Film "The Most Beautiful Girl in the World" menjadi sebuah film yang berani mengangkat isu penting tentang standar kecantikan yang dibentuk oleh media dan media sosial. Dengan tema yang disampaikan melalui komedi, film ini mengajak penonton untuk berpikir lebih jauh tentang tekanan sosial yang dihadapi oleh perempuan.

Menurut Sutradara The Most Beautiful Girl in the World, Robert Ronny, kecantikan sejati tidak bisa diukur dengan ukuran fisik, dan setiap perempuan berhak dihargai atas siapa mereka adanya.

Baca Juga: Menilik Derap Langkah Putri Marino, Aktris Berbakat yang Mengoleksi Berbagai Penghargaan Bergengsi

“Menurut saya masalah cinta era sekarang ini, di era dimana sosial media, dimana kualitas cantik itu muncul gampang sekali di timeline gitu ya. Jadi standar kecantikan zaman sekarang ini menurut saya sudah bergeser jauh dan memberikan tekanan yang gak realistis terhadap semua perempuan modern menurut saya,” kata Robert dalam Konferensi The Most Beautiful Girl in The World  yang diselenggarakan di Metropole XXI, Megaria, Menteng, pada Kamis (13/02/2025).

Bagi Robert, banyak perempuan yang merasa tertekan untuk selalu tampil cantik, tidak hanya dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga di dunia maya. Media sosial, khususnya peran media dalam tayangan televisi broadcasting lainnya yang menampilkan standar kecantikan, dan sering kali tidak realistis dan memberi tekanan besar pada perempuan untuk mengikuti tren tersebut. 

Film "The Most Beautiful Girl in the World" mencoba menggali isu ini, menggambarkan bagaimana kecantikan sering kali dikaitkan dengan nilai diri dan cinta, padahal sejatinya keduanya tidak selalu berhubungan.

“Sayangnya kecantikan sering dikaitkan dengan cinta. Padahal gak ada hubungannya sama sekali. Dan menurut saya segala sesuatu yang berhubungan dengan cinta itu harusnya ada juga sesuatu yang bersifat fisikal. Jadi saya mencoba untuk mengangkat tema itu dengan kemasan komedi,”lanjutnya lagi.

Sebagai seorang ayah dengan anak perempuan, Robert merasa sangat concern terhadap fenomena ini. Di dunia yang dipenuhi dengan citra kecantikan yang sempurna di media sosial, perempuan sering kali merasa tertekan untuk memenuhi ekspektasi yang tidak realistis. Menurut Robert, ini adalah sesuatu yang perlu diubah. 

Protes Kiara dan Robert dalam Film

Film ini mengangkat tema protes terhadap standar kecantikan yang dibentuk oleh dunia maya. Dalam film, karakter Kiara berperan sebagai produser dalam Program Televisi, yaitu Ajang Kontes “Wanita Trrcantik di Dunia’, menjadi suara protes yang mewakili pandangan Robert tentang ketidakrealistisan standar kecantikan yang dipaksakan. 

"Semua protesnya Kiara itu protes saya sebenarnya. Saya memecah diri saya sebagai Kiara dan Reuben. Sangat berbeda. Itu sih suara concern saya," ujar Robert.

Dalam konteks film, Robert berharap penonton bisa merasakan pesan ini dan mengubah cara pandang mereka terhadap kecantikan. 

"Karena menurut saya, nggak seperti itu harusnya ya. Semoga setelah menonton film ini kita bisa berharap ada perubahan dalam standar kecantikan, meskipun agak susah. Tapi kita sebagai masyarakat sendiri yang harus bisa menyaring hal itu," tambahnya.

Smoke and Mirror di Dunia Televisi

Dalam film ini, Robert juga ingin menyampaikan bahwa banyak hal yang terlihat di dunia maya hanya merupakan ilusi belaka, atau yang ia sebut sebagai smoke and mirror. Menurutnya, media sosial, Televisi dan platform lainnya sering kali menampilkan gambaran yang tidak nyata, yang memberi tekanan bagi perempuan untuk selalu tampil sempurna dan cantik. 

Baca Juga: Prabowo Singgung Raja Kecil, Bahlil: Jangan Ada yang Menghambat, Nggak Boleh

"Intinya, jangan harapin semua yang kalian lihat ini diterapkan ke dunia nyata. Memberi pressure yang nggak realistis terhadap perempuan yang harus selalu tampil cantik, sempurna, apa segala macam," tegas Robert.

Melalui film ini, Robert ingin mengajak penonton untuk menyadari bahwa apa yang ditampilkan di dunia maya bukanlah gambaran yang sebenarnya, dan jangan sampai standar tersebut menjadi acuan hidup yang merugikan diri sendiri.

Sebagai sutradara yang peduli dengan isu ini, Robert berharap film ini bisa menjadi titik awal bagi perubahan dalam cara kita melihat kecantikan perempuan. 

"Semoga saja film ini sampai ya, dalam segi ekspektasi perempuan zaman sekarang, karena ada sosial media dan media kita yang nggak realistis, bikin perempuan tuh, go to the extreme. Dengan versi plastik lah, semuanya, segala macam. Yang menurut saya, why?" ucap Robert.

Lebih lanjut, Robert menekankan bahwa kita sebagai masyarakat harus mampu mengkritisi apa yang kita lihat di dunia maya, dan lebih menerima keberagaman dan kecantikan alami perempuan. 

"Harusnya, kita dapat menilai perempuan dengan cara yang lebih manusiawi, dan perempuan itu semua cantik dengan caranya sendiri," ungkapnya.

Untuk diketahui, film “The Most Beautiful Girl in The World” akan tayang pada Jumat, 14 Februari 2025 di Netflix, sebagai bentuk peringatan hari kasih sayang sedunia. Film ini mengisahkan tentang Reuben, seorang putra pemilik stasiun televisi yang terkenal sebagai playboy. 

Demi mendapatkan warisan, ia merancang sebuah program acara perjodohan untuk memenuhi permintaan sang ayah, yaitu menemukan gadis tercantik di dunia dan menikahinya. Program acara perjodohan tersebut mempertemukan Reuben dengan Kiara, seorang produser yang selalu membuatnya kesal. Namun, sebuah insiden membawa Reuben terdampar di pulau terpencil bersama Kiara. Bersama, mereka harus menghadapi tantangan untuk bertahan hidup. 

The Most Beautiful Girl in The World dibintangi oleh sejumlah pemain terkenal yaitu Reza Rahadian sebagai Reuben, Sheila Dara sebagai Kiara, Ira Wibowo sebagai ibunya Reuben, Bucek sebagai ayahnya Reuben, Jihane Almira sebagai Helen Kusuma, dan sejumlah pemain pendukung lainnya seperti Dea Panendra, Kevin Julio, serta Indra Birowo.

Film ini disutradarai dan ditulis oleh Robert Ronny, yang dikenal melalui karyanya seperti Critical Eleven dan Kartini, serta diproduksi bersama penulis naskah berbakat Titien Wattimena (Noktah Merah Pernikahan, Aruna & Lidahnya) dan Ifan Ismail (Habibie & Ainun, Kabut Berduri).