Sejumlah temuan tentang pasar modal di tahun ini terangkum dalam EY Global IPO Trends Q1 2024. Pasar IPO Amerika dan EMEIA memasuki awal yang cerah pada tahun 2024 dengan meningkatkan pendapatan global. Namun, kawasan Asia-Pasifik memulai dengan kinerja yang lemah sehingga membebani volume global secara keseluruhan.

Pada Q1 2024, pasar IPO global menghasilkan 287 transaksi yang menghasilkan US$23,7 miliar, penurunan volume sebesar 7%, tetapi dengan peningkatan pendapatan sebesar 7% year-over-year (yoy). Sementara, Indonesia meluncurkan 20 IPO dengan total US$ 224,4 juta, menunjukkan adanya penurunan jumlah IPO sebesar 29% dan penurunan total pendapatan sebesar 73% dibandingkan kuartal yang sama tahun sebelumnya.

Baca Juga: Jadikan THR Makin Produktif Lewat Investasi, Intip 5 Tips Pilih Saham Bagi Pemula

"Hasil itu sejalan dengan ekspektasi pasar, mengingat pemilihan presiden Indonesia yang berlangsung pada bulan Februari tahun ini dan aktivitas pasar modal cenderung melambat pada periode tersebut," terang Reuben Tirtawidjaja, EY Indonesia Strategy and Transactions Partner, dikutip Selasa (23/4/2024).

Meskipun menjalani awal yang lambat dalam konteks global, Reuben menekankan, Indonesia tetap menjadi pasar dengan kinerja terbaik secara regional dalam hal jumlah IPO. Indonesia mencatat jumlah IPO tertinggi di antara negara-negara ASEAN lainnya dan berkontribusi lebih dari 50% dari total IPO di ASEAN.

Secara prospek, Reuben menjelaskan, sektor IPO perusahaan teknologi diperkirakan akan makin aktif pada tahun ini. Salah satu faktornya adalah keinginan perusahaan ekuitas swasta dan modal ventura untuk merealisasikan investasi mereka di perusahaan-perusahaan teknologi melalui metode paling mudah yang tersedia di Indonesia, yaitu melalui IPO.

"Menyusul banyaknya kesepakatan ekuitas swasta dan modal ventura pada tahun 2019-2020, startup yang menjadi bagian dari portofolio mereka diperkirakan akan go public pada tahun 2024," ujarnya.

Terlepas dari berbagai tantangan yang ada di Q1, pasar modal Indonesia tetap menjadi pusat yang dinamis bagi perusahaan-perusahaan dengan pertumbuhan tinggi dan model bisnis yang kuat. Ketahanan pasar dan ambisi dari perusahaan menunjukkan tren yang konsisten terhadap pencatatan saham baru.

Bursa Efek Indonesia memperkirakan pasar IPO yang sehat pada tahun 2024, antara 60 hingga 65 IPO. Proyeksi ini didukung oleh perspektif yang sangat optimis, mempertimbangkan pengaruh pemilu tahun 2024 sekaligus menggarisbawahi potensi dunia usaha Indonesia untuk berkembang dalam lingkungan yang dinamis. Selain itu, pada awal bulan Maret 2024, Bursa Efek Indonesia mengumumkan bahwa rencana IPO tetap kuat dengan sekitar 24 pencatatan saham yang terkonfirmasi diharapkan terjadi dalam waktu dekat.

Pemulihan di Benua Amerika dan EMEIA; Asia-Pasifik Terpuruk

Wilayah Amerika terus menunjukkan kinerja yang kuat dalam aktivitas IPO dibandingkan dengan kuartal sebelumnya dan Q1 2023 dengan 52 transaksi dan pendapatan sebesar US$8,4 miliar, masing-masing naik 21% dan 178%, yoy. Masing-masing dari tujuh kesepakatan teratas pada kuartal 1 tahun 2024 mengumpulkan lebih dari US$500 juta, dibandingkan hanya satu kesepakatan pada kuartal 1 tahun 2023.

Sementara itu, didorong oleh lemahnya sentimen pasar IPO di seluruh kawasan, aktivitas IPO di Asia-Pasifik pada Q1 tercatat ada 119 transaksi dan meraih pendapatan sebesar US$5,8 miliar, masing-masing turun 34% dan 56% yoy. Penurunan ini terutama terjadi di Tiongkok dan Hong Kong.

Baca Juga: Cuan Datang, Investor Girang! BCA Bagi-bagi Dividen Rp270,00 per Saham

Sejauh ini hanya terdapat 10 IPO pada tahun 2024 di Hong Kong dengan dua di antaranya berukuran melebihi US$100 juta, nilai terendah dalam sejarah sejak tahun 2010 dalam hal pendapatan. Jepang menjadi satu-satunya pasar di Asia-Pasifik yang mengalami sedikit peningkatan jumlah transaksi pada kuartal pertama dengan Indeks Nikkei mencapai titik tertinggi sepanjang masa pada bulan Februari.

Di seluruh Asia Tenggara, aktivitas IPO juga tidak terlalu besar dengan total 38 transaksi menghasilkan dana sebesar US$1,0 miliar, turun dari 51 transaksi yang menghasilkan dana sebesar US$1,4 miliar pada Q1 2023. Bursa di Asia Tenggara yang paling aktif pada Q1 2024 adalah Indonesia (20 IPO mengumpulkan US$224 juta), Malaysia (9 IPO menghasilkan US$279 juta); dan Thailand (6 IPO menghasilkan US$273 juta). Selama kuartal tersebut, Filipina, Singapura, dan Sri Lanka masing-masing melakukan 1 IPO di bursa mereka yang masing-masing menghasilkan dana sebesar US$202 juta, US$20 juta, dan US$2 juta.

Chan Yew Kiang, EY Asean and Singapore IPO Leader, mengatakan bahwa pasar IPO di Asia Tenggara melemah karena tingginya suku bunga dan tekanan inflasi yang terus berdampak pada tingkat kepercayaan investor dan emiten. Lingkungan ekonomi yang penuh tantangan ini telah mendorong perusahaan-perusahaan di Asia Tenggara untuk mengkalibrasi ulang strategi mereka dengan memberikan penekanan yang lebih besar pada pencapaian profitabilitas.

"Ketika tekanan inflasi mulai mereda, antisipasi penurunan suku bunga kemungkinan akan menciptakan iklim yang lebih menguntungkan bagi IPO. Kinerja yang kuat dari pasar IPO global akan mendorong perusahaan-perusahaan Asia Tenggara yang selama ini ragu untuk melakukan IPO untuk mengevaluasi kembali posisinya," tuturnya.

Pasar IPO EMEIA mengalami pertumbuhan yang mengesankan di awal tahun, meluncurkan 116 IPO dengan total nilai US$9,5 miliar pada kuartal pertama, masing-masing naik 40% dan 58% yoy. Lonjakan ini disebabkan oleh rata-rata ukuran transaksi IPO yang lebih besar di Eropa dan India, yang memungkinkan EMEIA mempertahankan posisi pertama dalam pangsa pasar IPO global berdasarkan pendapatan sejak Q4 2023.