Indonesia dinilai memiliki peran sentral dalam menjamin ketersediaan pasokan nikel dunia yang kian mendesak. Mineral nikel juga dinilai sebagai kunci untuk merealisasikan masa depan kendaraan listrik dan mendukung energi transisi yang sejalan dengan komitmen pemerintah Indonesia.
Hal ini disampaikan oleh Presiden Direktur Eramet Indonesia, Jérôme Baudelet, saat berbicara di forum International Critical Minerals and Metals Summit 2024, Kamis (05/09/2024).
Baca Juga: Dukung Hilirisasi Mineral, PLN Tambah Daya Listrik Industri Nikel di Kalimantan Timur
"Ada landasan yang kuat untuk membangun seluruh rantai pasokan baterai di sini. Kami yakin akan hal ini karena menurut kami produksi nikel Indonesia adalah yang paling kompetitif," ujar Jérôme dalam keterangannya kepada media, dikutip Selasa (24/9/2024).
Jérôme menjelaskan dalam lanskap industri mineral global yang terus berubah, surplus pasokan nikel terus mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari persediaan LME (London Metal Exchange) yang meningkat dari 50.000 ton menjadi 120.000 ton sejak awal tahun 2024.
"Pergeseran surplus tersebut terjadi dari nikel kelas II (nickel-pig iron) menjadi kelas I (nickel metal)," ujarnya.
Lebih lanjut dia menyinggung masuknya investasi Cina yang dinilai telah menjadi katalisator utama dalam mentransformasi industri nikel di Indonesia. "Meski demikian, hal ini dapat juga memunculkan kekhawatiran terjadinya potensi ketergantungan ekonomi pada negara tersebut," katanya.
Terkait kesadaran penggunaan energi bersih, Jérôme melihat tren tersebut makin hari terus meningkat. Meski saat ini, ia mengatakan pasar masih belum sepenuhnya siap membayar lebih tinggi untuk produksi nikel rendah karbon. "Kami melihat adanya tren positif. Minat terhadap praktik pertambangan yang berkelanjutan makin meningkat, termasuk industri nikel," kata dia.
Terkait lanskap geopolitik, termasuk perang Ukraina dan Rusia, Jérôme mengatakan kondisi tersebut memberikan dampak signifikan terhadap stabilitas pasokan nikel. Namun, dia menekankan bahwa Eramet tetap optimis dengan prospek jangka panjang untuk permintaan nikel, yang didorong oleh pertumbuhan pasar kendaraan listrik dan pertumbuhan stabil untuk pasar stainless steel.
"Di Eramet, prioritas kami ada pada pengolahan sumber daya mineral yang bertanggung jawab, sembari menjalin kemitraan yang kuat dengan pemerintah dan mitra industri lainnya. Kami berkomitmen untuk mendukung pertumbuhan jangka panjang Indonesia dengan mengembangkan ekosistem pertambangan yang berkelanjutan," katanya.
Jérôme juga menambahkan bahwa sebagai pemasok utama nikel, Indonesia perlu menyesuaikan diri dengan regulasi internasional seperti Inflation Reduction Act (IRA) untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat dari pasar Barat. "Selain itu, mengembangkan produk nikel yang kompetitif dan menerapkan praktik-praktik ESG yang kuat akan menjadi kunci untuk menarik investasi asing dan mitra global," ujarnya.
Demi memastikan produksi nikel yang berkelanjutan dan bertanggung jawab, Eramet dan beberapa perusahaan tambang di Indonesia mengadopsi standar IRMA yang sangat ketat. Sebagai sebuah inisiatif multi-pemangku kepentingan yang melibatkan lebih dari 100 entitas, IRMA telah menjadi tolok ukur global untuk praktik pertambangan yang berkelanjutan.
"Dengan mengadopsi standar IRMA, kami tidak hanya akan memberikan kemudahan bagi pelanggan untuk melacak asal usul nikel mereka, tetapi juga membuka peluang bagi produsen Indonesia untuk menempatkan posisi yang strategis di pasar nikel," tegas Jérôme.