Dato Sri Tahir, namanya tersohor sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia. Menyandang status konglomerat tak membuat Dato Sri Tahir bersikap jemawa. Sebaliknya, ia justru dikenal sebagai sosok yang dermawan dan gemar beramal untuk kemanusiaan.

Kesuksesan Dato Sri Tahir saat ini tentu bukan suatu hal yang didapat secara instan. Kerja keras dan keuletan dalam membangun bisnis turut menjadi faktor penentu kesuksesan seorang Dato Sri Tahir, utamanya dalam mengembangkan Mayapada Group.

Bagaimana kisah sukses dan perjalan hidup Dato Sri Tahir? Simak selengkapnya dalam ulasan berikut.

Masa Kecil Dato Sri Tahir

Dato Sri Tahir lahir di Surabaya, 26 Maret 1952. Ia merupakan putra dari pasangan Ang Boen Ing dan Lie Tjien Lien. Bisa dikatakan, Dato Sri Tahir tumbuh di tengah keluarga yang kurang mampu.

Baca Juga: Cara Dato Sri Tahir Menanamkan Tanggung Jawab pada Anak, Seperti Apa?

Semasa Dato Sri Tahir kecil, ayahnya berprofesi sebagai orang yang membuat dan menyewakan becak, sedangkan sang ibu membantu mengecat becak-becak buatan Ang Boen Ing. Tahir mengatakan, setoran-setoran dari penyewa becak itulah yang kemudian menghidupi keluarganya.

"Background saya adalah keluarga yang kurang mampu. Orang tua hanya menyewakan becak. Secara tidak langsung, sebetulnya tukang becak itu dengan setoran-setoran hariannya yang menghidupkan kami," ungkap Tahir dalam wawancara eksklusif bersama Olenka pada 22 April 2024 lalu.

Dengan kondisi yang penuh keterbatasan ekonomi, Tahir tumbuh sebagai anak yang berprestasi di bidang pendidikan. Tahir menuntaskan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Kristen Petra Kalianyar Surabaya pada 1971 silam. 

Awalnya, Tahir memiliki cita-cita untuk berkuliah di bidang kedokteran. Namun, cita-cita itu sirna tatkala sang ayah jatuh sakit dan tak mampu lagi membiayai ekonomi keluarga. Kondisi tersebut tak membuat Tahir menyerah pada keadaan.

Dengan ketekunan yang ia miliki, Tahir akhirnya mampu mendapatkan beasiswa untuk bersekolah bisnis di Nanyang Technological University, Singapura pada tahun 1972.

Di usia yang kala itu masih 20 tahun, Tahir sudah mampu melihat peluang untuk menambah penghasilan dan membiayai studinya. Tahir pun memulai usaha, yakni membeli barang-barang seperti pakaian dan sepeda di Singapura lalu ia jual kembali di Surabaya.

Baca Juga: Cerita Dato Sri Tahir soal Latar Belakang Keluarga: Saya Hidup dari Setoran Sewa Becak

Tak berhenti sampai di sana, Tahir melanjutkan pendidikan dengan menempuh jurusan keuangan di  Golden Gates University, California, Amerika Serikat saat umur 35 tahun. Ia sangat memahami pentingnya pendidikan untuk kemajuan hidup. Bahkan, Tahir ikut dalam ujian terbuka bagi promosi doctor Universitas Gadjah Mada dari Program Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan. Ia pun lulus sebagai doktor dengan predikat cum laude pada tahun 2016.

"Menurut saya, pendikan mengubah nasib Indonesia dan kesehatan menunjukkan kualitas hidup kita. Itulah yang membuat saya terus terjun ke dua hal tersebut," tegas Tahir.

Membangun Bisnis Mayapada Group

Seusai kuliah, Dato Sri Tahir memantapkan diri untuk membangun bisis yang lebih serius. Tahir memulai bisnis dengan masuk ke sektor garmen. Keberhasilan bisnis tersebut menambah kepercayaan diri Tahir untuk mengembangkan bisnis lain, terutama di sektor keuangan. 

Hingga pada akhirnya, Tahir mendirikan Mayapada Group pada tahun 1986 silam. Di bawah kendali Tahir, Mayapada merambah berbagai sektor bisnis, seperti dealer mobil, perbankan, hingga kesehatan. Tiga tahun berselang atau tepatnya 1989, Tahir resmi mendirikan Bank Mayapada.

