Dato Sri Tahir menjadi orang terkaya ke-7 di Indonesia versi Forbes. Kekayaan Tahir per awal Oktober 2024 ini mencapai US$5,9 miliar atau setara dengan Rp89,6 triliun. Namun yang perlu diketahui, kekayaan dan pencapaian Tahir saat ini adalah buah kerja kerasnya sejak dulu.
Tahir dikenal sebagai pengusaha yang tidak mudah menyerah. Berasal dari keluarga yang kurang berada, mental pun Tahir ditempa dalam membangun usaha.
Bank Mayapada sendiri merupakan buah keuletan dan kegigihan Tahir dalam merintis usaha. Meski Tahir memiliki hubungan keluarga dengan Mochtar Riady (mertua Tahir), namun Mayapada adalah sebuah bisnis yang berhasil dibangun oleh seorang ahli, bukan karena ada hubungan keluarga.
Keberhasilan di bisnis sektor perbankan itu pun akhirnya mengantarkan pria yang bernama asli Ang Tjoen Ming itu memperluas gurita bisnisnya hingga menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia.
Nah Growthmates, perjalanan Tahir menjajal bisnis perbankan ini pun tertuang dalam buku karya Alberthiene Endah yang bertajuk Living Sacrifice. Dalam buku biografinya itu, Tahir pun menceritakan hal yang terduga terkait sang mertua.
Saat merintis Bank Mayapada, tanpa diduga sang mertua yang terkenal sebagai bankir jenius tiba-tiba menawarkan permintaan kerjasama kepada Tahir. Namun, tanpa ragu pula, Tahir dengan tegas menolak tawaran sang taipan tersebut.
Bagaimana kisah selanjutnya? Berikut Olenka ulas selengkapnya.
Baca Juga: Kisah Dato Sri Tahir Terjun ke Bisnis Perbankan dan Mendirikan Bank Mayapada
Tawaran Tak Terduga dari Sang Mertua
Bank Mayapada merupakan salah satu lini bisnis utama Mayapada Group besutan Tahir. Pada 16 Maret 1990, akhirnya bank milik Tahir ini resmi memperoleh izin sebagai bank umum dari Kemenkeu.
Kesuksesan Tahir mendirikan bank sendiri pun sampai ke telinga sang mertua, Mochtar Riady, pendiri konglomerasi Lippo Group. Hal itu pun membawanya pada alur cerita yang menarik.
Tahir bilang, rupanya saat itu sang taipan pun berminat mendirikan bank sendiri. Dan, kata dia, saat itu Bank Lippo sendiri belum ada.
“Saat itu Pak Mochtar ternyata gagal mendapatkan izin karena namanya masih tercantum dalam daftar pejabat eksekutif BCA. Karenanya, ia pun lantas memanggil saya untuk datang ke kantornya,” tutur Tahir.
Tahir pun lantas menceritakan kisah pertemuannya dengan sang mertua saat itu. Menurutnya, tanpa basa basi, kala itu Mochtar Riady mengatakan bahwa ia tertarik bergabung dengannya di Bank Mayapada.
“Tanpa saya duga, saat itu Pak Mochtar bilang ingin masuk ke bank saya dengan saham 60%,” ujar Tahir.
Mendengar hal itu, Tahir pun seketika tersenyum dan menatap sang mertua dengan sopan sebagaimana layaknya seorang menantu. Ia pun tak menyangka seorang Mochtar Riady mengajukan permintaan itu.
Namun, kata Tahir, sebelum dirinya menjawab permintaan sang mertua, Mochtar Riady tak diduga malah melanjutkan permintaannya. Mochtar Riady saat itu memberikan syarat kepada Tahir agar tak ikut campur soal pengelolaan bank dan meminta Tahir agar jangan masuk kantor selama 10 tahun ke depan.
“Pak Mochtar meminta saya agar tak ikut campur mengelola bank saya sendiri dan menyuruh saya agar tak masuk kantor selama 10 tahun. Dia ingin menjalankan operasional bank sendiri. Setelah 10 tahun baru dua akan memberikannya kepada anak saya,” ungkap Tahir.
Mendengar hal itu, Tahir hanya bisa tersenyum kecil. Ia sendiri melihat raut wajah sang mertua menunjukan keyakinan bahwa dirinya akan tertarik menerima tawaran itu.
“Tawaran itu tidak mengejutkan bagi saya. Jika dia mengatakan hal itu kepada bankir atau pengusaha lain, dia pasti akan mendapat tanggapan yang bersemangat,” ujar Tahir.
“Bayangkan saya, seorang Mochtar Riady, si jenius perbankan menawarkan saham 60% dan keterlibatan pribadinya dalam mengoperasikan bank yang akan menjadi bank yang sukses. Kebanyakan orang akan bersyukur atas berkat itu, tapi saya tidak,” lanjut Tahir.
