Rasa dan cita rasa adalah dua hal yang berbeda. Namun, mungkin seringkali di antara kita keliru dan menganggap keduanya sebagai hal yang sama. Meskipun keduanya berhubungan erat, rasa dan cita rasa jelas memiliki perbedaan dalam dunia kuliner dan juga indera manusia.
Head of Research & Development ABC Indonesia, Indra Ishak, yang sudah bertahun-tahun melalang buana menciptakan produk makanan dan minuman, salah satunya kecap, berbagi pengetahuannya mengenai sensory science.
Menurut Indra, ilmu sensory science itu penting untuk diketahui terutama mengenai rasa dan cita rasa. Terutama bagi tim R&D, ilmu sensory science dapat membantu mengidentifikasi dan mengembangkan rasa lebih mendalam.
“Biasanya, saat ditanya soal rasa makanan, jawaban yang sering muncul adalah "enak" atau "tidak enak”. Nah, kita sebagai R&D, pada saat kita membeli makanan, kita harus paham bahwa makanan itu ternyata ada beberapa elemen (rasa dan cita rasa). Makanya ilmu sensory science itu penting,” ujar Indra Ishak saat berbincang dengan awak media dalam gelaran “Ngobrol Baik Bareng ABC” yang berlangsung di kawasan Kebayoran, Jakarta Selatan, Rabu (4/12/2024).
Baca Juga: Suka Makanan Pedas, Ini Cara Food Vlogger Ken & Grat Perkenalkan Sambal ke Anaknya
Lanjut Indra, rasa dan cita rasa memiliki perbedaan yang signifikan. Sederhananya, rasa didefinisikan sebagai sensasi yang ada di dalam mulut, lidah, hingga sampai terasa di kerongkongan.
Ada lima dasar rasa yang umumnya diketahui oleh khalayak luas — sebelumnya hanya empat. Di antaranya adalah rasa asin, manit, pahit, asam, dan umami. Umami adalah rasa gurih yang sering kali ditemukan di dalam keju, makanan yang kaya protein seperti ikan, dan juga kecap.
Sekadar informasi, Umami adalah rasa yang telah ada sejak zaman dulu, meskipun istilahnya baru diidentifikasi pada tahun 1908 oleh Kikunae Ikeda, seorang ilmuwan Jepang. Dia menemukan bahwa rasa gurih yang khas, misalnya pada kaldu dashi, berasal dari senyawa bernama asam glutamat yang secara alami terdapat dalam rumput laut kombu, tomat, dan keju.
“Ada yang bertanya, “kenapa pedas tidak termasuk rasa dasar?” Pedas sebenarnya bukan rasa dasar, melainkan sensasi akibat gabungan elemen seperti rasa panas dari cabai,” papar Indra.
Berbeda lagi jika membicarakan cita rasa. Cita rasa merupakan gabungan dari panca indera yang dimiliki oleh manusia. Mulai dari mata, telinga, hidung, mulut, hingga tangan. Misalnya, aroma durian yang menyengat sering memengaruhi persepsi seseorang sebelum mencicipinya.
“Cita rasa mencakup pengalaman menyeluruh, termasuk tekstur, aroma, suhu, dan bahkan suara makanan saat dimakan. Jadi, kalau kita makan martabak hangat di sore hari, cita rasanya akan berbeda dibandingkan martabak yang sudah dingin di pagi hari,” jelas Indra.
Lantas, bagaimana proses untuk merasakan suatu makanan? Lanjut Indra, lidah memiliki banyak sekali reseptor atau taste bud, yakni sekira kurang lebih 3.000-10.000 reseptor.
“Nah, pada saat makanan kita coba, itu molekul-molekul makanan akan kena dengan reseptor yang ada di lidah kita. Nah, kemudian pada saat kita mencium, itu menciptakan sensasi yang sampai ke otak, langsung kita bilang, oh ini manis. Oh, ini asin. Oh, ini pahit, dan lain-lain. Kira-kira seperti itu ya, secara umum,” tambah Indra.
