Kini, Salim Group merupakan salah satu konglomerasi terbesar dan terkuat di Indonesia. Sejumlah merek andalannya bahkan telah menjadi kebanggaan tidak hanya bagi perusahaan, tetapi juga masyarakat Indonesia. Sebut saja Indomie, merek mi instan dari perusahaan Salim Group ini telah diekspor ke puluhan negara di dunia.
Kesuksesan tersebut berawal dari perjuangan sang pendiri, yakni Sudono Salim. Generasi pertama sekaligus pendiri Salim Group ini harus melalui berbagai tantangan agar perusahaannya tetap bertahan. Berikut kisahnya yang Olenka rangkumkan dari berbagai sumber:
Baca Juga: Deretan Bisnis Anthoni Salim, Miliki Banyak Perusahaan Besar
Merantau ke Indonesia
Di era itu, banyak orang keturunan China yang harus merantau ke berbagai negara untuk mencari peruntungan. Tak terkecuali, Sudono Salim atau Liem Sioe Liong yang lahir pada 16 Juli 1916 di Fuqing, Fujian, Tiongkok. Kondisinya dari seorang anak petani miskin mengharuskannya putus sekolah di umur 15 tahun.
Disebutkan, Liem Sioe Liong akhirnya merantau ke Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda ketika umurnya masih 20 tahun; mengikuti jejak sang kakak. Menumpang kapal dagang Belanda, Sudono muda membutuhkan waktu hingga 1 bulan lamanya untuk sampai ke Indonesia. Tiba di Kudus, dia awalnya bekerja sebagai buruh pabrik tahu dan krupuk.
Bangun Usaha Sendiri
Setelah beberapa waktu lamanya, Sudono Salim yang mendapatkan nama Sudono dari Soeharto dan Salim yang berasal dari nama keluarganya, mulai menjajal bisnis cengkeh. Singkat cerita, usahanya berjalan lancar hingga Sudono Salim sempat menjadi bandar cengkeh di Kudus.
Bisnisnya sempat bangkrut usai kependudukan Jepang di Indonesia pada tahun 1940-an. Tak mudah menyerah, dia kembali memulai usahanya dengan menjadi penyedia logistik, senjata, dan obat-obatan bagi tentara Indonesia yang sedang berjuang menghadapi penjajahan Belanda di tahun 1945. Setelah kemerdekaan, dia pindah ke Jakarta.
Kesempatan emas datang kepada Sudono di Jakarta saat dia bertemu dengan Mochtar Riady. Dengan andil keduanya, berdirilah PT Bank Central Asia atau BCA yang kita kenal sekarang pada tahun 1960. Sayangnya, krisis keuangan di tahun 1998 membuat Salim Group kehilangan kendali atas BCA yang kini menjadi bagian dari Djarum Group.
Masa Kejayaan
Seiring berkembangnya bisnis yang ia jalankan, Sudono Salim menjadi lebih dekat dengan Presiden Indonesia yang berkuasa saat itu, yakni Soeharto. Di tahun 1967, Sudono ditunjuk Soeharto untuk mengimpor 35.000 ton beras.
Di tahun 1968, usahanya membangun PT Bogasari melalui CV Waringin Kentjana bersama Sudwikatmono, Ibrahim Risjad, dan Djuhar Sutanto pun sukses besar. Sudono Salim kembali menjajal bisnis lain dengan mendirikan PT Indocement Tunggal Perkasa pada tahun 1975. Tangan dinginnya terus melahirkan perusahaan besar lainnya ketika ia berhasil mendirikan PT Indofood pada tahun 1990 yang kini menjelma sebagai salah satu perusahaan FMCG terbesar di Tanah Air.
Titik Balik
Kepemimpinan Sudono Salim di Salim Group diterpa badai besar ketika krisis keuangan di tahun 1998 juga diwarnai kerusuhan. Saat terjadi Kerusuhan Mei 1998, rumah Sudono Salim di Gunung Sahari, Jakarta Pusat ikut dirusak dan dijarah massa. Bisnisnya kalang kabut dan Sudono memilih pindah ke Singapura.
Beruntung, sang anak yang kini menjadi pemimpin Salim Group, yakni Anthoni Salim, telah siap meneruskan bisnis keluarganya. Di tangan generasi keduanya, Salim Group mampu lepas dari jebakan kebangkrutan dan terus berkembang hingga hari ini.
Sementara itu, setelah mewariskan bisnisnya kepada Anthoni, Sudono Salim memilih untuk menghabiskan masa tuanya di Singapura hingga tutup usia pada 10 Juni 2012.