Pakar Strategi Bisnis dan Inovasi, Achmad Sugiarto, menilai, Indonesia saat ini butuh inovasi karya anak bangsa. Inovasi ini diharapkan dapat memberi nilai tambah bagi kapabilitas individu ataupun bahkan perusahaan, sehingga mampu beradaptasi dan bergerak lincah menghadapi kondisi di masa depan
Anto, begitu ia akrab disapa, mengatakan, setidaknya adalah dua leap yang melatarbelakangi mengapa kita butuh yang namanya inovasi. Leap pertama, kata dia, adalah terkait dengan tahun 2045, dimana di tahun tersebut memunculkan sebuah gagasan Indonesia Emas 2045. Dari gagasan itu pula, muncul juga istilah Generasi Emas 2045.
Namun, dikatakan Anto, untuk mencapai target Indonesia Emas 2045 dapat diwujudkan apabila generasi muda memiliki kompetensi, kreativitas, dan inovasi yang tinggi.
“Kita sering dengar Indonesia Emas 2045. Namun, untuk mencapainya, tidak sesederhana itu, kenapa? Karena 100 tahun Indonesia menjadi negara maju seberapa besar kontribusi anak-anak bangsa menjadi penentu di dalam 2045. Apa itu? Kemandirian dan kedaulatan. Dan hal ini akan menjadi penting bagian dari inovasi yang kita lakukan mulai hari hingga dengan 2045,” tutur Anto, saat ditemui Olenka, di Jakarta, belum lama ini.
Pria yang pernah menjabat sebagai Chief Strategy Officer-Direktur Strategic Portfolio Telkom (2019-2020) ini menuturkan, jika kemandirian dan kedaulatan tadi berhasil dicapai, maka di tahun 2045 mendatang akan tercipta sebuah fragmentasi yang dibentuk oleh inovasi-inovasi yang lahirnya dari putra-putri Indonesia.
“Dan leap pertama itu sangat menentukan buat kita, yang menjadi dahsyatnya adalah yaitu 2060. Apa itu 2060? Kita sama-sama tahu, 2060 adalah net zero carbon. Kita tidak ingin berulang kembali tahun 2019/2020, yaitu Covid-19,” ujar Anto.
“Sekarang adalah bagaimana kita bisa menyiapkan putra-putri kita untuk bisa menjadi pemain utama di 2045, dan menyiapkan 2060 sehingga kita berusaha keras untuk menjadi bangsa yang inovatif. Itulah latar belakang menurut saya kenapa kita butuh berinovasi. Kita harus melakukan yang terbaik yang belum pernah dilakukan,” sambung Anto.
Lebih lanjut, Anto mengatakan bahwa leap kedua yang dinilainya menjadi penghambat bagi kita untuk melakukan inovasi adalah adanya rasa malas yang tertanam dalam diri. Anto bilang, inovasi itu sendiri akan menjadi sulit tercapai jika kita terus didera rasa malas. Karena kata dia, sejatinya inovasi itu memerlukan kombinasi kreativitas, keterampilan memecahkan masalah, dan kemampuan berpikir di luar kotak.
“Nah, yang menjadi sulit kita untuk melakukan inovasi biasanya adalah untuk memulainya tuh malas. Kenapa? Karena kita tidak ingin berusaha untuk berpikir lebih komprehensif,” ujar Anto.
Baca Juga: Rhenald Kasali Bicara Pentingnya Mendorong Kecerdasan Komunikasi dan Sosial