Tolak Permintaan Mochtar Riady Tanpa Ragu
Setelah mendengar permintaan tawaran kerjasama dari sang mertua, Tahir mengaku tak memberikan jawaban penolakan secara langsung. Saat itu, ia hanya merespons Mochtar Riady dengan menggelengkan kepala dan mengatakan akan memikirkan dulu tawaran sang mertua.
“Saya bilang, saya perlu mempertimbangkannya lebih lanjut. Dan saat itu Pak Mochtar langsung tercengang. Alisnya sedikit terangkat. Dia terkejut dengan jawaban saya. Namun, ia kemudian tersenyum santai dan menganggukan kepala,” tutur Tahir.
Tahir mengaku, ia meluangkan waktu cukup lama untuk mempertimbangkan tawaran sang taipan. Setelah beberapa waktu, ia pun akhirnya memutuskan dan langsung menemui sang mertua di Hong Kong sebelum Natal tahun 1991 silam.
“Saat itu saya bilang, ‘Tuan, maaf saya belum bisa memenuhi permintaan Anda. Saya akan mengelola bank saya sendiri’. Sebenarnya ini pertama kalinya dalam hidup saya sebagai menantu Pak Mochtar, saya menolak permintaannya,” beber Tahir.
Tahir bilang, saat itu Mochtar Riady terkejut mendengar apa yang disampaikannya. Dia diam tak bergerak. Namun, dia pun akhirnya terlihat menerima keputusan Tahir tersebut. Mereka berdua pun akhirnya mengobrol sebentar tentang perbankan.
“Keputusan saya untuk tidak bekerja sama dengan Pak Mochtar diambil tanpa ragu. Saat itu, saya telah menjadi menantu Mochtar Riady yang sukses dan eksklusif selama hampir 20 tahun. Berdasarkan pengalaman saya berada di tengah keluarga Riady, saya memutuskan akan terus menjalankan usaha saya secara mandiri,” papar Tahir.
Keputusan Tahir menolak tawaran kerjasama dengan sang mertua pun ia ambil lantaran dirinya ingin menegaskan bukti martabatnya sendiri di tengah keluarga besar Riady.
Setelah cukup berat dihujani oleh sikap-sikap yang tidak menyenangkan dari keluarga Riady, Tahir ingin mewariskan sesuatu yang berbeda pada anak-anaknya, yaitu martabat dan kehormatan
“Jika bank ini berkembang jadi bank sukses, saya ingin anak-anak saya berkomentar bahwa bank ini sukses berkat ayahnya, bukan berkat kakeknya. Saya tak akan membiarkan seorang pun bisa menghina anak-anak saya misalnya karena saya telah didukung orang lain dalam bisnisnya,” tegas Tahir.
Baca Juga: Kisah Dato Sri Tahir Tak Diizinkan Pakai Logo Bisnis Keluarga Riady
“Berapapun kecilnya pencapaian saya, saya ingin anak-anak nantinya tahu bahwa ayahnya memperjuangkan bisnisnya dengan usaha dan keringatnya sendiri,” sambung Tahir.
Saat itu, Bank Mayapada resmi beroperasi pada tahun 1991. Tahir pun mengatakan, entah mengapa ia punya firasat kuat bahwa ia tak akan gagal dalam bisnis barunya ini. Ia pun merasakan keberhasilan dalam bisnis perbankan yang dibangunnya sendiri itu.
Namun meski begitu, Tahir tetap tak bisa memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan. Dengan pengalamannya yang jatuh dan bangkit berkali-kali, ia seakan diperingatkan untuk tidak impulsive merayakan keberhasilannya terlalu dini.
“Satu hal yang pasti saya selalu ingat bahwa saya berutang kepada orang-orang yang telah menolong saya, Wiryono, Paian Nainggolan, Nasrudin Sumintapura, dan Kumhal Djamil. Mereka semua orang pribumi, mereka bersedia menolong saya yang jelas-jelas orang Tionghoa. Hal itu berdampak pada cara pandang saya sejak itu,” ungkap Tahir.
Karena hal itu pula, lanjut Tahir, ia pun merasa bahwa ia lebih seperti orang Indonesia daripada orang Tionghoa. Ia merasa dirinya adalah bagian dari persaudaraan orang-orang pribumi.
“Saya tidak bisa memilih untuk bermata sipit dan berkulit kuning. Saya telah ditakdirkan Tuhan untuk dilahirkan sebagai anak dari keluarga Tionghoa. Itu tidak bisa saya cegah. Namun yang pasti, seluruh jiwa saya adalah orang Indonesia,” pungkas Tahir.
Baca Juga: Relasi Dato Sri Tahir dengan Putra Mochtar Riady: Saya Tersandung dalam Ujian Mental yang Berat