Kanker ovarium masih menjadi tantangan besar bagi perempuan di Indonesia. Gejala awal yang tidak spesifik membuat sebagian besar pasien baru terdiagnosis ketika sudah memasuki stadium lanjut.
Bahkan setelah menjalani operasi dan kemoterapi, risiko kekambuhan tetap tinggi, terutama pada tiga tahun pertama. Kondisi ini menunjukkan pentingnya rangkaian terapi yang berkesinambungan, sejak tahap awal hingga lanjutan.
Nah, keberhasilan pengobatan kanker ovarium sendiri ditentukan oleh beberapa langkah yang saling melengkapi. Salah satunya adalah pembedahan dengan prinsip zero residu, yakni tidak meninggalkan sisa tumor yang tampak, yang terbukti meningkatkan median kelangsungan hidup pasien. Setelah operasi, pasien perlu menjalani kemoterapi sesuai jadwal yang telah ditentukan untuk menjaga efektivitasnya.
Namun, meski dinyatakan remisi, kanker ovarium stadium lanjut dikenal memiliki tingkat kekambuhan tinggi. Pasien sering kali harus kembali menjalani kemoterapi berulang, dengan peluang remisi yang lebih singkat dan risiko kematian lebih besar.
“Mayoritas pasien kanker ovarium baru terdiagnosis pada stadium 3 atau 4 akibat gejala awal yang tidak spesifik dan belum adanya metode skrining yang efektif. Risiko kekambuhan setelah kemoterapi awal pun sangat tinggi. Oleh karena itu, peningkatan kesadaran pasien terhadap proses pengobatan lanjutan sangatlah penting agar penanganan dapat dilakukan secara tepat,” jelas dr. Muhammad Yusuf, Sp.OG (K) Onk, Konsultan Onkologi, dikutip dari keterangan resminya, Minggu (5/10/2025).
Peran Pemeriksaan HRD dan BRCA
Panduan internasional seperti ESMO dan NCCN merekomendasikan pemeriksaan HRD (Homologous Recombination Deficiency) dan BRCA sejak awal pasca-operasi. Pemeriksaan ini membantu menentukan terapi lanjutan yang tepat.
Sekitar 50% pasien kanker ovarium stadium lanjut memiliki status HRD-positif, termasuk yang tidak membawa mutasi BRCA.
HRD merupakan kondisi di mana tubuh tidak mampu memperbaiki kerusakan DNA, sehingga menjadi biomarker penting untuk menentukan kelayakan pasien menjalani maintenance therapy berbasis PARP inhibitor, seperti Olaparib.
Baca Juga: 5 Tanda Awal Kanker Ovarium yang Sering Diabaikan