Menjadi kaya raya merupakan cita-cita bagi kebanyakan orang. Untuk menjadi kaya pun perlu usaha, meski ada sebagian orang yang sudah ditakdirkan terlahir dari keluarga berada. Sementara mereka yang terlahir dari keluarga sederhana, butuh dedikasi dan kerja keras untuk mencapai kekayaan yang didambakannya.

Di samping itu, tahukah Growthmates ternyata ada kebiasaan-kebiasaan tertentu yang tanpa disadari dapat menghambat kekayaan, lho! Hal tersebut pernah diungkap oleh investor sukses ternama, Warren Buffett. 

Menjadi ikon kesuksesan dalam dunia investasi, Buffett memiliki pandangan tersendiri mengenai alasan mengapa orang miskin sulit menjadi kaya raya. Menukil dari laman New Trade U, Buffett mengungkap bahwa seseorang yang memiliki kekurangan finansial seringkali terjebak dalam menghambur-burkan uang di pos-pos yang tidak perlu.

Berikut tujuh hal yang menjadi kebiasaan seseorang dalam menghamburkan uang dan membuat mereka sulit kaya raya menurut Buffett.

1. Utang Berbunga Tinggi

Ini bukan hanya tentang uang yang dipinjam, tetapi juga bunga tinggi yang memberatkan, di mana dapat menghambat pertumbuhan dan stabilitas keuangan. Menghindari utang semacam itu sangat penting untuk menjaga kesehatan keuangan, yang memungkinkan lebih banyak kebebasan dan fleksibilitas dalam keputusan keuangan.

Buffet sendiri memiliki gaya hidup yang hemat dan tidak suka menyia-nyiakan uang. Ia memandang utang berbunga tinggi, seperti utang kartu kredit, sebagai pilihan finansial yang buruk. 

“Saya telah melihat banyak orang gagal karena minuman keras dan utang – utang adalah uang pinjaman. Anda tidak terlalu membutuhkan utang di dunia ini. Jika Anda pintar, Anda akan menghasilkan banyak uang tanpa harus meminjam,” kata Buffett.

Baca Juga: Richard Branson hingga Warren Buffett, 11 Miliarder Dunia Ini Ternyata Punya Kebiasaan Makan yang Unik!

2. Merek Mewah

Preferensi Buffett terhadap nilai dibanding merek merupakan landasan filosofi keuangannya. Ia percaya pada prinsip, "Harga adalah apa yang Anda bayar. Nilai adalah apa yang Anda dapatkan." 

Pola pikir seperti ini menjauhkan seseorang dari daya tarik merek mewah, yang sering kali hadir dengan harga mahal tetapi belum tentu sepadan dengan nilainya.

Berfokus pada nilai, bukan sekadar nama merek, dapat menghasilkan keputusan finansial yang lebih bijaksana, yang memastikan seseorang tidak sekadar membayar untuk sebuah label, tetapi juga kualitas dan manfaat yang sesungguhnya.