Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) adalah inisiatif regulasi yang dirancang untuk mencegah kebocoran karbon dan mendorong aksi iklim global dengan memberlakukan harga karbon pada impor barang-barang tertentu ke Uni Eropa (UE). Dimulai pada tahun 2023, CBAM menargetkan industri-industri yang padat karbon dengan mengharuskan importir untuk membeli sertifikat karbon yang mencerminkan kandungan emisi karbon dalam produk-produk mereka.

Mekanisme ini bertujuan untuk menyamakan kedudukan bagi produsen-produsen UE yang tunduk pada regulasi karbon yang ketat dan mendorong penerapan teknologi yang lebih bersih di seluruh dunia. Dengan menyelaraskan biaya karbon antara barang-barang domestik dan impor, CBAM berupaya untuk mendorong pengurangan global dalam emisi gas rumah kaca dan mendukung tujuan-tujuan iklim UE yang lebih luas.

Baca Juga: Peran AI bagi Perusahaan: Kurangi Jejak Karbon Sekaligus Meningkatkan Margin Keuntungan

Pemberlakuan CBAM bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dengan menetapkan harga pada emisi tertentu yang terkait dengan impor terpilih. Mekanisme ini melengkapi Sistem Perdagangan Emisi UE yang ada dan bertujuan untuk mencegah kebocoran karbon, memastikan persaingan yang setara bagi produsen UE dan non-UE.

Yuliana Sudjonno, PwC Indonesia Partner & Sustainability Leader, mengatakan bahwa pengenalan CBAM menimbulkan tantangan signifikan bagi para eksportir Indonesia. Hal itu menuntut transparansi dan keberlanjutan yang lebih besar dalam rantai pasokan mereka.

"Kebijakan ini pada dasarnya memberlakukan tarif karbon pada impor ke Uni Eropa dan berpotensi menimbulkan biaya tambahan untuk mempertahankan akses mereka ke pasar Eropa. Pada akhirnya, CBAM memaksa bisnis di Indonesia untuk mengadopsi praktik yang lebih ramah lingkungan dengan mengurangi jejak karbon," tegasnya, dikutip Rabu (2/10/2024).

Sebagai penutup, Yuliana menambahkan, "Kami akan terus menilai dampak CBAM dan mengarahkan bisnis untuk mencapai rantai pasokan yang lebih ramah lingkungan."