Guru Besar Filsafat STF Driyarkara Franz Magnis Suseno atau Romo Magnis ikut menyoroti polemik Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang sedang mendapat penolakan dari berbagai pihak.
Menurutnya setiap kebijakan pemerintah punya tujuan positif, termasuk program Tapera. Namun, jika ada aspirasi masyarakat, pemerintah berkewajiban untuk mendengarkan.
Baca Juga: PDI Perjuangan- PKB Jajaki Koalisi Usung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta
"Kalau itu baik oke saja tapi dengarkan suara-suara kritis," kata Romo Magnis kepada wartawan Senin (10/6/2024).
Adapun Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan Peraturan Presiden (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat pada 20 Mei 2024. Melalui PP Nomor 21 Tahun 2024 diatur bahwa pemberi kerja harus memberikan iuran tapera sebesar 0,5 persen dan pekerja 2,5 persen.
Menurut Romo Magnis, Kebijakan iuran Tapera mesti benar-benar digodok dengan matang sebelum peraturan itu resmi diberlakukan, sebab menurutnya penggodokan peraturan yang tak matang bakal berujung polemik seperti yang terjadi sekarang ini.
"Tapera itu jangan diputuskan sebelum betul-betul dibicarakan matang oleh mereka yang bersangkutan," ujarnya.
Adapun kebijakan soal iuran Tapera menuai penolakan dari berbagai pihak, Tapera dianggap kebijakan ugal-ugalan pemerintah yang hanya memberatkan masyarakat.
Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemnaker Indah Anggoro Putri mengatakan gelombang penolakan Tapera dirasa wajar lantaran peraturan belum maksimal disosialisasikan.
Dia mengatakan, sekarang ini pemerintah sedang berupaya menyosialisasikan program lewat Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit Nasional, yang terdiri dari perwakilan serikat pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah.
"Dalam konteks penolakan, pemahaman masyarakat terhadap Tapera masih minim karena kurangnya sosialisasi yang efektif. Oleh karena itu, langkah-langkah pemerintah untuk memperkenalkan dan menyosialisasikan Tapera dianggap penting," kata Indah.