Strategi The Harvest

Lebih lanjut, Linda mengungkap sejumlah strategi yang selama ini menjadi ‘pakem’ The Harvest dalam menghadapi struggle dan bersaing di pasar. 

Senada dengan Edison, Linda mengungkap bahwa kualitas dari bahan yang digunakan The Harvest menjadi yang utama. Linda menegaskan, bahan-bahan yang dipilih The Harvest yang juga diterima oleh masyarakat. Dalam artian, The Harvest memegang teguh sebagai brand yang halal.

“Itu (bahan halal) menjadi hal utama yang membuat kami confident untuk bersaing dengan dunia luar,” kata Linda.

Kedua, dengan adanya inovasi produk yang tidak membuat para Cake Lovers bosan dengan aneka cake dan menu lain yang disajikan. Sebab itu, The Harvest selalu melakukan retention terhadap produk yang dibuatnya.

“Selain itu, tentu dengan adanya promo, gathering sehingga membuat kita ada hubungan dengan konsumen tetap atau setia,” tambahnya.

Linda tak menampik akan selalu ada tantangan dan rintangan yang harus dihadapi The Harvest hingga saat ini. Menjadi ‘PR’ bagi The Harvest untuk tetap ada di tengah masyarakat, dengan terus mencari tahun produk dan layanan seperti apa yang masyarakat inginkan.

Selain itu, The Harvest juga berusaha untuk terus berkembang, berinovasi, dan melek dengan perkembangan digital. 

“Sudah (mulai memanfaatkan AI). Salah satunya adalah dengan tampilan multimedia kita yang sudah menggunakan AI. AI di kita (The Harvest) itu under divisi creative,” jelas Linda.

Prestasi dan Pencapaian The Harvest

Bagi The Harvest, customer adalah paling utama. Terlebih dalam bisnis makanan, food safety menjadi harga mati yang tak bisa ditawar. 

Dengan segala pelayanan dan produk yang diberikan untuk para Cake Lovers selama 20 tahun berlayar, The Harvest sudah mengantongi sejumlah prestasi dan pencapaian. 

“Kita (sertifikat) halal sudah pasti, ISO sudah pasti, HACCP , tetapi yang tertinggi itu ada namanya BRC jadi ada British Retail Consortium itu sertifikasi yang paling tinggi di kastanya food and beverage dan luar biasa updating terus, bukan hanya memberikan kenyamanan tapi juga rasa percaya bagi para Cake Lovers disini,” imbuh Edison. 

Sejarah Singkat The Harvest

Mengutip dari sejumlah sumber, The Harvest pertama kali didirikan pada 2004 lewat tangan La de Silva. Dia adalah seorang mantan chef pastry yang sudah melalang buana di berbagai hotel di dunia.

Berkat pengalaman dan keterampilan yang dimilikinya, Silva pun mendirikan toko kue dan pastry bernama The Harvest dengan cabang pertamanya di kawasan Senopati, Jakarta Selatan.

Mengutip dari Arsip Kompas, 30 Mei 2008, bermodalkan Rp450 juta dengan mempekerjakan 23 karyawan, Silva memulai The Harvest yang fokus pertamanya pada seni pembuatan kue. Dia mempekerjakan para profesional dan menggunakan bahan internasional berkualitas tinggi, serta melakukan riset produk dengan standar tinggi.

Kehadiran The Harvest dengan aneka cake bergaya Eropa, diterima baik oleh masyarakat dan membuat toko kue ini berkembang dengan cepat. Kini, The Harvest Cake berada di bawah PT. Mount Scopus Indonesia yang juga mengelola Cheese Cake Factory, Negev, dan Balboni.