Sebagian besar organisasi/perusahaan menilai tim eksekutif berdasarkan pendapatan, pangsa pasar, dan produktivitas. Namun, di balik strategi dan laporan keuangan, terdapat satu kekuatan tenang yang menentukan kesuksesan jangka panjang: kesehatan mental para pemimpinnya.
Sering diabaikan, faktanya, kesehatan mental eksekutif memengaruhi kinerja tim dan keseluruhan organisasi. Dalam lanskap bisnis yang semakin kompleks dan penuh tekanan, kesehatan mental bukan lagi isu pribadi.
Tapi, ini adalah prioritas strategis. Sayangnya, sebagian besar program kesejahteraan hanya menargetkan karyawan umum, padahal kesejahteraan organisasi selalu berakar dari atas.
Bukti terbaru menunjukkan tingkat stres eksekutif meningkat tajam. Survei Deloitte dan Workplace Intelligence menemukan bahwa 75% pemimpin C-suite pernah mempertimbangkan untuk mundur karena kekhawatiran atas kesejahteraan mereka, sementara 84% setuju bahwa kesehatan mental eksekutif yang baik membuat karyawan mereka lebih sehat.
Jelas, para pemimpin tidak dapat mendorong kesejahteraan tim jika mereka sendiri merasa terkuras.
Dan dikutip dari Forbes, Rabu (2/7/2025), berikut tiga kebiasaan kesehatan mental mendasar yang dimiliki oleh tim eksekutif paling efektif, dan mengapa kebiasaan ini tidak bisa ditawar dalam iklim bisnis saat ini.
1. Mengoptimalkan Pemulihan, Bukan Hanya Kinerja
Tim eksekutif berperforma tinggi memahami satu hal penting, yakni energi, seperti waktu, perlu dikelola dengan cermat. Istirahat dan pemulihan bukanlah kemewahan, melainkan aset strategis yang mendukung kinerja berkelanjutan.
Penelitian Harvard Business Review menunjukkan, ketika sebuah firma konsultan mewajibkan timnya mengambil satu hari libur penuh setiap minggu dan berhenti bekerja setelah pukul 6 sore pada hari kerja lain, kinerja mereka meningkat hampir 20%, bersamaan dengan meningkatnya kepuasan kerja dan kolaborasi.
Pesannya bukan meniru jam kerja mereka secara kaku, melainkan memastikan waktu istirahat yang terstruktur dan terprediksi.
Seperti halnya otot yang membutuhkan pemulihan untuk tumbuh, para pemimpin pun perlu jeda untuk menjaga ketajaman berpikir dan keberlanjutan performa mereka. Tanpa pemulihan, bahkan pemimpin terbaik berisiko menjadi beban bagi dirinya sendiri.
Baca Juga: Para CEO Wajib Tahu, Ini Sederet Strategi Membangun Kepercayaan dalam Perusahaan di Era Disrupsi
2. Menciptakan Lingkungan yang Memupuk Kreativitas
Kreativitas tidak tumbuh subur dalam kekacauan atau ruang kerja yang membosankan. Dalam organisasi serba cepat, inovasi sering menjadi korban pertama. Tim eksekutif yang efektif menciptakan kondisi yang memacu pemikiran orisinal, baik ruang mental maupun fisik.
Misalnya, pencahayaan biru buatan yang keras terbukti mengganggu suasana hati dan ritme sirkadian, serta meningkatkan stres. Sebaliknya, pencahayaan alami atau yang meniru cahaya alami membantu fungsi kognitif dan eksekutif.
Lingkungan kantor yang terlalu terbuka dan bising juga menurunkan fokus. Desain ruang kerja yang ergonomis, akustik optimal, dan menyediakan ruang sunyi meningkatkan inovasi dan kesejahteraan.
Selain itu, tim eksekutif efektif melindungi waktu kerja mendalam mereka dengan membatasi distraksi, menjadwalkan waktu berpikir fokus, dan menganggap ide sebagai tanggung jawab kepemimpinan, bukan sekadar bonus. Inovasi bukanlah hasil dari bekerja lebih keras, melainkan mendesain lingkungan kerja dengan lebih cerdas.
3. Tetap Terhubung dengan Misi dan Makna
Salah satu penyebab terbesar kelelahan eksekutif adalah hilangnya koneksi dengan tujuan. Saat tekanan meningkat, para pemimpin mudah terjebak dalam eksekusi tanpa mengingat alasan pekerjaan mereka penting.
Tim eksekutif yang tangguh secara rutin meninjau kembali misi mereka, baik secara individu maupun kolektif. Bagi mereka, tujuan bukan slogan di dinding kantor, melainkan pelindung psikologis yang mempertajam pengambilan keputusan dan menambah ketahanan menghadapi ketidakpastian, turbulensi pasar, serta tantangan internal.
Kepuasan kerja jangka panjang jarang lahir dari kenyamanan. Sebaliknya, kepuasan muncul melalui tantangan, tanggung jawab, membangun sesuatu yang bermakna, dan menyadari dampak dari apa yang dikerjakan. Tanpa koneksi makna, bahkan pemimpin terbaik pun bisa kehilangan arah atau terjebak dalam overwork yang tampak seperti dedikasi.
Kesehatan Mental sebagai Infrastruktur Strategis
Nah Growthmates, bakat dan keterampilan saja tidak cukup untuk membangun tim eksekutif unggul. Yang membedakan tim hebat dengan tim biasa adalah investasi mereka pada infrastruktur tak kasat mata, yakni pemulihan, lingkungan yang mendukung kreativitas, dan rasa makna.
Di tengah volatilitas bisnis, risiko bakat, dan tekanan performa yang terus meningkat, kesehatan mental bukan sekadar tren kesejahteraan. Namun, itu adalah keharusan kepemimpinan dan keunggulan kompetitif.
Kesejahteraan mental eksekutif harus dirancang, dimodelkan, dan dilindungi dari atas ke bawah. Sebab pada akhirnya, kesehatan mental bukan hanya investasi yang bijak, melainkan penopang vital bagi seluruh organisasi.
Baca Juga: 3 Jurus Self-Care Pemimpin Bisnis ala CEO Sukses Dunia