Di era digital dan teknologi seperti saat ini, sistem perbankan menjadi tulang punggung ekonomi dan aktivitas finansial masyarakat. Namun, seiring dengan kemajuan teknologi, tantangan dalam menjaga keamanan dana nasabah semakin kompleks.

Salah satu ancaman serius adalah kebocoran dana, baik yang disebabkan oleh fraud internal, serangan siber, phising, maupun rekayasa sosial (social engineering).

Tak hanya itu, kasus kebocoran atau pembobolan dana tersebut pun tak pelak melibatkan berbagai modus operandi, mulai dari penggelapan dana nasabah oleh karyawan bank hingga pemalsuan deposito.

Di Indonesia sendiri, beberapa kasus kebocoran dana atau penyelewengan dana di lembaga keuangan ini pernah terjadi dalam beberapa dekade terakhir.

Dikutip dari berbagai sumber, Kamis (17/4/2025), berikut Olenka rangkum beberapa bank yang pernah diterpa kasus kebocoran dana.

1. Bank Century

Kasus ini menjadi salah satu skandal perbankan terbesar di Indonesia. Kronologinya sendiri, pada November 2008, Bank Century mengalami kesulitan likuiditas dan meminta bantuan likuiditas kepada Bank Indonesia.

Bank Indonesia kemudian memberikan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) kepada Bank Century. Namun, setelah dilakukan audit, ditemukan penyimpangan dalam pemberian FPJP dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, yang mengakibatkan kerugian negara.

Adapun, jumlah kerugian dari kasus ini mencapai Rp689,39 miliar akibat penyimpangan pemberian FPJP, dan Rp6,76 triliun akibat penyimpangan dalam penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Dikutip dari Detik, Robert Tantular, pemilik Bank Century, diduga terlibat dalam penyimpangan yang menyebabkan kerugian negara. Selain itu, terdapat beberapa individu lain yang terlibat dalam aliran dana yang tidak sesuai prosedur. ​ Selain itu, beberapa pihak dijatuhi hukuman, termasuk mantan Deputi Gubernur BI, Budi Mulya.

Pemerintah melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) saat itu juga telah melakukan upaya pemulihan aset dan menuntut pengembalian dana yang disalahgunakan.​

Selain kerugian negara, nasabah Bank Century juga mengalami kerugian akibat penyalahgunaan dana dan produk investasi ilegal yang ditawarkan oleh bank tersebut.

2. Bank Bali

Skandal yang terjadi di Bank Bali tahun 1999 ini sempat mencoreng kredibilitas sistem perbankan dan pemerintah saat itu. Bank Bali saat itu ingin menagih piutang sekitar Rp 904 miliar dari tiga bank yang telah dibekukan (BDNI, Bank Tiara, dan Bank Umum Servitia) melalui proses kliring antarbank.

Untuk mempercepat proses, Bank Bali menggunakan jasa perusahaan mediator bernama PT Era Giat Prima (EGP), milik pengusaha politisi Setya Novanto dan Djoko Tjandra.

Setelah berhasil mencairkan dana, EGP menerima komisi sangat besar senilai Rp 546 miliar, meskipun secara hukum dan administratif mereka tak memiliki kewenangan mengurus tagihan antarbank.

Djoko Tjandra pun sempat melarikan diri ke luar negeri dan baru dieksekusi hukum pada tahun 2020 setelah kembali ke Indonesia.

Kasus ini juga mengungkap adanya korupsi dan kolusi tingkat tinggi antara dunia usaha dan pejabat pemerintahan.

3. Citibank

Kasus ini terjadi pada tahun 2007 dan disidangkan pada tahun 2011. Adapun, kronologinya sendiri melibatkan Melinda Dee, seorang Relationship Manager (RM) senior di Citibank, memanfaatkan jabatannya untuk memindahkan dana nasabah kaya ke rekening pribadinya.

Ia melakukan manipulasi data dan transaksi internal tanpa sepengetahuan nasabah. Modus utamanya adalah memalsukan tanda tangan dan instruksi transaksi.

Skema ini berlangsung selama beberapa tahun hingga terdeteksi oleh pihak internal Citibank.

Melinda Dee diperkirakan membobol dana nasabah sebesar lebih dari Rp 17 miliar. Dana hasil kejahatan digunakan untuk membeli mobil mewah, rumah, dan untuk gaya hidup glamor, termasuk operasi plastik dan barang-barang branded.

Melinda Dee pun kemudian ditangkap dan divonis 8 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2012.

Kasus ini mencoreng citra Citibank di Indonesia dan membuat OJK (saat itu masih di bawah BI) mengevaluasi sistem pengawasan internal perbankan. Saat itu, Citibank pun dikenai sanksi administratif, termasuk larangan sementara membuka layanan wealth management selama beberapa bulan.

4. Bank Mega

Kasus selanjutnya juga menerpa Bank Mega di tahun 2010 lalu. Kasus bermula dari pencairan dana deposito milik PT Elnusa Tbk, perusahaan milik negara yang bergerak di sektor energi.

PT Elnusa menempatkan dana sekitar Rp 111 miliar dalam bentuk deposito di Bank Mega Cabang Jababeka. Namun, tanpa sepengetahuan dan persetujuan manajemen Elnusa, dana tersebut dicairkan secara bertahap dan dialihkan ke sejumlah rekening pribadi dan perusahaan lain.

Diduga terjadi rekayasa internal dan kerja sama antara oknum bank dan pihak luar.

Adapun, total kerugian ditaksir mencapai Rp 111 miliar, sebagian besar merupakan dana hasil penempatan deposito jangka pendek milik Elnusa.

Beberapa pegawai Bank Mega, termasuk kepala cabang Jababeka, serta pihak perantara dan pemilik rekening tujuan, diduga terlibat. Kasus ini juga menyeret nama perusahaan sekuritas dan individu yang menerima aliran dana hasil pencairan ilegal tersebut.

Kasus ini sempat menjadi sorotan karena menyangkut dana milik BUMN dan mempertanyakan pengawasan internal di perbankan. Sejumlah tersangka ditangkap dan diproses hukum, serta beberapa dana berhasil ditelusuri kembali. Bank Mega sendiri sempat diberi sanksi oleh otoritas perbankan terkait pelanggaran prosedur.

Selanjutnya, kasus pembobolan dana nasabah juga terjadi di Bank Mega Bali, yang terjadi pada Maret 2021. Dikutip dari Tempo, kasus tersebut melibatkan mantan Kepala Cabang Bank Mega Denpasar, Meidina Rizky Prasentari Putri alias Kiky. Kiky terbukti membobol dana deposito milik 23 nasabah. Dana yang dibobol mencapai lebih dari Rp 69 miliar.

Pada 28 Oktober 2021, Pengadilan Negeri Denpasar pun telah menjatuhkan pidana penjara selama 8 tahun kepada Kiky. Selain itu, ia dikenakan denda sebesar Rp 15 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Terkait kasus ini, Bank Mega pun telah mengganti dana milik nasabah yang dibobol sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah melakukan audit terhadap sistem Bank Mega untuk memastikan tidak ada celah keamanan yang dapat dimanfaatkan untuk tindakan serupa di masa depan.

Baca Juga: Serba-serbi di Balik Kebocoran Dana Bank DKI