5. Bank BTN
Kasus ini terjadi pada tahun 2023 dan mencuat ke publik pada awal 2024. Adapun, kronologinya sendiri bermula dari sejumlah nasabah yang menempatkan dana mereka di BTN melalui dua oknum mantan pegawai berinisial ASW dan SCP.
Para nasabah dijanjikan produk deposito dengan bunga tinggi, yaitu 10% per bulan atau 120% per tahun, yang tidak sesuai dengan ketentuan resmi perbankan.
Pembukaan rekening dilakukan di luar prosedur resmi, tanpa pemberian dokumen seperti buku tabungan atau kartu ATM kepada nasabah. Dan, dana yang disetor oleh nasabah diduga dialihkan ke rekening pribadi para pelaku tanpa sepengetahuan nasabah.
Dikutip dari Katadata, total dana nasabah yang diduga raib mencapai sekitar Rp 7,5 miliar. Adapun, dua mantan pegawai BTN, ASW dan SCP, telah diberhentikan secara tidak hormat dan diproses hukum. Keduanya pun telah divonis bersalah oleh pengadilan; ASW dijatuhi hukuman 6 tahun penjara, sementara SCP dihukum 3 tahun penjara.
BTN menegaskan bahwa tidak ada dana nasabah yang hilang dalam sistem resmi bank dan menyatakan bahwa kasus ini merupakan tindakan penipuan oleh oknum mantan pegawai.
6. BNI
Dikutip dari Kompas, kasus ini terjadi antara 2002–2003 dan terungkap pada pertengahan tahun 2003.
Kasus ini bermula saat Maria Pauline Lumowa, pemilik PT Gramarindo Mega Indonesia, bersama rekan-rekannya mengajukan Letter of Credit (L/C) fiktif ke BNI Cabang Kebayoran Baru.
L/C tersebut seolah-olah digunakan untuk transaksi ekspor-impor, padahal tidak ada kegiatan ekspor yang sebenarnya. BNI pun kemudian mencairkan dana berdasarkan L/C tersebut tanpa verifikasi yang memadai, diduga karena adanya keterlibatan oknum internal bank. Dana yang dicairkan kemudian dialirkan ke sejumlah rekening pribadi dan perusahaan terkait.
Adapun, total kerugian yang dialami BNI akibat pembobolan ini mencapai sekitar Rp 1,7 triliun.
Maria Pauline yang menjadi pelaku pun sempat menjadi buron selama 17 tahun sebelum akhirnya diekstradisi dari Serbia ke Indonesia pada Juli 2020. Ia dijatuhi hukuman 18 tahun penjara dan diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 185 miliar.
Sementara itu, Adrian Herling Waworuntu, rkan Maria, divonis penjara seumur hidup. Selain itu, Dicky Iskandar Dinata, Mantan Dirut PT Brocolin International, divonis 20 tahun penjara dan denda Rp 800 miliar. Kemudian, Jeffrey Baso, selaku Direktur Utama PT Triranu Caraka Pacific, divonis 7 tahun penjara.
Beberapa pejabat dan pegawai BNI serta oknum aparat penegak hukum juga terlibat dan telah dijatuhi hukuman. Sejumlah aset senilai sekitar Rp 1 triliun pun akhirnya berhasil disita oleh pihak berwenang.
7. Maybank
Kasus pembobolan dana juga terjadi di Maybank yang berlangsung pada Mei 2016, namun baru terungkap dan dilaporkan ke polisi pada Mei 2020.
Kasus ini bermula saat Winda Earl dan ibunya, Floletta Lizzy Wiguna, menempatkan dana sebesar Rp 22 miliar di Maybank Cabang Cipulir, Jakarta Selatan, melalui tawaran simpanan berjangka dengan bunga tinggi dari kepala cabang berinisial A.
Pelaku A kemudian memalsukan dokumen dan tidak benar-benar membuka rekening berjangka seperti yang dijanjikan. Dana yang disetorkan korban ditarik dan dialihkan ke rekening lain tanpa sepengetahuan mereka.
Korban baru menyadari adanya kejanggalan setelah mendapati saldo rekeningnya hanya tersisa Rp 600.000, sementara rekening ibunya tinggal Rp 17 juta.
Adapun, dikutip dari Kompas, total kerugian yang dialami korban mencapai sekitar Rp 22 miliar.
A, kepala cabang Maybank Cipulir, ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri. Ia diduga memalsukan dokumen dan menyalahgunakan dana nasabah untuk kepentingan pribadi.
Maybank Indonesia sendiri saat itu melalui kuasa hukumnya, menyatakan bahwa kasus ini kompleks dan telah melaporkan dugaan tindak pidana tersebut kepada pihak kepolisian.
8. Bank Jago
Kasus pembobolan dana pun terjadi di Bank Jagi antara 18 Maret hingga 31 Oktober 2023, dan terungkap pada Desember 2023 setelah dilaporkan ke Polda Metro Jaya.
Kasus ini melibatkan pelaku berinisial IA (33 tahun), mantan pegawai Bank Jago yang menjabat sebagai contact center specialist.
