini akan menjadikan persaingan bank syariah di Indonesia menjadi lebih kompetitif dan menarik.

Namun sayangnya, rencana tersebut belum menemui titik terang. Hasil due diligence yang dijadwalkan pada April lalu juga masih dinantikan.

Aset Kedua Bank

Berdasarkan laporan keuangan per 30 September 2023, aset gabungan Bank Muamalat dengan BTN diperkirakan mencapai Rp114,6 triliun, hampir separuh dari aset PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS). Dengan begitu, jika merger terealisasi, Bank Muamalat dan UUS BTN menjadi bank syariah dengan aset terbesar kedua setelah BSI. 

Sementara itu, UUS BTN tercatat memiliki aset senilai Rp48 triliun, dan diperkirakan bakal tembus di atas Rp50 triliun pada publikasi kinerja akhir tahun 2023. Ini sejalan dengan terbitnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah (POJK UUS). 

POJK UUS tersebut adalah turunan dari Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), di mana bank yang memiliki UUS dengan aset gabungan lebih dari 50% dan/atau total aset UUS mencapai lebih dari Rp50 triliun wajib untuk melakukan spin off. UUS BTN telah memenuhi kriteria wajib spin off tersebut. 

Baca Juga: Rencana Merger XL Axiata dan Smartfren di Indonesia, MergeCo Siap Debut?

Ditolak MUI

Rencana penggabungan dua bank syariah ini mendapat penolakan dari sebagian pihak karena dinilai akan memberikan kerugian. Salah satunya datang dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas, mengatakan bahwa pihaknya berharap BMI tetap dengan paradigmanya dari umat, milik umat, bersama umat, dan untuk umat. Penolakan merger tersebut muncul dengan beberapa pertimbangan, salah satunya mempertahankan warisan para pendiri terdahulu yang telah bersusah payah mendirikan Bank Muamalat.

Selain itu, menurut Anwar, akan ada pengabaian amanat konstitusi apabila penggabungan ini masih terus dilaksanakan. Efisiensi yang terjadi adalah efisiensi yang tidak berkeadilan, di mana hal ini bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 33 Ayat 4. 

Penggabungan dua bank syariah ini dikhawatirkan akan mengurangi keberpihakan sektor perbankan terhadap para pelaku UMKM karena bank hasil merger akan fokus pada nasabah kelas besar dan meninggalkan kelompok kecil.

Berbeda dengan MUI, Kementerian Agama merestui rencana penggabungan usaha atau merger PT Bank BTN Syariah dan PT Bank Muamalat.  Wakil Menteri Agama, Saiful Rahmat Dasuki, mengatakan, merger kedua bank syariah tersebut merupakan bagian dari penguatan. Menurutnya rencana merger kedua bank syariah ini diharapkan mengembangkan sistem keuangan syariah di Indonesia.

Baca Juga: Dukung Pertumbuhan Investasi di Indonesia, Bank BTPN Resmi Menjadi Bank Kustodian

Keuntungan Merger

Mohammad Nur Rianto Al Arif, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, menilai, ada beberapa keuntungan yang didapat dari penggabungan dua bank syariah ini.  Pertama, secara nilai aset kedua bank yang akan digabungkan ini seimbang, tidak ada salah satu bank yang terlalu mendominasi. Hal ini tentu akan berdampak positif pasca penggabungan kedua bank syariah ini. 

Kedua, melalui merger kedua bank dapat menggabungkan produk dan layanan mereka, sehingga dapat meningkatkan diversifikasi portofolio pasca konsolidasi. Kedua bank syariah ini memiliki kekuatan segmen masing-masing. 

Ketiga, merger kedua bank ini akan mampu menghasilkan efisiensi biaya yang signifikan. Hal ini dapat terjadi melalui pengurangan biaya overhead, penggabungan sistem teknologi informasi, dan optimalisasi rantai pasokan. 

