Ketika bahu mulai terasa nyeri, kaku, atau sulit digerakkan tak sedikit yang mengira ini hanya akibat otot yang kelelahan atau terlalu banyak aktivitas. Padahal, gejala-gejala tersebut bisa menjadi pertanda gangguan pada sendi bahu yang lebih serius dan kompleks. Jika terus diabaikan, kondisi ini bukan hanya mengganggu aktivitas harian, tapi juga berisiko berkembang menjadi masalah kesehatan yang memerlukan penanganan medis lebih lanjut.

Spesialis Ortopedi Rumah Sakit Premier Bintaro, Dr. Jefri Sukmawan, Sp.OT (K), Subsp.OBS,  mengungkap bahwa tak sedikit pasien yang datang dalam kondisi sudah cukup parah setelah berbulan-bulan menahan nyeri, berpindah-pindah tempat pengobatan, dan mencoba berbagai terapi tanpa hasil yang memuaskan.

“Sendi bahu merupakan sendi yang paling mobile di tubuh manusia. Ia bisa bergerak ke segala arah mengangkat ke depan, menyamping, memutar ke dalam dan ke luar. Namun, bahu sangat rentan terhadap cedera dan ketidakstabilan,” ujar dr. Jefry dalam agenda Media Gathering bertajuk “Advanced Treatment for Shoulder” di kawasan Radio Dalam, Jakarta Selatan, Kamis (15/5/2025).

Diungkap dr. Jefry, kondisi pasien dengan masalah bahu yang sering ia temui antara lain robekan pada rotator cuff, frozen shoulder (adhesive capsulitis), dislokasi, impingement syndrome, dan labral tear. 

“Bahkan, tidak jarang pasien datang dengan kombinasi dari beberapa gangguan tersebut, yang membuat diagnosis menjadi lebih menantang,” tuturnya.

Baca Juga: CIMB Niaga Syariah Jalin Kerja Sama Hospital Xtra dengan RS Premier Bintaro

Frozen shoulder adalah kasus yang paling sering ditemui dr. Jefry dalam praktiknya. Bahkan, masalah bahu yang kerap mengincar usia lanjut ini seringkali tidak disadari oleh pasien.  

Frozen shoulder, atau dikenal juga sebagai adhesive capsulitis, ditandai dengan rasa kaku dan nyeri pada bahu. Pasien sering mengeluhkan kesulitan untuk mengangkat lengan atau menggerakkan bahu secara maksimal. Meskipun ototnya masih memiliki kekuatan, gerakan menjadi sangat terbatas seolah-olah lengannya ‘menempel’ di sendi bahu.

“Keluhannya yang paling klasik adalah kaku. Terlihat seperti lumpuh, padahal bukan. Ototnya masih bekerja, tapi tidak bisa bergerak karena seperti lengket,” jelas dr. Jefry.

Bagi perempuan, kondisi ini bahkan dapat menyulitkan aktivitas sehari-hari seperti memakai atau mengganti pakaian. 

Frozen shoulder berkembang dalam tiga fase. Fase nyeri awal yang berlangsung sekitar dua hingga tiga bulan, dilanjutkan fase kaku di mana pergerakan makin terbatas, dan fase mencair di mana pergerakan mulai membaik. Proses ini bisa memakan waktu sembilan bulan hingga lebih dari dua tahun untuk pulih sepenuhnya.

Masalah lain yang cukup sering terjadi adalah shoulder impingement syndrome, kondisi di mana jaringan lunak di bahu seperti bursa terjepit antara dua tulang.

“Kalau Anda tahu saraf kejepit di tulang belakang, shoulder impingement itu mirip. Tapi yang kejepit adalah jaringan bursa di bahu,” terang dr. Jefri.

Kondisi ini biasanya menimbulkan rasa nyeri saat mengangkat lengan di sudut antara 60 hingga 120 derajat. Di luar rentang itu, pasien merasa lebih nyaman. dr. Jefry menambahkan, hasil rontgen biasanya akan menunjukkan adanya tonjolan tulang yang menekan jaringan lunak. Bila dibiarkan, tekanan ini bisa merusak urat bahu dan menyebabkan robekan, yang disebut dengan rotator cuff tear.

Rotator cuff  terdiri dari empat urat penting di antaranya adalah supraspinatus, subscapularis, infraspinatus, dan teres minor. Supraspinatus sebagai bagian yang paling sering mengalami robekan. Urat ini berfungsi mengangkat lengan ke atas, sementara subscapularis memutar bahu ke dalam, dan dua lainnya membantu memutar bahu ke luar.

Baca Juga: 5 Cara Ampuh Hempas Kerutan di Area Leher, Tanpa Harus Rogoh Kocek Mahal

Selain itu, dr. Jefri juga mengangkat satu kondisi lain yang sering terjadi terutama pada individu yang aktif berolahraga, yaitu biceps tendinitis.

“Biceps tendinitis biasanya muncul tiba-tiba disertai bunyi dan rasa nyeri. Ini sering terjadi pada mereka yang suka angkat beban,” katanya.

Pada awalnya, rasa sakit hanya terasa ringan dan bisa reda jika diistirahatkan. Namun, banyak orang mengabaikannya karena merasa hal itu biasa. Padahal, jika tidak ditangani dengan tepat, apalagi di usia yang semakin menua, risiko komplikasi bisa meningkat.

Penanganan Lebih Lanjut 

Dengan memahami berbagai gangguan pada bahu, masyarakat diharapkan dapat lebih waspada terhadap gejala awal dan segera berkonsultasi dengan dokter sebelum kondisinya memburuk. Penanganan sejak dini tak hanya lebih efektif, tetapi juga dapat mencegah kerusakan struktur bahu yang lebih parah di kemudian hari.

Dulu, pengobatan untuk penyakit yang melibatkan otot, sendi, atau tulang kerap dianggap menakutkan dan menyakitkan. Namun, seiring kemajuan ilmu kedokteran, kini tersedia beragam pilihan pengobatan yang lebih canggih, efektif, dan minim risiko. Mulai dari terapi non-bedah, tindakan bedah berbasis teknologi mutakhir, hingga program rehabilitasi yang terintegrasi, semuanya dirancang untuk menunjang pemulihan secara menyeluruh.

Fokus utama dari pendekatan medis modern ini adalah meningkatkan kualitas hidup pasien melalui diagnosis yang tepat, intervensi yang aman, serta penanganan yang nyaman. 

RS Premier Bintaro menjadi salah satu rumah sakit yang mengedepankan layanan ortopedi berbasis teknologi terkini dan praktik berbasis bukti (evidence-based practice). Dengan pendekatan multidisiplin yang holistik, rumah sakit ini berkomitmen menghadirkan perawatan yang tidak hanya efektif, tetapi juga mengutamakan keselamatan dan kenyamanan pasien.

dr. Jefry juga menekankan bahwa penanganan gangguan bahu sebaiknya tidak hanya difokuskan pada meredakan gejala, tetapi juga menyasar akar permasalahannya. 

Untuk itu, berbagai metode modern kini tersedia mulai dari artroskopi bahu yang minim invasif, penggunaan platelet-rich plasma (PRP) untuk membantu regenerasi jaringan, hingga pemanfaatan teknologi pencitraan berpresisi tinggi guna menunjang diagnosis yang lebih akurat sejak dini.