Industri pembangkit listrik di Tanah Air terus berkembang pesat, seiring dengan meningkatnya kebutuhan energi dan dorongan transisi menuju energi bersih. Sebagai pemegang kuasa usaha ketenagalistrikan (PKUK), Perusahaan Listrik Negara (PLN) memegang peran penting dalam menyediakan tenaga listrik untuk kepentingan umum.
Namun, dengan potensi pasar yang besar dan prospek jangka panjang, sektor ini telah menjadi ladang investasi strategis yang menarik perhatian para konglomerat. Tak sedikit perusahaan raksasa berlomba menggarap berbagai jenis pembangkit listrik, mulai dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Panas Bumi (PLTP), Uap (PLTU), hingga Tenaga Air (PLTA), demi mengamankan posisi dalam bisnis vital ini.
Penasaran siapa saja konglomerat pemilik bisnis pembangkit listrik di Tanah Air? Merangkum dari sejumlah sumber, Minggu (22/12/2024), berikut lima di antaranya.
Baca Juga: Daftar Nama Konglomerat Pemilik Tambang Nikel di Indonesia
1. Dewi Kam
Menjadi wanita terkaya di Indonesia versi Forbes, Dewi Kam kerap dijuluki sebagai ‘Ratu’ pembangkit listrik. Julukan tersebut tentunya tak terlepas dari segudang pengalamannya dalam pembangunan pembangkit listrik di Tanah Air.
Dalam sejumlah sumber disebutkan, Dewi Kam merupakan pemilik PT Sumbergas Sakti Prima (SPP) yang bekerja sama dengan PT Bosowa Energi dalam proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jeneponto di Desa Punagaya, Kecamatan Bangkala, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan.
Dewi memiliki saham sebesar 91 persen bersama dengan Richard Jasin, di mana anak-anak dari perusahaan miliknya itu telah menjadi pengembang dalam sejumlah proyek pengembangan listrik. Seperti melalui PT Sumber Energi Sakti Prima, misalnya, ia turut berkontribusi dalam PT Sumber Segara Primadaya (S2P), pengembang proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cilacap.
Menurut data Indonesia Corruption Watch (ICW) tahun 2020, Dewi Kam juga tercatat dalam database Offshore Leaks yang dirilis oleh International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ). Bersama Mohamad Abdullah Jasin, ia terafiliasi dengan dua perusahaan yang berlokasi di British Virgin Islands dan Samoa.
Dewi juga diketahui sebagai pemegang saham Birken Universal Corporation dan Direktur Savill Universal Ltd di British Virgin Islands, serta pemegang saham Overseas Finance Ltd yang berbasis di Samoa. Selain itu, ia menjabat sebagai nominee director di Execorp Limited serta nominee shareholder di Portcullis Nominees (BV) Limited dan Sharecorp Limited.
Pada tahun 2006, saat Indonesia dan China menandatangani kontrak proyek energi senilai 3,56 miliar dolar AS, Dewi hadir dalam kapasitasnya sebagai Presiden Komisaris PT Sumbergas Sakti Prima. Melalui perusahaan ini, ia mengelola proyek Coal-Based Chemical Plant di Balocci, Pangkep, Sulawesi Selatan, dengan nilai investasi mencapai 687 juta dolar AS.
2. Kalla Group
Kalla Group juga disebut-sebut sebagai Raja Listrik Indonesia Timur. Menukil dari pemberitaan Kompas, melalui PT Poso Energy, Kalla Group telah membangun pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Poso di Sulawesi Tengah dan telah menghasilkan listrik sejak 2012 silam. Bahkan, PLTA Poso menjadi pembangkit energi baru terbarukan terbesar di Indonesia Timur dengan total kapasitas 515 megawatt.
Selain PLTA Poso, ada sejumlah proyek yang juga dikembangkan oleh Kalla Group. Di antaranya adalah PLTA Poso 3 dan Poso 4, PLTA Tumbuan Mamuju Atas, PLTA Tumbuan Mamuju Bawah yang berada di Sulawesi Barat, dan PLTA Kerinci Merangin
Sementara PLTA Malea yang dikembangkan oleh PT Malea Energy di Tana Toraja, Sulawesi Selatan, mulai beroperasi sejak tahun 2021 dengan kapasitas mencapai 90 MW. Kehadiran PLTA Poso dan PLTA Malea dinilai berhasil mendorong peningkatan kontribusi energi terbarukan di Sulawesi hingga mencapai 38,8 persen.
