Industri semen merupakan salah satu penyumbang emisi karbon cukup tinggi. Menurut lembaga penelitian Chatham House, semen menyumbang sekitar 8% emisi karbondioksida (CO2) dunia pada 2018 silam. Sesuai Paris Agreement, emisi tahunan dari semen harus turun setidaknya 16% pada tahun 2030.

Menyadari hal tersebut, Asosiasi Semen Indonesia (ASI) turut ambil bagian dalam meningkatkan upaya-upaya dekarbonisasi di industri semen dengan menyelenggarakan International Cement Technology (Cemtech) Conference 2024 Asia. Dengan tema "Advancing Decarbonization Technologies in Asia", acara yang digelar di Hotel Shangri-La Jakarta, 3-5 Juni 2024, ini dihadari perwakilan dari 25 negara.

Baca Juga: SCG Cleanergy & Rondo Energy Pelopori Penggunaan Heat Battery untuk Dekarbonisasi Industri Semen di Asia Tenggara

"Konferensi ini memfasilitasi para pimpinan bisnis, asosiasi semen di Asia, dan instansi pemerintah untuk saling menginspirasi dan menciptakan peluang kolaborasi dalam meningkatkan kontribusi penurunan emisi," ucap Ketua Asosiasi Semen Indonesia (ASI), Lilik Unggul Raharjo, dalam konferensi pers yang digelar Senin (3/6/2024).

Lilik menjelaskan, hingga 2022, Industri Semen Indonesia sudah mencapai 12,9% penurunan emisi dibandingkan baseline 2010. ASI bekerja sama dengan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah merancang roadmap dekarbonisasi untuk mencapai Net Zero Emission pada tahun 2050.

Beragam upaya telah dilakukan oleh industri semen di Indonesia, seperti upaya mendorong inovasi dalam produksi; penerapan prinsip ekonomi sirkular; dan beralih ke proses produksi yang lebih bersih. Lilik melanjutkan, sejalan dengan target pengurangan emisi nasional dan global, industri semen di Indonesia sudah menerapkan inisiatif dekarbonisasi dalam proses produksinya, antara lain, penggunaan bahan bakar alternatif seperti biomassa, limbah industri, sampah perkotaan yang diolah menjadi refuse-derived fuel (RDF), dan lain-lain untuk substitusi batu bara.

Penggunaan energi baru terbarukan juga didorong untuk meningkatkan efisiensi energi, serta penerapan standar batas penggunaan energi per ton produk semen untuk mendorong industri yang lebih efisien dan ramah lingkungan.

Sementara itu, Direktur Industri Semen, Keramik dan Pengolahan Bahan Galian Non-Logam Kementerian Perindustrian, Putu Nadi Astuti, mengatakan bahwa Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang positif dengan kontribusi dari industri nonmigas dan manufaktur di tengah lanskap bisnis yang penuh tantangan.

"Untuk terus bertumbuh, industri semen Indonesia juga harus mendorong upaya-upaya keberlanjutan untuk meningkatkan daya saing di pasar regional dan global, terutama inisiatif dekarbonisasi proses produksi dan menghadirkan produk ramah lingkungan (green cement). Kementerian Perindustrian mendukung upaya-upaya ini sebagai langkah penanganan dampak perubahan iklim dengan mengembangkan regulasi untuk percepatan pencapaian Net Zero Emission (NZE) dari sektor industri," kata Putu Nadi Astuti.

Dalam rangkaian konferensi dan pameran yang berlangsung selama tiga hari ini, para partisipan mengikuti rangkaian diskusi panel dan presentasi mengenai inovasi terkini di sektor semen, termasuk penggunaan bahan bakar alternatif, pengurangan klinker, dan penerapan teknologi efisiensi energi. Melalui konferensi ini, diharapkan terwujud peningkatan penerapan praktik ramah lingkungan di industri semen yang merupakan langkah vital dalam mengurangi dampak lingkungan global.