Ulkus dekubitus atau pressure injury merupakan kondisi luka pada kulit dan jaringan di bawahnya akibat tekanan berkepanjangan yang sering terjadi pada pasien lansia dengan keterbatasan mobilitas. Salah satu faktor yang semakin mendapat perhatian dalam upaya pencegahannya adalah kelembapan kulit, khususnya di area tubuh yang tertutup popok seperti sakrum.
dr. Rinadewi Astriningrum, Sp.D.V.E, Subsp.D.A, FINSDV, perwakilan Persatuan Dokter Spesialis Kulit Indonesia (Perdoski) sekaligus anggota tim riset dari Clinical Research Supporting Unit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (CRSU-FKUI), menjelaskan bahwa kelembapan kulit yang berlebih, baik akibat keringat maupun inkontinensia urin dan feses, dapat menyebabkan maserasi atau pelunakan kulit yang pada akhirnya meningkatkan risiko luka tekan.
"Pasien dengan inkontinensia urin atau feses memiliki risiko lebih tinggi mengalami ulkus dekubitus, bahkan peningkatannya bisa mencapai hingga 5%. Kelembapan membuat kulit lebih rentan rusak dan mudah terluka," ujar dr. Rinadewi, saat acara konferensi pers dan peluncuran produk baru PT Uni-Charm Indonesia Tbk, Lifree, dengan tema “Good Skin, Good Sleep with Lifree 100% breathable material” di Mandarin Oriental Hotel, Jakarta, Rabu (28/5/2025) lalu.
Selain faktor kelembapan, kata dr. Rinadewi, ulkus dekubitus juga disebabkan oleh tekanan, gaya geser, dan gesekan. Namun demikian, terdapat pula faktor intrinsik yang berasal dari dalam tubuh pasien, seperti keterbatasan mobilitas karena stroke atau penyakit berat, kondisi kronis seperti diabetes melitus, serta malnutrisi. Faktor-faktor ini tidak hanya meningkatkan risiko luka, tetapi juga menghambat proses penyembuhan.
"Penuaan kulit dan kekurangan nutrisi, seperti anemia atau defisiensi protein, juga menjadi penyebab luka sulit sembuh. Semua ini merupakan bagian dari faktor intrinsik yang perlu ditangani secara menyeluruh," tambahnya.
Baca Juga: Penelitian Unicharm dan CRSU FKUI Ungkap Peran Popok Dewasa dalam Cegah Iritasi Kulit Lansia
Dikatakan dr. Rinadewi, ulkus dekubitus diklasifikasikan berdasarkan tingkat keparahannya. Mulai dari permukaan kulit yang hanya tampak kemerahan (stage 1), lecet atau luka dangkal (stage 2), luka lebih dalam hingga ke jaringan lunak (stage 3), hingga luka berat yang bisa mengekspos tulang (stage 4). Dalam beberapa kasus, luka tampak ringan di permukaan tetapi kerusakan jaringan sudah terjadi jauh lebih dalam.
Adapun, lanjutnya, pengobatan ulkus dekubitus tergantung pada tingkat keparahan luka. Untuk kasus ringan (stage 1 dan 2), penanganan bisa dilakukan oleh dokter spesialis kulit, atau yang kini dikenal juga sebagai dokter spesialis gerontodermatologi. Namun untuk luka berat, penanganan lanjutan sering kali memerlukan intervensi dari dokter bedah.
Meski demikian, pencegahan tetap menjadi kunci utama dalam menjaga kesehatan kulit lansia. dr. Rinadewi mengingatkan pentingnya pendekatan holistik dengan mengacu pada panduan SSKIN dari UK National Health Service.
SSKIN sendiri kata dia merupakan akronim dari Surface, yaitu penggunaan alas tidur yang mendukung distribusi tekanan; Skin, memantau kondisi kulit secara berkala; Keep moving, mendorong perubahan posisi secara rutin; Incontinence management, pengelolaan inkontinensia yang tepat agar kulit tidak lembap terlalu lama; serta Nutrition and hydration, memastikan kebutuhan gizi dan cairan terpenuhi untuk memperkuat daya tahan kulit dan mempercepat penyembuhan luka.
"Sebagai spesialis kulit, saya menekankan pentingnya menjaga kebersihan dan hidrasi kulit, terutama di area tertutup popok. Penggunaan produk perawatan kulit yang tepat, menjaga kulit tetap kering, serta mengganti popok secara rutin menjadi bagian dari langkah preventif yang penting," pungkas dr. Rinadewi.