Presiden Joko Widodo (Jokowi) pertama kali menjabat pada 2014 silam. Memasuki akhir masa jabatannya di periode kedua, Jokowi terhitung telah memimpin Indonesia selama 10 tahun. Dalam masa itu, berbagai pencapaian terjadi, salah satunya dalam bidang ekonomi.
Tercatat, ekonomi Indonesia mampu tumbuh sebesar 5,08 persen year on year (yoy) selama semester pertama tahun ini. Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada rentang 5 hingga 5,2 persen sepanjang tahun 2024 dengan faktor pendorong utamanya dari konsumsi rumah tangga dan investasi.
Baca Juga: Dato Sri Tahir Bicara Soal Grand Plan Ekonomi Pemerintahan Jokowi
Meski begitu, terdapat berbagai variabel yang mendukung pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dalam hal kesejahteraan masyarakat, pertumbuhan ekonomi terlihat, di antaranya, dari tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran, dan gini ratio.
Tingkat Kemiskinan di Indonesia 2014-2024
Data tingkat kemiskinan Indonesia berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) periode Maret 2014-Maret 2024:
- Tahun 2014 sebesar 11,25% sebanyak 28,28 juta orang;
- Tahun 2015 sebesar 11,22% sebanyak 28,59 juta orang;
- Tahun 2016 sebesar 10,86% sebanyak 28,01 juta orang;
- Tahun 2017 sebesar 10,64% sebanyak 27,77 juta orang;
- Tahun 2018 sebesar 9,82% sebanyak 25,95 juta orang:
- Tahun 2019 sebesar 9,41% sebanyak 25,14 juta orang;
- Tahun 2020 sebesar 9,78% sebanyak 26,42 juta orang;
- Tahun 2021 sebesar 10,14% sebanyak 27,54 juta orang;
- Tahun 2022 sebesar 9,54% sebanyak 26,26 juta orang;
- Tahun 2023 sebesar 9,36% sebanyak 25,90 juta orang;
- Tahun 2024 sebesar 9,03% sebanyak 25,22 juta orang.
Mengacu data BPS, dalam periode pertama kepemimpinan Presiden Jokowi, tingkat kemiskinan berhasil diturunkan secara berkelanjutan dari 11,25% di tahun 2014 menjadi 11,22% di tahun 2015; 10,86% di tahun 2016; 10,64% di tahun 2017; turun lagi jadi 9,82% di tahun 2018; serta 9,41% di tahun 2019.
Akan tetapi, di awal pemerintahan Presiden Jokowi pada periode kedua, tingkat kemiskinan Indonesia kembali naik menjadi 9,78% di tahun 2020 dan 10,14% di tahun 2021. Penyebab terbesar dari kembali naiknya tingkat kemiskinan tersebut adalah adanya pandemi Covid-19 yang mulai memasuki Indonesia di awal tahun 2020.
Saat Covid-19 mulai mereda dan terjadi perbaikan pertumbuhan ekonomi sejak tahun 2022, tingkat kemiskinan di Indonesia kembali dapat ditekan. Di tahun 2022, tingkat kemiskinan diturunkan kembali ke angka 9 persen, tepatnya menjadi 9,54%. Angka tersebut terus turun menjadi 9,36% di tahun 2023 dan tercatat sebesar 9,03% di tahun 2024 ini.
Plt Sekretaris Utama BPS, Imam Machdi, sempat menjelaskan, pada Maret 2024, tingkat kemiskinan di perdesaan mencapai 11,79%, sedangkan di perkotaan 7,09%. Sementara itu, masyarakat yang dikategorikan berada di garis kemiskinan oleh BPS ditetapkan sebesar Rp582.932 per kapita per bulan.
Secara lebih rinci, garis kemiskinan di perkotaan per Maret 2024 sebesar Rp601.870, sedangkan di pedesaan sebesar Rp556.870. Garis kemiskinan tersebut mayoritas dipicu oleh komponen makanan yang menjadi komoditas utama pengeluaran masyarakat dengan porsi 74,44% dan sisanya 25,56% dari sisi bukan makanan.