Kedai berukuran sedang di bibir Gang Gloria, Petak Sembilan, Jakarta Barat itu tampak ramai setiap saat, apalagi pada akhir pekan, pengunjungnya membludak mereka tumpah ruah di dalam kedai menikmati berbagai menu makananan, nyaris tak ada meja kosong.

Di sudut lain para pramusaji tampak sibuk bolak balik mengantar pesanan dari meja ke meja, mereka bergerak cekatan, memastikan tak ada pesanan yang terlewat.  

Itu adalah sekilas pemandangan yang tersaji ketika memasuki Kedai Kopi Es Tak Kie. Ini bukan tempat ngopi sembarangan.

Jauh sebelum kedai-kedai kopi kekinian menjamur di mana-mana, Kedai Kopi Es Tak Kie sudah menancapkan kaki di industri Food and Beverage (F&B) bahkan benderanya sudah berkibar lebih dari 50 tahun di tengah kepungan kedai kopi modern.Kedai Kopi Es berdiri gagah menantang perubahan zaman. 

Baca Juga: Bandung, Dee, dan Pernikahan Tanpa Pesta: Romansa Ir. Ciputra yang Tak Banyak Diketahui

1927 menjadi titik permulaan  kedai legendaris itu berdiri dengan sentuhan tangan dingin Liong Kwie Tjong, laki-laki Tionghoa yang hijrah ke Jakarta. 

Mula-mula  Liong Kwie Tjong sama sekali tak berjualan kopi, ia hanya menjual makanan gerobakan seperti   kwetiau, bubur kacang hijau, dan bubur ayam. Minumnya liang teh. Mayoritas pembelinya adalah sesama pedagang di kawasan Petak Sembilan.

Pelan tapi pasti, seiring berjalannya waktu makanan gerobakan, Liong Kwie Tjong mulai membetot perhatian, alasannya hanya satu: cita rasanya yang lezat membuat pembeli kembali ke lapak kecilnya itu, cerita dari mulut ke mulut membuat Liong Kwie Tjong kebanjiran langganan, jumlahnya terus bertambah. 

Naluri bisnis Liong Kwie Tjong langsung jalan ketika dihadapkan pada kenyataan tersebut, ia tak mau bisnisnya hanya mentok di makanan gerobakan saja, toh ia punya kemampuan meracik makanan dan minuman yang  lezat dengan harga merakyat. Singkat cerita ia pun menyewa sebuah gedung berarsitektur Belanda di tahun 1930 sebagai lapak barunya. 

Di gedung sewaan itu, Liong Kwie Tjong tetap mempertahankan menu gerobakan, kwetiau, bubur kacang hijau, dan bubur ayam menjadi favorit banyak orang minumannya pun tetap liang teh yang diyakini punya khasiat tertentu dan baik untuk kesehatan. 

Liong Kwie Tjong memang pebisnis ulung, ia jelih juga cekatan membaca peluang, melihat kedai yang tak pernah sepi pengunjung membuatnya berpikir mengembangkan bisnis, dari sini ia mulai menambah menu minuman. Dari liang teh, ia mencoba menawarkan menu kopi panas yang nyatanya langsung disambut antusias para langganan. 

Berangkat dari titik ini kedai yang tadinya hanya menjual makanan gerobakan mulai bertransformasi menjadi sebuah tempat ngopi yang kelak menjadi kedai Es Kopi Tak Kie yang kini amat tersohor. Seperti filosofi di balik nama brand itu, kedai kopi ini terus berdiri tegak dan selalu siap menyesuaikan diri menjawab tuntutan zaman. 

Baca Juga: Jokowi Mengalami Perubahan Kulit Karena Alergi, Bagaimana Kondisi Fisiknya?

Nama Tak Kie berasal dari kata “Tak” yang artinya orang yang bijaksana, sederhana dan tidak macam-macam. Sementara kata “Kie” berarti mudah diingat orang.

Warisan Lintas Generasi

Seperti bisnis keluarga pada umumnya, Liong Kwie Tjong juga tak mau usaha yang sudah dengan susah payah ia bangun berantakan atau hilang begitu saja setelah nantinya tangannya tak kuat lagi menahkodai bisnis tersebut. Jauh-jauh hari ia telah mempersiapkan generasi penerusnya. 

Liong Tjoen, adalah generasi kedua yang meneruskan usaha tersebut. Mulai dari generasi inilah, kedai tersebut mulai menetap di kedai kecil yang berada di gang Gloria, Petak Sembilan, Jakarta Barat. 

Liong Tjoen kemudian mewariskan bisnis tersebut kepada Ayauw. Generasi ketiga ini juga sukses melakukan berbagai gebrakan untuk mempertahankan eksistensi kedai tersebut. Salah satunya adalah membuat menu Es Kopi Tak Kie yang dikenal hingga kini. 

Menu ini lahir dari keberanian Ayauw yang  bereksperimen mencampur beberapa jenis kopi ke dalam satu wadah dengan takaran tertentu sehingga menghasilkan rasa yang khas dan bikin candu para langganannya.