Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa dirinya telah melakukan pembahasan mengenai penataan lahan perkebunan kelapa sawit bersama Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto. Pembahasan tersebut berlangsung dalam rapat terbatas di kediaman pribadi Prabowo di Hambalang, Bogor pada Jumat (31/01/2025).
Dalam unggahannya di media sosial, Sri Mulyani menekankan bahwa pengelolaan dan penataan lahan kelapa sawit harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ia menambahkan bahwa Satuan Tugas (Satgas) Penataan dan Penggunaan Lahan serta Penataan Investasi di bidang kelapa sawit akan menjalankan langkah penertiban secara adil dan konsisten, dengan tetap memperhatikan kepentingan lingkungan hidup, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat.
Baca Juga: Kisah Inspiratif UKMK Sawit: Smart Batik Jadi Pelopor Batik Ramah Lingkungan yang Inovatif
"Satgas akan melakukan langkah penertiban sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang sudah ditetapkan," tulis Sri Mulyani pada Sabtu (01/02/2025).
Dalam kesempatan tersebut, Prabowo Subianto menekankan pentingnya menjalankan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 33, yang menyatakan bahwa bumi, air, dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan harus dikelola dengan cara yang baik, adil, dan transparan untuk kesejahteraan rakyat dan negara Indonesia.
Baca Juga: Pemerintah Naikkan Kewajiban Plasma Kebun Sawit Menjadi 30 Persen
Sementara itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, juga merumuskan sejumlah kebijakan baru untuk menciptakan keadilan merata di Indonesia. Salah satu kebijakan utama adalah penataan ulang sistem pemberian, perpanjangan, dan pembaruan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit.
Nusron menjelaskan bahwa setiap permohonan HGU baru kini diwajibkan untuk menyediakan 20 persen dari total luas lahan sebagai plasma bagi masyarakat.
Baca Juga: Kemenangan Indonesia atas Uni Eropa: Momen Strategis Industri Sawit Tanah Air
"Ini adalah langkah reformasi yang kami lakukan untuk memastikan keadilan sosial, namun tetap menjaga pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan industri," kata Nusron dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR pada Kamis (30/01/2025).
Kebijakan ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), yang mengatur pemberian HGU dengan masa berlaku hingga 35 tahun dan dapat diperpanjang selama 25 tahun.
Selain itu, kebijakan ini juga merujuk pada Undang-Undang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 yang memperbolehkan pembaruan HGU untuk jangka waktu hingga 35 tahun lagi setelah masa perpanjangan berakhir.
Baca Juga: Dua Raksasa Produsen Sawit Dunia, Indonesia-Malaysia, Perkuat Kerja Sama
Nusron juga mengungkapkan bahwa Kementerian ATR/BPN telah berhasil menertibkan pendaftaran dan penerbitan sertifikat HGU untuk 537 badan hukum yang memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) Kelapa Sawit. Terkait dengan temuan 537 perusahaan yang memegang IUP namun belum memiliki HGU, luas lahan yang belum terdaftar mencapai 2,5 juta hektare.
"Sebanyak 193 perusahaan dengan luas 283.280,85 hektare sudah terbit sertifikat HGU-nya, sementara 150 perusahaan lainnya sedang dalam proses pengajuan izin," ungkap Nusron.