Tokoh filantropis Indonesia Dato Sri Tahir memilih tetap berbagi di masa-masa sulitnya, ketika ia dihimpit  kesukaran finansial pada 1989, Tahir tetap memiliki hati yang lapang, tangannya bergerak untuk menjamah mereka yang membutuhkan. 

Di tengah kesulitan  finansial itu Tahir justru mendapat energi tambahan lewat kegiatan berbagi, beramal bikin ia merasa menjadi lebih kuat.  

“Bisnis saya mungkin telah menderita kerugian total. Namun, hal itu tidak menyebabkan hilangnya keinginan saya untuk memberi,” kata Tahir dilansir Olenka.id Rabu (30/4/2025). 

Baca Juga: Jika Semua Orang Termotivasi untuk Berbagi, Maka Bumi Dihujani Cinta

Tahir yang sedari dulu senang berbagi dan membantu mereka yang lemah tak berpikir dua kali, ia dengan dengan suka rela memberi pundaknya untuk mereka yang lemah dan papah.

Tahir menyisakan tabungannya untuk mereka yang membutuhkan. Dengan memberi, Tahir merasa hidupnya menjadi lebih baik. Ia menjadi lebih kuat ditengah badai kebangkurutan yang menghantamnya. 

“Saat itu kami mengandalkan sedikit tabungan yang tersisa untuk memenuhi kebutuhan. Namun, saya menyisihkan sejumlah dana untuk mereka yang bergantung pada dukungan saya. Entah bagaimana, hal itu membantu saya tetap kuat. Itu seperti saluran energi yang tidak pernah terhalang,” tuturnya. 

“Itu berjalan dengan sangat baik dan memacu saya untuk terus bergerak. Memberi menciptakan perasaan positif yang menghasilkan energi luar biasa dan ide-ide hebat untuk bangkit dan memulai lagi dengan usaha saya,” tambahnya.

Berkah dari Langit

Memberi adalah menginvestasi kebaikan, itu adalah keyakinan yang dipercayai dengan sungguh-sungguh oleh Tahir, keyakinan itu kelak menjadi kenyataan.

Tahir yang sedang dilanda kebangkrutan menemukan jalan ke luar di tengah kebuntuan. Babak baru bisnisnya segera dimulai setelah perusahaannya diamantkan menjadi satu pengekspor garmen ke Amerika Serikat. 

Kesempatan baru ini yang mengantar Tahir ke jalan sukses, dalam kurun tiga tahun kondisi keuangan perusahaan mulai membaik, dari disini pula Tahir menginisiasi pembangunan  Mayapada Bank. 

“Apa yang terjadi setelahnya? sebuah kesempatan baru datang kepada saya. Saya diberi jatah ekspor garmen ke AS. Dalam waktu tiga tahun kondisi keuangan saya membaik, dan saya bahkan berhasil mendirikan Bank Mayapada. Keberkahan ini hampir tidak mungkin dari sudut pandang logika. Keberkahan ini seperti jatuh dari langit. Sungguh tidak dapat dipercaya,” ujarnya. 

Bagi Tahir, memberi adalah elemen penyimbang dalam hidup itu sekaligus menjadi pembangkit energi dalam kegiatan bisnisnya. Dalam lingkup yang lebih luas, memberi telah menjadi semacam tema hidup bagi Tahir. 

“Saya melakukannya secara spontan atau sebagai tindak lanjut atas informasi yang mengkhawatirkan yang saya dengar dari media, staf saya, atau sumber lain,” ujarnya. 

Yayasan Tahir

Melejitnya berbagai bisnis di bawah naungan Mayapada Group pada era 90-an sama sekali tak bikin Tahir menjadi pribadi yang lupa daratan, Tahir tetapah Tahir yang rendah hati dan selalu tampil sederhana. 

Kejayaan Mayapada Group membuat Tahir semakin rajin beramal, ia ingin menyentuh lebih banyak lagi orang yang membutuhkan uluran tangannya. Keinginan untuk memberi adalah dahaga yang mesti dipuaskan. Atas dasar itu, ia kemudian mendirikan sebuah yayasan amal yang ia namai Yayasan Tahir. 

“Ketika Mayapada Group sedang naik daun di tahun 90-an, saya merasa perlu mendirikan yayasan untuk kegiatan amal saya. Saya beri nama Tahir,” ucapnya. 

Keinginannya untuk terus berbagi menggebu-gebu, tetapi di sisi lain Tahir punya keterbatasan waktu di tengah padatnya berbagai kegiatan sebagai seorang pebisnis. 

Ia tak bisa lagi mendatangi secara langsung orang-orang yang membutuhkan uluran tangannya, rutinitasnya berkunjung ke rumah sakit untuk menemui kaum lemah dan miskin mulai berkurang. 

Untuk itu Tahir mendirikan yayasan amal tersebut sebagai perpanjangan tangan tangannya demi menunjang kegiatan amalnya. 

“Yayasan ini menjadi perpanjangan hati saya untukm enyentuh mereka yang membutuhkan,” ucapnya. 

“Dengan berdirinya yayasan ini, penyaluran donasi dapat dilakukan secara lebih sistematis. Yayasan ini memiliki tim survei khusus dan melakukan kajian awal. Kegiatan amal tidak lagi bersifat spontan. Namun, kita harus dapat memastikan bahwa donasi dalam jumlah besar sampai kepada pihak yang dituju.  Selain itu, setiap kali ada kesempatan, saya tetap memberikan bantuan secara spontan di mana pun saya bisa,” tuntasnya.