Dr. (HC) Ir. Ciputra, tokoh properti dan wirausaha sukses Indonesia, membagikan kisah transformasi gaya kepemimpinannya yang penuh pelajaran hidup. Dalam salah satu bab biografinya, pendiri Ciputra Group ini mengungkap perjalanan panjangnya dari pemimpin yang dikenal sangat tegas hingga menjadi sosok yang sabar, bijaksana, dan menginspirasi banyak orang.
“Ciputra? Ia seorang pemimpin yang sangat tegas. Galak. Suaranya keras. Jika dipanggil untuk dimarahinya, Anda akan menangis karena takut,” kenang sebagian anak buahnya di masa lalu.
Baca Juga: Kisah Tarumanagara City dan Filosofi Ciputra dalam Membangun Yayasan
Meski begitu, Ciputra menegaskan, teguran keras yang diberikannya selalu bertujuan untuk membangun, bukan menindas. Visi tajam, sikap realistis, dan ketidaksukaan pada kelalaian membuat standar kerja di bawah kepemimpinannya tinggi.
“Bekerja untuknya adalah berkomitmen melakukan segala hal dengan sungguh-sungguh,” tulisnya.
Meski galak saat marah, ia tetap mau mendengar masukan orang lain dan mampu menyelesaikan masalah tanpa melukai pihak-pihak yang terlibat.
Baca Juga: Kisah Lahirnya PB Jaya Raya: Semangat Nasionalisme Ciputra Membangun Juara dari Nol
Singkat cerita, perubahan besar terjadi setelah puluhan tahun memimpin. Rekan yang mengenalnya sejak 1960-an mengakui, “Ciputra dulu memimpin dengan begitu keras. Sekarang ia lebih sabar dan lembut hati.”
Transformasi ini, menurut Ciputra, lahir dari pengalaman hidup yang panjang. Pasalnya, pengalaman adalah guru terbesar baginya. Dari penertiban Pasar Senen yang memicu protes warga, perjuangan mengubah Ancol dari tanah berlumpur menjadi pusat rekreasi, hingga badai krisis moneter yang menguji ketangguhan bisnisnya, semua itu membentuknya menjadi pemimpin yang lebih bijaksana.
“Setiap persoalan mendidik saya untuk menjadi pemimpin yang semakin bijaksana dari waktu ke waktu,” tulisnya.
Baca Juga: Keteguhan Iman dan Prinsip Hidup 5D ala Ciputra dalam Menghadapi Sakit dan Ujian
Bagi Ciputra, memimpin berarti menumbuhkan, mengubah, dan memperbaiki. Ia percaya, entrepreneurship menjadikan seseorang manusia penuh daya yang mampu menolong dirinya sendiri sekaligus membantu orang lain.
“Memimpin membutuhkan kesabaran dan proses. Memimpin harus berani kecewa dan mampu mengobati kekecewaan itu dengan cara menumbuhkan sesuatu yang baik,” pesannya.
Ciputra menegaskan, keberhasilan puncak seorang pemimpin terlihat setelah ia tiada. Baginya, segenap karyawan akan tahu bagaimana bekerja dengan baik karena inspirasi sang pemimpin.
Baca Juga: Pergulatan Ciputra Melawan Krismon
"Keberhasilan puncak terlihat ketika ia telah pergi, dan orang-orang yang ditinggalkannya masih mampu bekerja baik berkat inspirasi positif yang mengakar dari jiwa sang pemimpin," tutupnya.