Menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia tentunya perlu usaha dan kerja keras yang kuat. Kegigihan yang dilakukan Dato Sri Tahir tentunya menjadi inspirasi bagi masyarakat di Indonesia. 

Dato Sri Tahir dikenal sebagai seorang pengusaha yang sukses dan memiliki beberapa unit usaha di bawah holding company Mayapada Group tersebut, meliputi sektor perbankan, properti, rumah sakit, media cetak dan televisi, dan lain-lain. 

Bahkan, Ia masuk ke dalam daftar orang terkaya di Indonesia ke-8 dan ke-626 dunia menurut Forbes tahun 2024. 

Gelar Dato sendiri diperoleh dari Sultan Pahang, Malaysia, karena perannya membantu menyelesaikan konflik antara perusahaan dan masyarakat setempat.

Lantas, bagaimana kisah sukses dari Dato Sri Tahir tersebut? Seperti dilansir dari berbagai sumber, berikut OIenka ulas kisahnya.

Kisah Tahir Muda

Di balik kesuksesannya saat ini, Tahir pernah melalui kehidupan yang sulit. Pria yang lahir di Surabaya, 26 Maret 1952, dari sebuah keluarga yang tergolong kurang mampu. 

Ia merupakan anak dari pasangan Ang Boen Ing dan Lie Tjien Lien yang berprofesi sebagai pembuat becak, dan sang ibu yang menjaga sebuah toko kecil. Meski berasal dari kondisi serba terbatas secara ekonomi, kisah sukses Tahir dimulai dari situ. 

Dengan kondisi yang penuh keterbatasan ekonomi, Tahir tumbuh sebagai anak yang berprestasi di bidang pendidikan. Tahir menuntaskan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Kristen Petra Kalianyar Surabaya pada 1971 silam lalu melanjutkan kuliah di Taiwan. Namun, takdir seperti menuntunnya.

Ia merasa tak betah dan cocok menjalani pendidikan di negeri itu. Terlebih ketika ia mendapat kabar bahwa ayah yang menjadi tulang punggung keluarga sakit dan tidak bisa membiayai keluarga serta pendidikannya. 

Mendengar kabar itu, ia langsung pulang dan meneruskan usaha ayahnya. Meski kondisi kesehatan ayahnya membaik, Tahir tetap enggan meneruskan pendidikannya ke Taiwan.

Saat usianya menginjak 20 tahun, Tahir mendapatkan jalan hidup baru. Dia menerima beasiswa di sekolah bisnis di Nanyang Technological University di Singapura. Di situlah jalan hidupnya menjadi pengusaha bermula. Bermodal Rp700 ribu yang ia dapat dari ibunya, ia manfaatkan waktu luang di sela kesibukan kuliah untuk berdagang.

Biasanya, ia membawa satu sampai dua koper untuk diisi dengan berbagai barang belanjaan dari Singapura untuk dijual di Indonesia. Saat baru berdagang, ia mengaku tidak ada yang membimbing sama sekali. Semua ia kerjakan sendiri. Padahal, di negeri itu, ia tak bisa Bahasa Inggris sama sekali. Yang ia tahu hanya beberapa kata, how much dan discount. Tapi, kelemahan tersebut tak lantas membuat Tahir minder. Justru dengan keuletan itu usahanya akhirnya berkembang.

"Bahasa Inggris juga kacau ya orang Surabaya, bukan dari Jakarta, tapi Suroboyo. Itu pengalaman yang bagus untuk saya, saya ke Singapura, tinggal di losmen. Jadi inang-inang (berdagang). Itu sendiri ya, kesendirian membuat saya tabah hari ini," katanya, dikutip dari CNNINdonesia.

Lulus dari Nanyang, Tahir melebarkan sayap usahanya. Ia membangun bisnis leasing yang menjual sekaligus memberikan kredit mobil. Nama Mayapada yang sekarang ini membesar, sudah ia gunakan untuk bisnis itu. Tapi sayang, usaha itu gagal. Tahir bangkrut dan bahkan sempat terlilit utang hingga lebih dari US$10 juta.

Baca Juga: Besarnya Rasa Cinta Sang Filantropis Dato Sri Tahir untuk Sang Ibunda