Dua dari tiga pakar hukum tata negara dalam film dokumenter Dirty Vote turut menyoroti hak angket dugaan kecurangan Pemilu 2024. Keduanya adalah Bivitri Susanti dan Feri Amsari.
Kedua pakar hukum ini sepakat dengan hak interpelasi yang digagas calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo yang kemudian disambut baik partai pengusungnya PDI Perjuangan dan PPP. Rencananya hak angket itu segera didorong dalam waktu dekat ini.
Baca Juga: Bawaslu Telusuri Dugaan Fitnah dalam Dokumenter Dirty Vote
Menurut Bivitri Susanti, hak angket yang digagas sekarang ini dapat menjadi pintu masuk untuk membatalkan hasil Pemilu yang sudah ada. Interpelasi kata dia bisa menjadi gebrakan menggelar Pemilu ulang. DPR kata Bivitri bisa memutuskan hal itu tanpa harus melalui proses hukum di Mahkama Konstitusi (MK).
“DPR bisa memutuskan pemilu diulang tanpa harus melalui proses ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena merupakan keputusan DPR sebagai institusi,” kata Bivitri dilansir Olenka.id dari saluran Youtube Abraham Samad Selasa (5/3/2024).
Menurutnya, DPR sebagai sebuah institusi berwenang memutuskan itu, artinya keputusan melakukan Pemilu ulang sangat mungkin dilakukan lewat jalur politik. Hanya saja untuk sampai pada titik ini, DPR harus menghadirkan bukti kuat terkait dugaan kecurangan tersebut.
“Kita bukan mau menjegal paslon tertentu,” ucapnya.
Apabila pada penyelidikannya, DPR mampu menghadirkan bukti yang memberatkan, maka interpelasi bisa didorong lebih jauh lagi yakni pemakzulan presiden.
“Tetapi untuk mengoreksi presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di negeri ini, seakan-akan bisa saja presiden melakukan politik gentong babi, bagi-bagi bansos. Ini merusak demokrasi, maka hak angket harus dilaksanakan untuk membuat terang TSM,” ujarnya.
Terpisah, Feri Amsari blak-blak mengatakan, Presiden Joko Widodo harus menjadi sasaran tembak dari interpelasi yang digulirkan sekarang ini, sebab keterlibatan kepala negara dalam mendesain kecurangan Pemilu sudah terlihat kentara jauh-jauh hari.
"Pasti tentu akan ditujukan kepada eksekutif dalam hal ini Presiden Joko Widodo karena kecurangan itu sudah terlihat dari awal," kata dia dilansir Olenka.id dari Tempo.
Dosen Universitas Andalas itu mengatakan, Presiden Joko Widodo sedari awal sudah cawe-cawe. Tindakannya itu kata Feri mesti diselidiki betul dalam hak angket.
"Apakah cawe-cawe itu berkaitan dengan Pemilu 2024, tentu ini yang harus diperiksa oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui hak angket," katanya.
Menurut Feri, hak angket dugaan kecurangan Pemilu harus tetap dilanjutkan apa pun risikonya sebab kecurangan Pemilu 2024 sudah sangat jelas.
"Harus dijalankan karena kecurangan itu sudah sangat jelas, tidak hanya cawe-cawe,” ujarnya.
Dalam penyelidikan dugaan kecurangan Pemilu, DPR kata Feri juga mesti mengangket semua lembaga penyelenggara Pemilu, itu terkait dengan amburadulnya sistem Sirekap milik Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Sirekap yang banyak masalah tetap harus diselidiki," katanya.
Untuk mengungkap dalang kecurangan Pemilu, Feri meminta agar DPR juga menghadirkan KPU dan dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai saksi.
“KPU dan Bawaslu harus dipanggil sebagai saksi agar pelaku kecurangan itu dapat diketahui, apakah memang eksekutif pelakunya," kata dia.