Dalam era yang terus berkembang, inovasi teknologi menjadi kunci bagi perusahaan untuk tetap relevan dan kompetitif. Transformasi digital bukan sekadar tren, tetapi sebuah kebutuhan bagi bisnis yang ingin bertahan dan berkembang di tengah perubahan zaman. 

PT Blue Bird Tbk, sebagai perusahaan transportasi yang telah lama beroperasi di Indonesia, memahami pentingnya adaptasi terhadap teknologi demi meningkatkan layanan dan efisiensi operasional. Namun, melakukan transformasi digital di perseroan tidaklah mudah dan tentunya ada banyak tantangan yang harus dihadapi.

Wakil Direktur Utama PT Blue Bird Tbk, Sigit Priawan Djokosoetono, mengungkap sejumlah prinsip Bluebird dalam melakukan transformasi digital. Dengan adanya persiapan dan perencanaan yang matang, transformasi digital tentunya dapat dieksekusi secara optimal.

Dalam transformasi digital, pendekatan utama harus berasal dari pimpinan (top-down). Perubahan akan sulit dilakukan jika hanya mengandalkan inisiatif dari level bawah atau karyawan. 

Namun, meskipun inisiatif datang dari atas, keputusan yang diambil tidak bisa bersifat sepihak. Manajemen juga harus mempertimbangkan masukan dari tim operasional atau level bawah (bottom-up).

Baca Juga: Mengenang Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono, Sosok 'Ibu Kandung' Taksi Bluebird

“Contohnya kalau tadi transformasi AI Assistant. Di atas kertas bisa kita hitung, ‘oh ini cukup-cukup bisa, pokoknya jalanin’. Di bawah bilang, ‘Pak gak mungkin ini jalan-jalan dengan cara begini, gak dapet’.Itu satu, jadi top down approach dan bottom up,” ujar Sigit seperti Olenka kutip, Rabu (5/2/2025).

Kedua, lanjut Sigit, adalah dengan harus banyak mencoba. Menurutnya, termasuk dalam transformasi digital, keberhasilan tidak dapat dicapai secara instan. Setiap inisiatif digital atau pengembangan teknologi memerlukan banyak percobaan dan iterasi sebelum benar-benar berhasil. Proses ini sering kali tidak terlihat oleh publik, tetapi bagi tim yang mengerjakannya, ada banyak kegagalan dan penyesuaian yang terjadi di balik layar.