Media Massa dalam beberapa tahun terakhir mendapat guncangan hebat dari gelombang modernisasi. Perkembangan teknologi dan media sosial  yang nyaris tak dapat dikendalikan membuat ruang bisnis media massa menyempit.

Disrupsi digital memaksama media massa mesti putar otak bertahan hidup, mereka yang tak berinovasi akhirnya ramai-ramai gulung tikar karena tak menemukan model bisnis yang pas. Tetapi mereka yang bertahan juga mesti berusaha keras membangkitkan bisnis media sesuai tuntutan zaman.

Baca Juga: Dari Veronica Tan hingga Sri Mulyani, Ini Deretan Perempuan Calon Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Wartawan kawakan sekaligus pemimpin redaksi IDN Times, Uni Zulfiani Lubis tak menampik kondisi ini, media massa sekarang ini sedang berada dalam fase yang sangat rumit. Jalan mereka terjal dan sukar dilalui.

Bagi Uni, untuk keluar dari kondisi sekarang ini media massa mesti mampu berinovasi, kreatif, serta proaktif menghadapi perubahan.

“Jadi sama seperti saya di IDN Times juga berjuang, Olenka.id saya yakin juga berjuang. Mungkin kuncinya satu, model bisnisnya mesti adaptif,” kata Uni dalam sebuah wawancara dengan Olenka.id ditulis Selasa (15/10/2024).

Di Tengah badai krisis yang menghantam sekarang ini, kadang media massa dihadapkan pada pilihan yang sulit pula, terutama media yang masih masih mengandalkan iklan dari pemerintah dan menjadi satu-satunya sumber pemasukan. 

Mereka bertahan hidup dari iklan pemerintah tetapi disisi lain, mereka dituntut tetap menjaga independensi media massa sebagai pilar ke empat demokrasi.

“Nah itu, sekarang itu semuanya harus ketemu bisnis model yang cocok, bisa mendapatkan pemasukan tanpa mengurangi independensi,” ujarnya.

Tak Rekrut Besar-besaran

Perubahan model bisnis media massa di era modern sekarang ini turut menuntut media massa melakukan pembenahan formasi karyawan.

Media massa tak lagi membutuhkan banyak karyawan. Perekrutan karyawan skala besar dirasa sudah tak relevan.

Uni Lubis mengaminkan hal ini, meski miris dengan kondisi seperti itu, tetapi tuntutan zaman menghendaki hal itu. Contohnya sudah banyak, media massa dengan banyak karyawan nyatanya tak bisa berkembang di era digital saat ini, mereka justru nyungsep dan sukar bangkit lagi.

‘Saya rasa media yang sejak awal didesain untuk tidak banyak, tidak sampai ratusan orang itu kelihatan lebih bisa survive ya. Sementara yang sempat banyak itu terpaksa harus lay off, yang setiap kali saya dengar itu sedih banget,” ujarnya.

Meliput Berita yang Tak Punya Potensi Bisnis

Mayoritas media massa sekarang tengah mencoba model bisnis digital, media massa mencari pemasukan lewat jumlah pembaca. 

Untuk itu semua media massa berlomba membuat berita-berita menarik untuk memancing perhatian publik. 

Hal ini sekaligus menjadi kelemahan media massa sekarang ini karena pemberitaan di semua media seragam. Media massa menjadi monoton dan tak variatif sehingga publik hanya disajikan dengan pemberitaan yang itu-itu saja.

Baca Juga: Ada Pigai hingga Erick Thohir, Satu Per Satu Calon Menteri Menghadap Prabowo di Kertanegara

Terlepas dari segala kelemahannya, model bisnis seperti ini sebetulnya sudah mulai berhasil di beberapa media. Apabila pembaca semakin banyak maka pemasukannya juga turut berlipat ganda. 

Hal ini juga berimbas pada trafik media massa itu sendiri dimana trafik mentereng itu bisa menjadi bahan untuk menawarkan iklan ke berbagai korporasi dan mendapat pemasukan tambahan dari sana.

Bagi Uni, tidak ada yang salah dengan model bisnis seperti ini selama media massa itu menjalankan kaidah jurnalistik dengan baik dan benar.

Namun menurut Uni, media massa juga tak boleh lupa dengan tugas utamanya sebagai sebagai pengontrol, jadi menurutnya tak seharusnya kekuatan sebuah media massa semua dikerjakan untuk mencari uang.

Uni mengatakan, pembagian tugas dalam ruang redaksi mesti jelas. Media harus tetap melakukan peliputan pada hal-hal yang tak punya potensi bisnis.

Baca Juga: Mengulik Pembahasan dalam Pertemuan Marathon Jokowi-Prabowo

“Jadi menurut saya katakanlah 70 persen kita harus ngikutin, wah ini berita yang lagi rame. Karena sekarang kan keyword itu sangat penting, SEO.  Kemudian trending-trending,”

“Tapi harus ada 30 persen dimana kita menjalankan tugas sebagai jurnalis dan media meliput yang minoritas, meliput yang nggak mungkin menghasilkan metric, views, tapi itu harus kita liput. Dan saya tuh yakin loh, ternyata kita meliput yang nggak viral, bukan tema dari viral, tapi yang baca banyak. Jadi jangan tergoda untuk hanya berpatokan pada yang viral-viral saja,” tutup Uni.