Keempat, dengan ukuran yang lebih besar, bank hasil merger dapat memiliki lebih banyak sumber daya untuk bersaing dalam industri perbankan yang semakin kompetitif. Ini bisa termasuk kemampuan untuk melakukan investasi dalam teknologi yang lebih canggih, mengembangkan produk baru, dan meningkatkan jangkauan geografis. 

Kelima, jika merger berhasil dilakukan dengan baik dan memberikan hasil yang positif, hal ini dapat menghasilkan peningkatan nilai bagi pemegang saham kedua bank terlebih Bank Muamalat sudah tercatat sebagai Bank Terbuka dan dalam waktu dekat akan mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia. 

Apabila merger ini berhasil dilakukan, maka Bank Muamalat dapat digunakan sebagai entitas cangkang. Untuk nama bank hasil merger dapat mempertahankan nama Bank Muamalat agar kekhawatiran mengenai hilangnya warisan pendahulu dalam melahirkan bank syariah di Indonesia dapat diminimalisir.

Baca Juga: Sempat Sentuh Rp16.000, Bank Indonesia: Kami Optimis Rupiah Stabil dan Cenderung Menguat

Molor dari Target Awal

PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) buka suara terkait rencana merger yang akan dilakukan oleh Unit Usaha Syariah dengan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk.

Direktur Utama BTN, Nixon L.P. Napitupulu, mengatakan, pihaknya belum dapat menjelaskan lebih jauh terkait aksi korporasi tersebut karena adanya keterlambatan data dari Kantor Akuntan Publik (KAP). Bahkan, data yang dikumpulkan molor dari target awal. Sebelumnya, Nixon mengatakan proses uji kelayakan akan rampung pada April 2024.

Nixon bilang, proses pengumpulan data yang paling lama terkumpul adalah data terkait dengan kredit sehingga perusahaan belum dapat mengambil keputusan apa pun sampai semua data-data yang diperlukan dalam aksi korporasi tersebut lengkap. Dia juga mengatakan, dalam uji tuntas terhadap calon perusahaan yang akan diakuisisi tersebut harus memperhatikan sekurang-kurangnya 4 poin, yakni portofolio finansial, hukum dan kontrak, teknologi, dan kesiapan sumber daya manusia (SDM).

"Belum selesai ada keterlambatan data yang kita terima KAP molor jadi belum selesai," ujarnya dalam konferensi pers di Menara BTN, Kamis (25/4/2024).

Sementara itu, Corporate Secretary Bank, Muamalat Hayunaji, juga mengatakan pihaknya belum bisa memastikan apakah akuisisi bank yang dikendalikan sahamnya oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) itu akan terjadi.

"Dapat kami sampaikan bahwa saat ini proses due diligence masih terus berjalan. Terkait dengan tindak lanjutnya, kami akan mengikuti strategi dan arahan dari Pemegang Saham Pengendali Bank Muamalat,” kata Hayunaji.

Baca Juga: Sequis Financial dan Bank ICBC Indonesia Luncurkan Produk Asuransi Tradisional

Belum Ada Permohonan Tertulis

Terkait perkembangan terbaru soal merger antara BTN Syariah dengan Bank Muamalat,  Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengatakan, hingga saat ini pihaknya belum menerima permohonan tertulis terkait rencana merger kedua bank tersebut.

"Sampai dengan saat ini belum terdapat permohonan tertulis kepada OJK terkait rencana aksi korporasi dimaksud," ujarnya dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu (19/5/2024).

Dian mengatakan, OJK telah melakukan fungsi pengawasan sesuai ketentuan, termasuk berkomunikasi dengan pihak-pihak terkait. OJK juga bersikap objektif dalam memberikan persetujuan terhadap rencana akuisisi tersebut. Artinya, jika proposal tersebut memenuhi persyaratan yang berlaku, maka OJK akan memberikan persetujuan kepada BBTN untuk mengakuisisi Bank Muamalat.

Baca Juga: Grand Launching PermataBank Private di Thailand, Tawarkan Layanan Eksklusif Bagi Nasabah