Cita Rasa Masakan Nusantara, Lekat dengan Budaya
Indonesia dikenal dengan kekayaan kuliner yang beragam dan penuh harmoni cita rasa. Cita rasa kuliner tidak hanya berbicara soal bahan dan bumbu masakan yang khas, tetapi juga lekat dengan budaya dan tradisi yang tercermin dalam setiap hidangan.
Food Enthusiast sekaligus founder MasakTV, Roby Bagindo, menilai bahwa cita rasa sangat berperan penting dalam masakan khas Nusantara. Ia juga menilai, ada makna mendalam dalam setiap makanan, dan cita rasa bukan hanya sebatas science sensory semata.
“Di makanan Indonesia itu kita orang Nusantara itu sebenarnya kalau makan itu bukan cuma buat badan doang. Jadi bukan cuma untuk kenyang doang. Jadi rata-rata makanan yang saya temukan di Nusantara rata-rata orang ada saat tertentu untuk makanan itu, dan ada cara tertentu untuk menikmatinya,” ujar Robby Bagindo dalam kesempatan yang sama.
Baca Juga: Seoptimal Apa Memulai Perkenalan dan Percakapan dengan Orang Baru Lewat Makanan?
Mengutip dari perkataan seorang tokoh, lanjut Robby, orang Indonesia, khususnya orang Nusantara, kalau suka musik, dibilangnya simpel: enak. Musik dianggap sebagai makanan jiwa. Begitu pun dengan makanan untuk tubuh manusia di Nusantara, juga dianggap enak karena bukan hanya terasa di lidah, tetapi juga memberikan ketenangan jiwa.
“Jadi, makanan di Nusantara punya fungsi yang lebih mendalam. Bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan pancaindra, seperti aroma, tapi juga untuk menyentuh jiwa. Ketika kita melihat makanan, mengaguminya, bahkan menikmati proses makannya, semua itu membentuk pengalaman yang lebih kaya,” kata Robby.
“Sebagai contoh, di beberapa tradisi masjid, jika ada seseorang yang gagal ujian atau menghadapi tantangan besar, mereka bisa diberi makanan tertentu untuk membangkitkan semangat jiwa mereka. Artinya, makanan itu punya makna dan fungsi khusus, bukan hanya sekadar untuk memuaskan sensorik kita,” sambungnya.
Hal ini menunjukkan, makanan Nusantara sering kali dikaitkan dengan pengalaman emosional atau spiritual. Bahkan, makanan tertentu bisa memengaruhi suasana hati seseorang. Dengan kata lain, makanan bukan sekadar soal rasa, tetapi juga pengalaman menyeluruh yang melibatkan mental dan emosional.
Di samping itu, ABC kembali mempersembahkan acara ‘Ngobrol Baik Bareng ABC’ (NBBA) dengan menggaungkan kampanye ‘Ahlinya Buat Citarasa’.
Melalui NBBA kali ini, ABC juga membawa pesan untuk mengajak masyarakat terus membuka wawasan dan semakin menghargai kekayaan citarasa, sekaligus menekankan dedikasi ABC dalam menciptakan citarasa makanan yang otentik dan kaya rasa bersama Indonesia selama hampir 50 tahun.
Baca Juga: 5 Pengusaha Tajir Indonesia yang Berbisnis Makanan Ringan
“NBBA hadir sebagai ajang berbagi ilmu dan wawasan yang diinisiasikan ABC secara berkala, sebagai bagian dari peran aktif ABC untuk terus meningkatkan pengetahuan dan wawasan seputar produk pangan dan perkembangan industri kuliner di Indonesia, bersama narasumber yang kompeten dan kredibel,” ujar Head of External Communication ABC Indonesia, Andrew Hallatu.
“Pada edisi NBBA akhir tahun ini, kami mengambil tema Edukasi Citarasa, yang akan mengupas berbagai sisi dari rasa dan kaitannya dengan fungsi panca indera kita dalam merespon sensasi citarasa yang dihasilkan. Ini sejalan dengan tagline ABC, Ahlinya Buat Citarasa dan bersama-sama mengajak setiap orang untuk juga jadi ahlinya buat citarasa,” imbuhnya.