Pendiri Rumah Perubahan Jakarta Escape Profesor Rhenald Kasali menilai tak semua stigma buruk yang dialamatkan kepada Gen Z adalah sebuah fakta yang mutlak dipercaya.
Dia menilai berbagai pandang miring serta anggapan-anggapan remeh buat Gen Z banyak yang telah melenceng jauh dari yang semestinya. Sayangnya pandangan itu kadung diyakini banyak pihak.
Baca Juga: Dapat Tawaran Koalisi dari Kubu Prabowo untuk Pilkada Jakarta, PKS Buka Opsi Usung Anies Baswedan
“Pertama karena ada influencer yang menanamkan nilai-nilai tidak baik. Nilai-nilai tidak baik itu cukup banyak. Dikatakan bahwa gen Z ini adalah, apa ya, mereka dikatakan nggak perlu bekerja keras, harus bekerja smart katanya,” kata Rhenald ketika berbincang dengan Olenka.id Rabu (19/6/2024).
Harus diakui Gen Z kerap kali dianggap sebagai generasi manja, tak bisa bekerja dan selalu memprioritaskan uang. Mereka disebut tak sungkan meminta upah selangit ketika mencari kerja kendati nihil pengalaman.
Menurut Rhenald, pandangan ini tak sepenuhnya benar. Dia bilang Gen Z punya pola berbeda dari generasi pendahulu. Baginya kerja keras dan kerja cerdas itu sama saja, toh pemberi kerja hanya menginginkan hasil kerja yang maksimal.
"Itu mengindikasikan bahwa orang yang bekerja, ini adalah generasi yang bekerja keras. Kerja keras itu sama, kerja cerdas itu seakan-akan jalan pintas. Seakan-akan kerja smart itu luar biasa, itu tidak benar," ujarnya.
"Terus kalau kita baca komentar-komentar itu, yang melawan itu terutama, terbagi dua, yang melawan itu adalah mereka yang ingin kerja keras, yang ingin keluar dari situ, dan ada orang yang menikmati, dan kelihatan itu statement-statement," tambahnya.
Baca Juga: Idul Adha 1445 H, Jokowi Kurban Sapi Berbobot 1 Ton ke PP Muhammadiyah
Akademisi sekaligus praktisi bisnis ini kemudian menyoroti perbincangan masalah gaji yang jamak di temukan di kalangan Gen Z. Baginya masalah upah yang selalu disoal generasi kelahiran 1997 hingga 2012 adalah hal wajar. Apalagi persoalan upah itu dibahas Gen Z yang punya latar belakang pendidikan mentereng.
Rhenald menilai, Gen Z yang berpendidikan tak bisa dipandang seperti pekerja lepas atau pekerja kasar yang gajinya berpatokan pada berbagai peraturan pemerintah atau masalah-masalah ekonomi.
Gen Z yang berpendidikan tinggi tak bisa diupah dengan sistem gaji buruh yang harus bekerja keras untuk mendapatkan insentif, misalnya bekerja lembur atau bekerja di hari libur. Gen Z kata Rhenald sukar menerima sistem upah jangka pendek seperti itu.
Baca Juga: Prabowo Pastikan Indonesia Kirim Bantuan Lansung ke Gaza Melalui Airdrop
"Sekarang Gen Z itu kalau bekerja selalu ngomonginnya soal gaji. Padahal ketika pemberi kerja memberikan gaji, dia melihat potensi yang lain. Kemudian ada lagi yang mengajarkan kenaikan gaji itu dengan inflasi. Jadi menyamakan gen Z yang berpendidikan itu dengan buruh. Buruh itu memang dilindungi undang-undang dan ada upah minimumnya. Upah minimum itu untuk melindungi mereka," katanya lagi.
Rhenald melanjutkan, Gen Z bakal lebih nyaman bekerja apabila perusahaan pemberi kerja mematok target tertentu yang diakumulasikan dalam indikator kinerja atau Key Performance Indicator (KPI). Dimana sistem kerja seperti ini bikin kelompok pekerja yang selalu mengagungkan sistem kerja keras dan kerja cerdas bisa saja tak nyaman.
"Tapi kalau (Gen Z) yang sudah berpendidikan, itu bukan soal bekerja lembur, bukan upah harian, tetapi adalah KPI. Jadi bagaimana orang bisa mencapai KPI," ucapnya.
Sistem kerja seperti ini lanjut Rhenald bisa memberi banyak opsi bagi pekerja di kalangan Gen Z. Dengan target seperti ini mereka dapat menakar kemampuan mereka, hal ini yang membantu mereka untuk menemukan bidang kerja yang cocok di masa mendatang. Dengan cara seperti ini pula, peluang mereka menjadi orang sukses di kemudian hari juga terbuka lebar.
Baca Juga: PDI Perjuangan Buka Suara soal Duet Anies-Kaesang di Pilkada Jakarta 2024
"Dan bagi orang yang berpikir jangka panjang, dia berpikir dari prinsip gallery. Ada pekerjaan yang tidak dapat gaji bagus, misalnya bekerja sebagai prinsip di bidang tertentu, tapi dia punya gallery. Dia bisa menjadi orang yang sukses," ucapnya.
"Nah itu yang harus dilihat oleh anak-anak. Berpikir lebih panjang. Ini diracuni oleh orang panjang," tambahnya memungkasi.