Dikutip dari Detik, IA menyalahgunakan hak aksesnya untuk membuka blokir 112 rekening nasabah yang sebelumnya dibekukan atas permintaan aparat penegak hukum karena terindikasi menerima dana hasil tindak pidana.
Setelah membuka blokir secara ilegal, IA memindahkan dana dari rekening-rekening tersebut ke rekening penampung yang telah disiapkannya.Adapun, total dana yang berhasil digelapkan oleh IA mencapai sekitar Rp 1,397 miliar.
Bank Jago sendiri saat itu melaporkan kasus ini ke kepolisian dan menyatakan bahwa mereka telah menerapkan sistem manajemen risiko serta strategi anti-fraud untuk mencegah kejadian serupa.
IA pun kemudian dijerat dengan pasal-pasal terkait penyalahgunaan akses sistem elektronik dan tindak pidana pencucian uang.
9. Bank Riau Kepri
Kasus pembobolan dana selanjutnya pun pernah menerpa Bank Riau Kepri (BRK) sekitar tahun 2020–2022. Adapun, kasusnya sendiri adalah pembobolan rekening 101 nasabah oleh pegawai BRK
Kronologinya, seorang pegawai BRK berinisial RP menyalahgunakan wewenangnya dengan membuka rekening dorman milik nasabah tanpa sepengetahuan mereka. Ia kemudian mencetak kartu ATM atas nama nasabah dan menarik dana dari rekening tersebut.
Adapun, jumlah kerugian dari kasus ini lebih dari Rp 5 miliar. Saat itu, pelaku pembobolan dana, RP (pegawai BRK), dibantu oleh customer service bernama Dilika Putri.
Tak hanya itu, BRK pun pernah juga mengalami kasus pembobolan dana yang melibatkan 2 mantan Teller BRK, yakni sekitar tahun 2019–2021 lalu.
Dua mantan teller BRK berinisial NH dan AS itu mencuri uang simpanan milik tiga orang nasabah dengan total sekitar Rp 1,3 miliar. Mereka melakukan aksi tersebut dengan cara memalsukan dokumen dan menyalahgunakan akses mereka sebagai teller.
10. Bank Mandiri
Selanjutnya, kasus kebocoran dana pun ternyata pernah terjadi beberapa kali di bank pelat merah, yakni Bank Mandiri.
Pertama, adalah kasus kredit fiktif PT Tirta Amarta Bottling (TAB) yang terjadi tahun 2015. Kronologinya, PT TAB mengajukan kredit ke Bank Mandiri Cabang Bandung dengan data yang dimanipulasi. Oknum internal bank diduga terlibat dalam merekayasa data untuk memuluskan pencairan kredit.
Adapun, jumlah kerugian dari kasus ini adalah sekitar Rp 1,83 triliun. Dikutip dari Kompas, pelakunya sendiri adalah Direktur PT TAB, Rony Tedy, dan beberapa oknum karyawan Bank Mandiri
Selanjutnya, Bank Mandiri pun pernah diterpa kasus pembobolan dana kasbah yang terjadi di wilayah Kudus, Jawa Tengah, sekitar tahun 2021. Nasabah di Kudu
Kronologinya, seorang nasabah bernama Moch Imam Rofi'i nyatanya mendapati saldo rekeningnya berkurang drastis dari Rp 5,9 miliar menjadi Rp 128 juta setelah melakukan penarikan. Investigasi mengungkap adanya transaksi pemindahbukuan dan penarikan tunai yang tidak diakui oleh nasabah. Adapun, jumlah kerugiannya saat itu adalah Rp 5,8 miliar. Saat ini, pelaku masih dalam proses hukum, dan nasabah menggugat Bank Mandiri atas kelalaian.
Selanjutnya, kasus pembobolan dana di Bank Mandiri pun terjadi lantern kredit Fiktif oleh Harry Suganda yang berlangsung tahun 2025 silam. Kronologinya, Harry Suganda, pemilik PT Rockit Aldeway, mengajukan pinjaman sebesar Rp 250 miliar ke Bank Mandiri dengan data yang diduga palsu. Namun, dana tersebut dicairkan dan digunakan tidak sesuai peruntukannya. Kini, Harry Suganda pun telah ditahan oleh Bareskrim Polri
Kemudian, Mandiri pun pernah tersandung kasus skimming di ATM Bank Mandiri pada tahun 2018 lalu.
Kronologinya, sebanyak 141 nasabah menjadi korban skimming di empat mesin ATM Bank Mandiri yang tersebar di Surabaya dan Yogyakarta. Pelaku diduga merupakan bagian dari jaringan kejahatan internasional.
Adapun, jumlah kerugian dari kasus ini adalah sekitar Rp 260 juta. Pelakunya sendiri diduga jaringan kejahatan dari Malaysia; dan beberapa pelaku telah ditangkap pihak berwenang.
Baca Juga: Bank DKI Sampaikan Progres Perbaikan Sistem Layanan Transfer Antar-Bank