Presiden Direktur Grup Kalla yang juga merupakan putra dari Jusuf Kalla, Solihin mengatakan, pihaknya berkomitmen dalam pemenuhan target emisi nol bersih (net zero emission/NZE) pada 2060. Lewat PT Poso Energy dan PT Malea Energy, kontribusi diberikan dalam percepatan transisi energi.
3. Sinar Mas Group
Sinar Mas Group, konglomerat terkemuka yang dimiliki keluarga Widjaja, adalah salah satu grup usaha terkaya di Indonesia. Melalui PT Dian Swastatika Sentosa Tbk. (DSSA) — yang pernah berada di bawah pengawasan mendiang Franky Oesman Widjaja — Sinar Mas Group turut mencatat sejarah bisnis dalam industri pembangkit listrik dan sektor lainnya.
Mengutip dari laman CNBC Indonesia, DSSA memiliki tujuh pembangkit listrik. Empat di antaranya merupakan pembangkit listrik captive yang terletak di Serang, Karawang-1, Karawang-2, dan Tangerang. Sementara tiga lainya adalah IPP yang berada di Sumsel-5, Kalteng-1, dan Kendari-3.
Hingga tahun 2021, total kapasitas pembangkit listrik perusahaan mencapai 900 Megawatt. Secara rinci, pembangkit captive atau di luar PLN sebesar 300 MW dan kapasitas pembangkit swasta (IPP) sebesar 600 MW.
Sekadar Growthmates ketahui, listrik captive merupakan pembangkit listrik yang digunakan dan dikelola oleh pengguna energi industri atau komersial untuk memenuhi kebutuhan listrik mereka sendiri. Sementara itu, IPP adalah proyek pembangkit listrik yang seluruh pendanaan dan kepemilikannya ditanggung oleh swasta.
4. Prajogo Pangestu
Melalui PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), Prajogo Pangestu menambah daftar konglomerat yang memiliki bisnis pembangkit listrik. BREN merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pembangkit listrik tenaga angin (PLTB).
Mengendalikan perusahaan BREN, Prajogo Pangestu secara tidak langsung memiliki sekitar 45,84% saham di sana. Selain itu, ketiga anaknya turut menguasai 23,61% saham perusahaan melalui Green Era Energi Pte. Ltd (GEE).
Pada 3 Januari 2024, BREN baru saja memperluas portofolio bisnisnya dengan mengakuisisi tiga aset PLTB yang berlokasi di Sulawesi Selatan, Sukabumi, dan Lombok, dengan total kapasitas pembangkitan hingga 320 MW.
Prajogo Pangestu sendiri merupakan salah satu miliarder Indonesia yang memiliki Grup Barito Pacific. Grup ini bergerak di bidang petrokimia, energi terbarukan, dan pertambangan.
Baca Juga: Bisnisnya Melejit, Ini 5 Konglomerat RI di Sektor Transportasi dan Logistik
5. Garibaldi Thohir
Garibaldi Thohir atau yang lebih akrab dikenal dengan nama Boy Thohir turut terlibat dalam bisnis pembangkit listrik melalui PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO). Sebagai Direktur Utama PT Adaro Energy Tbk, ia memainkan peran penting dalam menjadikan perusahaan ini sebagai salah satu raksasa energi nasional dengan pengaruh global.
Boy Thohir memiliki visi untuk mengubah Adaro menjadi perusahaan energi yang tidak hanya bergantung pada batu bara, tetapi juga berkontribusi pada diversifikasi energi di Indonesia. Di bawah kepemimpinannya, Adaro telah mencatat berbagai perkembangan penting.
Perusahaan ini mengembangkan sektor pembangkit listrik melalui proyek besar seperti PLTU Batang dengan kapasitas 2x1.000 MW dan PLTU Tanjung Power sebesar 2x100 MW, sekaligus mulai merambah energi terbarukan melalui pembangkit listrik tenaga surya.
Secara global, Adaro telah mengukuhkan dirinya sebagai salah satu eksportir batu bara terbesar, dengan pasar utama di Asia Timur seperti China, Jepang, dan Korea Selatan, serta Asia Selatan seperti India dan Bangladesh.
Dalam komitmennya terhadap keberlanjutan, Adaro mempromosikan penggunaan Envirocoal—batu bara ramah lingkungan dengan kadar sulfur dan abu rendah—dan menjalankan program reklamasi tambang yang berkelanjutan untuk mendukung pelestarian lingkungan.
Di sisi lain, perusahaan ini juga mengadopsi teknologi modern guna meningkatkan efisiensi operasional dan mengurangi dampak lingkungan dari kegiatan tambang. Filosofi kepemimpinan Boy Thohir yang progresif turut memberikan pengaruh positif tidak hanya pada perusahaan, tetapi juga pada lingkungan dan masyarakat.