Tak disangka, bisnis perbankan milik Tahir justru tahan banting tatkala terjadi krisis moneter pada tahun 1998 silam. Sebab, Bank Mayapada tidak mengambil kredit dari bank asing sehingga tak bergantung pada kurs saat itu. Bahkan, Tahir melakukan ekspansi bisnis perbankan hingga memiliki lebih dari 100 cabang di seluruh Indonesia. Tak hanya sektor perbankan, bisnis Tahir di sektor kesehatan melalui Mayapada Hospital yang ia bangun sejak tahun 2008 juga tumbuh hingga saat ini.

Kesuksesan dalam Kacamata Tahir

Mungkin tak sedikit orang menilai bahwa hidup Dato Sri Tahir saat ini begitu sempurna. Bisnis berkembang dan diliputi kesuksesan dalam hidup. Namun, rupanya Tahir memiliki cara sendiri untuk memandang sebuah kesuksesan hidup.

Sebagian besar orang memaknai sebuah kesuksesan ketika memiliki karier cemerlang dan uang melimpah. Uang dan karier seakan menjadi variabel penting untuk menentukan sukses atau tidaknya seseorang. Namun bagi Tahir, sukses bukan semata soal berapa banyak uang yang dimiliki, melainkan lebih kepada bagaimana cara seseorang mengelola cara berpikirnya. 

Ia berpesan bahwa jangan sampai seseorang terjebak dalam hal berbau materi saat membicarakan kesuksesan. Jika demikian, bagi Tahir hal itu sangat disayangkan.

"Jadi, kita melihat cara kesuksesan itu berbeda-beda. Yang paling dangkal yaitu, 'uangnya berapa?, 'orang kaya ke-10', tapi sebenarnya itu yang sangat disayangkan," imbuhnya.

Terlebih lagi, lanjut Tahir, harta dan kekayaan yang kerap menjadi simbol kesuksesan ini hanyalah titipan dari Tuhan. Sebagai manusia, ia hanya berhak untuk mengelola titipan tersebut dengan sebaik-baiknya.

"Harta itu, di semua kitab suci, di semua agama, tidak pernah mengatakan kita punya hak milik atas harta. Kita hanya (punya) hak mengelola. Saya yakin di Muslim, di Kristen, sama," ungkap Tahir kepada Olenka.

Hidup Bermanfaat untuk Kemanusiaan

Cara pandang Tahir mengenai kesuksesan dan harta kekayaan selaras dengan visi hidup yang ia miliki, yakni menjadi orang yang bermanfaat bagi banyak pihak, terutama untuk kemanusiaan.

Tahir mengatakan, apa yang ia dapatkan saat ini merupakan pemberian dari Tuhan yang perlu dikelola dengan baik. Untuk itulah, Tahir memilih jalan kemanusiaan sebagai wadah untuk menyalurkan kebaikan.

"Kalau memang itu adalah keyakinan kita, maka kita minta Tuhan kasih hikmat supaya kita mengelola (harta) dengan baik," tambahnya.

Benar saja, Tahir menunjukkan komitmen tersebut hingga dikenal sebagai sosok filantropis Indonesia. Bahkan, ia mendirikan Tahir Foundation yang bergerak di bidang amal dan fokus pada bidang pendidikan serta kesehatan.

Melalui yayasan nirlaba Tahir Foundation, Dato Sri Tahir pernah memberikan sumbangan hingga Rp950 miliar untuk aksi amal penanggulangan TBC, HIV, dan juga malaria di Indonesia. Ia pun sempat membantu para nelayan dan petambak yang kala itu sedang merugi akibat banjir dengan menggelontorkan uang sebesar Rp100 miliar.

Tahir juga sering berkontribusi dalam sektor kesehatan, pendidikan dan reformasi hukum. Hal tersebut dibuktikan ketika ia menginvestasikan USD200 juta dalam kemitraan dengan Bill and Melinda Gates Foundation.

Hal itu ia lakukan sebagai salah satu bentu tanggung jawab dirinya kepada Tuhan. Ia berharap, ketika kelak menghadap Tuhan, ia mampu menunjukkan rapor kehidupan yang baik dari semua yang dilakukan semasa di dunia.

"Pertanyaan saya ke diri saya sendiri, lain hari saya bawa rapor apa ke hadapan Gusti Allah? Saya mau bawa rapor yang Gusti Allah bilang, 'Ini pas' lah, nggak usah cumlaude, tapi pas. Itu saya sudah Puji Tuhan," katanya lagi.