Namun, pria kelahiran 24 September 1951 itu menolak. Dengan keyakinan penuh terhadap tanah kelahirannya, ia memilih tetap bertahan.

“Ayah saya minta supaya Maspion stop jangan ekspansi di Indonesia, semua dibawa ke China. Itu saya tidak setuju. Ya, you lahir dari China, saya kan lahir di Indonesia, tapi saya tak katakan demikian,” tegas Alim.

“Saya katakan, ‘Pak, China itu ayamnya tak bisa bertelur, tak bisa ngendok. Indonesia ini ayamnya bisa bertelur, bisa ngendok dengan emas lagi,’” sambungnya.

Keputusan itu tentu bukan tanpa risiko. Dengan tekad kuat, suami Sriyanti itu pun mendatangi pihak bank untuk meminta tambahan kredit agar bisa menebus barang-barang di pelabuhan.

“Saya bicara sama bank, saya mohon dikasih tambahan kredit. Begitu ada tambahan kredit, saya bisa tebus barang-barang saya di pelabuhan sana, biar ruginya tak banyak. Kalau ruginya banyak, kapal saya kalau tenggelam, you juga ikut tenggelam. You mau gak ke sana? Nah, dia bilang, oke,” ungkapnya,

Dikatakannya, dukungan perbankan itu menjadi titik balik kebangkitan Maspion. Dari situ, Alim Markus pun belajar bahwa kesulitan justru bisa menjadi ladang kreativitas dan daya juang.

Dia juga bilang, selalu terdapat jalan keluar untuk setiap permasalahan yang dihadapi. Adapun, lari dari masalah bukan karakter seorang entrepreneur. Seorang pengusaha harus memiliki tekad kuat dan keyakinan dalam menghadapi setiap tantangan.

“Di dalam kesulitan, kita sebagai manusia banyak akalnya, banyak jalan keluarnya. Asal you telaten, asal you tekun, you can find out the way,” tutupnya.

Baca Juga: Bos Maspion Group: Hidup adalah Perjuangan yang Tak Pernah Usai