Baca Juga: Cerita Dato Sri Tahir tentang Keajaiban Tuhan dan Para Malaikat dalam Hidupnya
Tolak Permintaan Mochtar Riady Tanpa Ragu
Setelah mendengar permintaan tawaran kerjasama dari sang mertua, Tahir mengaku tak memberikan jawaban penolakan secara langsung. Saat itu, ia hanya merespons Mochtar Riady dengan menggelengkan kepala dan mengatakan akan memikirkan dulu tawaran sang mertua.
“Saya bilang, saya perlu mempertimbangkannya lebih lanjut. Dan saat itu Pak Mochtar langsung tercengang. Alisnya sedikit terangkat. Dia terkejut dengan jawaban saya. Namun, ia kemudian tersenyum santai dan menganggukan kepala,” tutur Tahir.
Tahir mengaku, ia meluangkan waktu cukup lama untuk mempertimbangkan tawaran sang taipan. Setelah beberapa waktu, ia pun akhirnya memutuskan dan langsung menemui sang mertua di Hong Kong sebelum Natal tahun 1991 silam.
“Saat itu saya bilang, ‘Tuan, maaf saya belum bisa memenuhi permintaan Anda. Saya akan mengelola bank saya sendiri’. Sebenarnya ini pertama kalinya dalam hidup saya sebagai menantu Pak Mochtar, saya menolak permintaannya,” beber Tahir.
Tahir bilang, saat itu Mochtar Riady terkejut mendengar apa yang disampaikannya. Dia diam tak bergerak. Namun, dia pun akhirnya terlihat menerima keputusan Tahir tersebut. Mereka berdua pun akhirnya mengobrol sebentar tentang perbankan.
“Keputusan saya untuk tidak bekerja sama dengan Pak Mochtar diambil tanpa ragu. Saat itu, saya telah menjadi menantu Mochtar Riady yang sukses dan eksklusif selama hampir 20 tahun. Berdasarkan pengalaman saya berada di tengah keluarga Riady, saya memutuskan akan terus menjalankan usaha saya secara mandiri,” papar Tahir.
Keputusan Tahir menolak tawaran kerjasama dengan sang mertua pun ia ambil lantaran dirinya ingin menegaskan bukti martabatnya sendiri di tengah keluarga besar Riady.
Setelah cukup berat dihujani oleh sikap-sikap yang tidak menyenangkan dari keluarga Riady, Tahir ingin mewariskan sesuatu yang berbeda pada anak-anaknya, yaitu martabat dan kehormatan
“Jika bank ini berkembang jadi bank sukses, saya ingin anak-anak saya berkomentar bahwa bank ini sukses berkat ayahnya, bukan berkat kakeknya. Saya tak akan membiarkan seorang pun bisa menghina anak-anak saya misalnya karena saya telah didukung orang lain dalam bisnisnya,” tegas Tahir.
Baca Juga: Kisah Dato Sri Tahir Tak Diizinkan Pakai Logo Bisnis Keluarga Riady
“Berapapun kecilnya pencapaian saya, saya ingin anak-anak nantinya tahu bahwa ayahnya memperjuangkan bisnisnya dengan usaha dan keringatnya sendiri,” sambung Tahir.
Saat itu, Bank Mayapada resmi beroperasi pada tahun 1991. Tahir pun mengatakan, entah mengapa ia punya firasat kuat bahwa ia tak akan gagal dalam bisnis barunya ini. Ia pun merasakan keberhasilan dalam bisnis perbankan yang dibangunnya sendiri itu.
Namun meski begitu, Tahir tetap tak bisa memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan. Dengan pengalamannya yang jatuh dan bangkit berkali-kali, ia seakan diperingatkan untuk tidak impulsive merayakan keberhasilannya terlalu dini.
“Satu hal yang pasti saya selalu ingat bahwa saya berutang kepada orang-orang yang telah menolong saya, Wiryono, Paian Nainggolan, Nasrudin Sumintapura, dan Kumhal Djamil. Mereka semua orang pribumi, mereka bersedia menolong saya yang jelas-jelas orang Tionghoa. Hal itu berdampak pada cara pandang saya sejak itu,” ungkap Tahir.
Karena hal itu pula, lanjut Tahir, ia pun merasa bahwa ia lebih seperti orang Indonesia daripada orang Tionghoa. Ia merasa dirinya adalah bagian dari persaudaraan orang-orang pribumi.
“Saya tidak bisa memilih untuk bermata sipit dan berkulit kuning. Saya telah ditakdirkan Tuhan untuk dilahirkan sebagai anak dari keluarga Tionghoa. Itu tidak bisa saya cegah. Namun yang pasti, seluruh jiwa saya adalah orang Indonesia,” pungkas Tahir.
Baca Juga: Relasi Dato Sri Tahir dengan Putra Mochtar Riady: Saya Tersandung dalam Ujian Mental yang Berat