Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) Universitas Sriwijaya, Jenderal Polisi (Purn) Muhammad Tito Karnavian mengatakan istilah anarki kerap mengandung makna yang bias lantaran kesalahpahaman terhadap istilah tersebut.
Menurut Menteri Dalam Negeri itu, masyarakat pada umumnya memahami istilah anarki sebagai sebuah tindakan yang berkaitan dengan kerusuhan, vandalisme, atau tindakan destruktif. Menurutnya istilah anarki yang dipahami masyarakat sekarang sudah melenceng jauh lantaran tafsir tanpa landasan yang kuat.
Baca Juga: Dari UGM hingga Akabri, Begini Rekam Jejak Pendidikan Tito Karnavian yang Lolos di 5 Kampus Ternama
Anarki kata dia memiliki makna ketidakteraturan situasi tertentu karena tidak ada yang mengatur dan mengontrol. Itu artinya, anarki tak selalu berkaitan dengan situasi chaos atau kerusuhan.
“Anarkis sering diterjemahkan kurang tepat. Dunia kita inilah anarki. Tapi anarki sering diterjemahkan, mohon maaf, kurang tepat dalam bahasa Indonesia. Ini ada Pak Kapolres, ada rekan dari TNI. Ada kerusuhan bakar-bakar aksi anarkis. Anarkis hanya diterjemahkan sebagai kekerasan,” kata Tito dalam orasi ilmiahnya di Universitas Sriwijaya dilansir Olenka.id Jumat (12/12/2025).
“Padahal arti anarki adalah adanya ketidakteraturan karena tidak ada yang mengatur. Dalam bahasa Inggrisnya, anarki adalah keadaan yang tidak teratur di mana tidak ada kekuasaan yang memungkinkan untuk mengaturnya,” tambahnya.
Berdasarkan arti harfiahnya, kata Tito maka dunia ini adalah sesuatu yang boleh saja disebut sebagai anarki, sebab sampai sekarang ini tidak ada satu negara atau organisasi manapun yang mengatur lalu lintas dunia
“Tidak adanya satu kekuatan di dunia ini yang bisa mengatur dunia. Tidak ada. Tidak ada presiden dunia. Tidak ada raja dunia (yang bisa mengatur dunia) Yang ada adalah pemimpin negara bangsa. Leaders of nation state. Ada raja Saudi misalnya, ada sultan di Brunei, ada presiden di Indonesia, ada prime minister di Inggris, dan lain-lain,” ujarnya.
Tito mengatakan, negara-negara kuat di dunia dengan kekuatan super besar di berbagai bidang sekalipun sama sekali tidak bisa mengatur bagaimana dunia ini bekerja.
“Tapi penguasa dunia yang mengatur dunia ada enggak? Tidak ada. Apakah sekjen PBB itu adalah pengatur dunia? Tidak. PBB adalah lembaga multilateral. Negara boleh ikut, gabung, boleh juga enggak. Volunteer, sukarela. Karena tidak adanya yang mengatur, maka saya sebut anarki,” ujarnya.
Baca Juga: Strategi Perusahaan ala Ignasius Jonan: Fokus ke Customer, Bukan Kompetitor!
Karena ketidakaturan itu, lanjut Tito seluruh negara di dunia saling adu kuat, mereka saling bersaing untuk menunjukan dominasi mereka.
“Yang terjadi adalah semua negara bersaing. Bersaing untuk survive.Bukan hanya survive, tapi mendominasi negara lain,” tuntasnya.