Guna menangani tingkat pengangguran di Indonesia, beragam kebijakan telah diluncurkan Jokowi. Saat awal menjabat, Jokowi merencakan sejumlah paket kebijakan ekonomi berupa fasilitas insentif bagi industri guna membuka lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya. Salah satunya lewat berbagai insentif untuk membangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Plt Sekretaris Jenderal Dewan Nasional KEK, Rizal Edwin Manansang, menerangkan, secara kumulatif, realisasi investasi KEK dari tahun 2012 hingga semester I-2024 senilai Rp205,2 triliun. Sementara itu, tenaga kerja secara kumulatif yang dapat diserap hingga Juni 2024 mencapai 132.227 orang.
Baca Juga: Hadir di KEK Kendal, Jokowi Resmikan Pabrik Anoda Baterai Lithium Terbesar Kedua di Dunia
Selanjutnya, bersama Ma’ruf Amin, Jokowi berusaha meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia lewat program Kartu Prakerja. Program ini dirancang sebagai bantuan pelatihan untuk para pencari kerja dan korban PHK dengan tujuan memberikan bekal para pekerja untuk bersiap mendapatkan dan mencari pekerjaan baru. Saat terjadi pandemi Covi-19, Kartu Prakerja sedikit digeser kegunaannya menjadi semi bansos karena digunakan sebagai jaring pengaman sosial bagi mereka yang menjadi korban PHK.
Selain itu, pemerintah juga berusaha memberdayakan para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) atau yang dikenal juga dengan Tenaga Kerja Mandiri (TKM). Oleh karena itu, beragam program untuk membuat UMKM Naik Kelas pun diluncurkan, salah satunya lewat lembaga pelatihan kerja seperti BLK/LLK.
Gini Ratio di Indonesia Periode 2014-2024
Rasio gini (gini ratio) atau koefisien adalah alat mengukur derajat ketidakmerataan distribusi penduduk. Ini didasarkan pada kurva Lorenz, yaitu kurva pengeluaran kumulatif yang membandingkan distribusi dari suatu variabel tertentu (misalnya pendapatan) dengan distribusi uniform (seragam) yang mewakili persentase kumulatif penduduk.
Di Indonesia, rasio gini digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh di suatu wilayah yang berkisar antara 0 dan 1. Rasio gini bernilai 0 artinya terjadi pemerataan sempurna, sedangkan rasio gini bernilai 1 artinya terjadi ketimpangan sempurna. Kategori ketimpangan rendah terjadi jika rasio gini berada di antara 0 dan 0,3. Kategori ketimpangan moderat terjadi jika rasio gini berada di antara 0,3 hingga 0,5, sedangkan kategori ketimpangan tinggi terjadi apabila rasio gini berada di atas 0,5.
Baca Juga: Siapa Sih Mulyono yang Disebut-sebut Jegasl Anies Baswedan?
Pada Maret 2024, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur menggunakan gini ratio adalah sebesar 0,379. Angka ini menurun 0,009 poin jika dibandingkan dengan gini ratio Maret 2023 yang sebesar 0,388 dan menurun 0,002 poin jika dibandingkan dengan gini ratio September 2022 yang sebesar 0,381.
Berikut tingkat gini ratio di Indonesia periode 2014-2024:
- Maret dan September 2014: 0,315 dan 0,33;
- Maret dan September 2015: 0,41 dan 0,40;
- Maret dan September 2016: 0,397 dan 0,394;
- Maret dan September 2017: 0,393 dan 0,391;
- Maret dan September 2018: 0,389 dan 0,384;
- Maret dan September 2019: 0,382 dan 0,380;
- Maret dan September 2020: 0,381 dan 0,385;
- Maret dan September 2021: 0,384 dan 0,381;
- Maret dan September 2022: 0,384 dan 0,381;
- Maret 2023: 0,388;
- Maret 2024: 0,379.
Dalam hal gini ratio, Jokowi sempat menerangkan akan melakukan tiga hal besar guna menekan angka ketimpangan di Indonesia. Ketiganya adalah reformasi agraria dan redistribusi aset, memperluas akses permodalan, dan membangun sumber daya manusia melalui vokasional training.
Secara rinci, program yang dimaksud Jokowi salah satunya adalah pemerataan infrastruktur sebagai langkah percepatan pertumbuhan ekonomi di daerah. Selain itu, alokasi anggaran untuk sektor pendidikan dan kesehatan juga diprioritaskan. Pemerintah diwajibkan menyediakan alokasi anggaran sebesar 20 persen yang dikhususkan untuk sektor pendidikan.
Selanjutnya, pemerintah memastikan penyaluran subsidi agar tepat sasaran dan efisien. Jokowi menegaskan bahwa subsidi pemerintah hanyalah ditujukan bagi 40 persen lapisan masyarakat ekonomi terbawah, seperti subsidi gas elpiji, subsidi pupuk, subsidi benih, dan yang lainnya.