Chief Economist PermataBank, Josua Pardede, menilai bahwa redenominasi rupiah merupakan agenda yang layak dan bermanfaat, namun dengan catatan bila hal itu diluncurkan pada periode stabil dan dieksekusi dengan disiplin. Pasalnya, redenominasi rupiah tidak hanya soal mata uang itu sendiri, tetapi juga memberi efek domino terhadap pasar investasi nasional.
Josua Pardede mengungkapkan bahwa di luar nilai tukar, efek domino redenominasi rupiah terhadap pasar investasi nasional terutama muncul pada sisi teknis, persepsi, dan tata kelola pasar, bukan pada nilai intrinsik aset. Ia mencontohkan, di pasar saham, penurunan angka nominal harga saham akan diikuti penyesuaian fraksi harga, kelipatan pembentukan indeks, dan sistem pencatatan tanpa mengubah kapitalisasi, kinerja, ataupun rasio fundamental.
Baca Juga: Ekonom Ungkap Dampak Redenominasi Rupiah: Dari Manfaat hingga Risiko yang Perlu Diwaspadai
"Pada periode sangat awal, ini bisa memicu peningkatan aktivitas di saham berharga rendah secara psikologis, namun ini sementara dan dapat diredam dengan edukasi serta pengaturan fraksi dan auto-rejection yang konsisten," jelas Josua kepada Olenka pada Senin, 10 November 2025.
Sementara itu di pasar obligasi, redenominasi rupiah tidak akan menyebabkan perubahan pada nilai pokok, kupon, dan imbal hasil efektif. Josua mengatakan, aspek yang akan berubah hanyalah satuan penulisan dan sistem penyelesaian, termasuk pada SBN ritel, dengan kebutuhan pembaruan perjanjian baku dan prospektus agar tidak menimbulkan sengketa.
"Di reksa dana, nilai aktiva bersih per unit dan minimal pembelian tinggal disesuaikan satuannya sehingga pengalaman nasabah tetap sama," tambahnya.
Lebih lanjut, di pasar uang dan derivatif, angka kuotasi, ukuran kontrak, dan parameter penyelesaian akan mengikuti pengali baru, tetapi nilai ekonomi, risiko, dan perlindungan hukum tetap setara. Josua menegaskan, jika implementasi redenominasi ini berjalan rapi dan komunikasinya efektif, justru ada peluang perbaikan persepsi dan kemudahan komparasi lintas negara yang pada gilirannya mendukung iklim investasi.
Baca Juga: Pernyataan Resmi Bank Indonesia Soal Rencana Menkeu Purbaya Lakukan Redenominasi Rupiah
"Sebaliknya, bila komunikasi lemah dan pengawasan harga longgar, yang muncul adalah kebisingan sementara berupa salah persepsi dan potensi aduan konsumen," tegas Josua.
Maka dari itu, perlu adanya rrancangan masa transisi bertahap, pencantuman dua harga, dan aturan pembulatan yang tegas sebagaimana diuraikan dalam bahan resmi menjadi kunci untuk memastikan efeknya netral terhadap nilai dan positif terhadap tata kelola pasar.
"Intinya, redenominasi adalah agenda yang layak dan bermanfaat bila diluncurkan pada periode stabil dan dieksekusi dengan disiplin," lanjut Josua.
Untuk mengukur kelayakan tersebut, jelas Josua, ukurannya sederhana yakni semakin siap fondasi makro, semakin kondusif politik, dan semakin rapi peta jalur teknis serta komunikasi publik, semakin besar peluang keberhasilan tanpa gejolak.
"Jika tiga prasyarat itu sudah kokoh, waktunya tepat; jika belum, lebih bijak menuntaskan prasyarat sambil menyiapkan transisi, pengawasan harga, dan pembaruan sistem agar manfaat redenominasi hadir tanpa biaya sosial yang tidak perlu," tutupnya.