Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menegaskan negara berhak melarang pengibaran bendera One Piece yang belakangan marak dilakukan jelang HUT RI ke-80.
Menurutnya, larangan tersebut merupakan salah satu upaya untuk melindungi simbol-simbol negara
Baca Juga: Pengibaran Bendera One Piece, Kreativtas atau Tindakan yang Menurunkan Marwah Merah Putih?
“Pelarangan pengibaran bendera tersebut adalah upaya penting menjaga simbol-simbol nasional sebagai wujud penghormatan terhadap negara,” ujar Pigai dilansir Senin (4/8/2025).
Adapun pengibaran bendera hitam bergambar bajak laut bertopi jerami itu belakangan ramai dilakukan.
Masyarakat yang lazimnya mengibarkan Bendera Merah Putih jelang HUT RI memilih mengibarkan bendera tersebut sebagai bentuk protes yang dialamatkan kepada pemerintah. Belakangan pemerintah melarang pengibaran bendera itu dengan berbagai dalih.
Pigai mengatakan, langkah pemerintah ini juga sejalan dengan prinsip-prinsip hukum internasional yang memberi hak kepada negara untuk mengambil sikap terhadap isu-isu yang menyangkut kedaulatan dan stabilitas nasional.
Lebih lanjut, Pigai meyakini bahwa kebijakan ini akan mendapat dukungan dari masyarakat global, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
“Larangan ini selaras dengan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi melalui UU Nomor 12 Tahun 2005. Undang-undang tersebut memungkinkan negara bertindak guna menjaga keamanan nasional,” jelasnya.
Pigai menegaskan bahwa kebijakan pelarangan tersebut bukan bentuk pembatasan atas kebebasan berekspresi, melainkan langkah strategis untuk melindungi kepentingan nasional di tengah momen penting seperti HUT RI.
“Saya berharap masyarakat memahami bahwa larangan ini bertujuan menjaga keutuhan bangsa dalam momentum bersejarah seperti Hari Kemerdekaan,” tegasnya.
Baca Juga: Presiden Prabowo Diminta Segera Susun Petunjuk Teknis Terkait Kopdes Merah Putih
Ia juga menyebut langkah pemerintah menunjukkan sinergi antara hukum nasional dan internasional dalam melindungi stabilitas negara.
“Ini bukan soal membatasi ekspresi warga negara, tapi bagian dari upaya negara menjaga core of national interest,” pungkas Pigai.