Mulanya, Djarum memproduksi rokok kretek lintingan, baik secara manual maupun menggunakan mesin, dan kemudian berhasil mengekspor produk kretek lintingan tersebut ke berbagai pengecer tembakau di seluruh dunia.

Kesuksesan Djarum dalam merintis bisnisnya di Indonesia bukan tanpa halangan. Perusahaan tersebut hampir gulung tikar setelah mengalami kebakaran besar pada tahun 1963 yang menghancurkan sebagian besar fasilitas produksinya. 

Namun, alih-alih menyerah, Oei Wie Gwan dan timnya memilih bangkit dan membangun kembali dari nol. Dari titik terpuruk itulah babak baru Djarum dimulai. 

Berbekal ketekunan, strategi bisnis yang lebih matang, serta inovasi pada kualitas tembakau dan proses produksi, Djarum tumbuh jauh lebih kuat. Perlahan, merek ini tidak hanya kembali diterima pasar lokal, tetapi juga semakin dikenal secara global.

Baca Juga: Begini Cara Pandang Keluarga Djarum tentang Uang

Di tengah masa terpuruk, kondisi kesehatan suami Goei Tjoe Nio ini juga mulai terganggu. Hingga akhirnya, ia menghembuskan nafas terakhirnya pada 1963.

Namun, sebelum wafat, Oei Wie Gwan mewariskan perusahaan rokok Djarum kepada kedua putranya, Robert Budi Hartono dan Michael Hartono. 

Di tangan Hartono Bersaudara itulah, Djarum terus berevolusi menjadi salah satu perusahaan besar di Indonesia. Tidak hanya bergerak di industri rokok, tetapi juga merambah ke sektor properti, perbankan, teknologi, hingga olahraga.

Berkat strategi bisnis yang efektif, Michael Bambang Hartono dan Robert Budi Hartono tidak hanya berhasil membawa PT Djarum ke puncak kesuksesan, tetapi juga menjadikan diri mereka sebagai orang terkaya di Indonesia.