"Saya dan Ako tidur di salah satu kamar. Kamar itu seperti penjara saja bagi saya."
Ada kisah menarik yang disampaikan Ir. Ciputra, pendiri Ciputra Group, tentang masa kecilnya di Gorontalo. Sejak usia 6 tahun, bungsu dari tujuh bersaudara ini harus hidup di rumah kakeknya, atau yang disapa Engkong, bersama tante-tante tirinya. Saat merantau ke Gorontalo dari Fujian, Engkong menikahi seorang janda keturunan Tionghoa-Gorontalo yang mempunyai empat putri.
Ciputra kecil mengaku senang ketika harus pergi dari daerah tempat lahirnya, yakni Parigi, ke Gorontalo yang terkenal sebagai kota perdagangan dan pusat pendidikan. Pria kelahiran 24 Agustus 1931 yang akrab disapa Pak Ci ini menyebut Gorontalo sebagai kota perdagangan yang tak kalah dengan Makassar dan Pare-pare. Kala itu, bisnis kakeknya telah berkembang pesat dan bisa membangun rumah besar di Gorontalo.
Baca Juga: Ketika Ciputra Menyaksikan Sang Ayah Diculik Tentara Penjajah
"Rumah Engkong besar, kokoh, dan nyaman. Tapi suasana di dalamnya bagi saya sangat jauh dari tenteram. Itu karena cara didik mereka terhadap anak kecil yang terlampau galak," tulis Pak Ci dalam buku The Entrepreneur, dikutip Kamis (29/5/2025).
Berbeda dengan kondisi di rumahnya yang sering dimanja oleh sang ibu, Pak Ci mengaku jika tantenya mendidik dia dan kakaknya dengan sangat disiplin, terutama Tante Soei Tjeng Sioe atau sering dipanggil Tante Sioe. Di masa itu, anak kecil yang melakukan kesalahan akan dipukul. Anak-anak tidak boleh berlarian kencang dan menyebabkan kegaduhan; tidak boleh menjatuhkan barang; tidak boleh berkelahi; tidak boleh terlambat bangun; tidak boleh tidak makan dengan benar.
Yang boleh dilakukan oleh anak-anak hanyalah duduk manis dan belajar. Di rumah Engkong, tidak boleh ada anak yang aktif. Padahal, Pak Ci mengaku sebagai anak yang banyak gerak. Di Parigi, dia sibuk ke sana-ke mari, bahkan bermain di pantai. Di Gorontalo, kegiatan itu terlarang sehingga Pak Ci merasa masa kesenangannya berakhir. Ditambah, Tante Sioe dan salah satu anaknya, yakni Ci Tiem, sangat galak kepada dirinya.
Pak Ci akan dijewer jika melakukan kesalahan, bahkan sekecil apapun itu. Dia akan dijewer saat terlambat bangun atau jika tidak menaruh piring dengan baik pada tempatnya. Meski kesal, Pak Ci tak bisa melawan karena Ci Tiem lebih tua 10 tahun darinya. Lama-lama, Pak Ci terbiasa dengan jeweran Ci Tiem sehingga tidak lagi menangis saat harus merasakan jepitan dan putaran tangan Ci Tiem di telinganya.
"Gorontalo yang indah tak bisa kami nikmatiā¦. Tante Sioe dan Ci Tiem seperti dua serdadu yang siap melumat kami. Saya betul-betul merana atas perlakuan keras di sana. Beruntung anak-anak perempuan Tante Sioe yang lain cukup baik. Mereka adalah Ci Lies dan Ci Loan," pungkasnya.