Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) baru-baru ini menyampaikan keprihatinannya terhadap rencana yang dibuat oleh pemerintah untuk memindahkan kegiatan impor tujuh komoditas ke wilayah Indonesia Timur.

Melalui forum terbuka, HIPPINDO menilai bahwa rencana dari perpindahan ini belum dapat dikatakan efektif sebagai Solusi mengatasi impor ilegal.

Budihardjo Iduansjah, selaku ketua umum HIPPINDO, angkat bicara berkenaan dengan pemindahan lokasi impor yang dapat berpotensi menghambat mobilisasi industri dan ritel nasional. Budihardjo menilai bahwa infrastruktur di Indonesia Timur masih dikatakan belum memadai, terutama dari segi penyediaan barang maupun sarana transportasi.

"Infrastruktur di Indonesia Timur masih belum memadai jika dibandingkan dengan kawasan Indonesia Barat, terutama terkait transportasi dan logistik. Selain itu, biaya operasional yang tinggi, termasuk transportasi dan distribusi, akan berdampak pada kenaikan harga barang di pasar," jelasnya.

Biaya operasional yang tinggi tersebut akan berdampak pada kenaikan harga dan komoditas pangan, dan pada akhirnya akan menghambat daya beli masyarakat serta program yang berjalan Belanja di Indonesia Aja (BINA), yang merupakan gerakan bersama antara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan HIPPINDO. Tentunya keberadaan program ini tengah diupayakan oleh pemerintah bersamaan dengan pihak swasta untuk mendorong minat belanja dalam negeri.

Baca Juga: Gerakan 'Belanja di Indonesia Aja', Kontribusi Hippindo Perkuat Perdagangan Dalam Negeri

"Jika harga barang terus meningkat akibat tingginya biaya logistik, daya beli masyarakat akan menurun, dan target belanja di dalam negeri melalui program BINA tidak akan tercapai," ujar Budihardjo.

Di samping itu, HIPPINDO menawarkan solusi yang lebih efektif untuk menangani permasalahan impor ilegal, yang salah satunya dengan memperkuat pengawasan dan penegakan hukum di seluruh pelabuhan Indonesia, selain itu kolaborasi dengan pihak terkait sangat penting dalam memerangi atau menertibkan keberadaan pelaku impor ilegal.

Selain memberikan solusi, HIPPINDO mengharapkan adanya inisiatif pemerintah untuk memperbanyak produksi barang dalam negeri, karena menurutnya barang-barang yang diproduksi di negeri sendiri wajib dijual untuk kebutuhan dalam negeri.

"Jika perlu, kerja sama dengan pihak luar bisa dilakukan, namun dengan ketentuan bahwa barang yang diproduksi di Indonesia wajib dijual untuk kebutuhan dalam negeri, bukan hanya untuk ekspor," tambah Budihardjo.

Menurutnya, salah satu hal terpenting adalah pemenuhan dari ketersediaan barang, baik itu berfokus pada pangan maupun non-pangan, produk yang belum tersedia atau minim di Indonesia.

Baca Juga: Dukungan Dato Sri Tahir Jadikan Kelapa Sawit Komoditas Ekspor Utama dari Indonesia

"Kami mendukung upaya pemetaan produk-produk yang belum diproduksi di Indonesia, terutama yang sifatnya mudah untuk diproduksi di dalam negeri. Untuk itu, kami mendorong Kementerian Perindustrian agar memberikan kemudahan bagi produsen untuk memulai produksi tersebut, dan HIPPINDO siap mendukung dengan memastikan produk-produk ini bisa dibeli oleh anggota kami, selama memenuhi standar dan syarat yang berlaku," jelasnya.

Dengan demikian, Budihardjo mendesak pemerintah untuk mengkaji  kembali rencana pemindahan impor ini, sehingga diharapkan tidak menghambat laju dari perekonomian Indonesia

"Kebijakan ini harus mempertimbangkan aspek infrastruktur, biaya logistik, dan dampaknya terhadap industri serta konsumen, sehingga tujuan utama meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat dapat benar-benar tercapai," tutup Budihardjo.